Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Dumbeg

Purnawan Kristanto's picture

gumbeg Nama makanan ini agak unik dan menurut saya cukup lucu: "Dumbeg". Ketika pertama kali mendengar nama ini, pikiran saya segera membayangkan film kocak "Dumb and Dumberer". Setelah itu, saya teringat tradisi "Gumbregan" di desa saya. Setiap wuku Gumbreg dalam penanggalan Jawa, warga kampung saya menggelar ritual untuk mendoakan alat-alat pertanian seperti luku (bajak) garu, pacul, sabit dan sapi. Para petani mengeluarkan sesaji berupa nasi gudangan dan umbi-umbian rebus seperti uwi, gembili, suwek, garut, ganyong, singkong, ketela rambat, dll. Setelah didoakan, sesaji ini dibagikan secara merata kepada anak-anak kampung. Setelah itu mereka pindah ke rumah petani lain. Tradisi ini dilaksanakan setelah Maghrib. Anak-anak berkunjung dari rumah ke rumah sambil membawa bakul nasi untuk mengumpulkan makanan. Mirip dengan tradisi Halloween di mana anak-anak mengumpulkan permen dari rumah ke rumah.

Kembali ke Dumbeg. Makanan ini terbuat dari tepung nasi yang dibumbui dengan gula kelapa, kemudian dibungkus menggunakan daun kelapa muda (janur) dengan cara dililitkan menyerupai kerucut. Setelah itu dikukus dengan matang.
Cara memakannya dengan memegang bagian bawah yang lancip, membuka lilitannya sedikit demi sedikit untuk menyantapnya hingga habis. Rasanya tentu saja manis, namun yang menarik adalah aroma pembungkusnya. Karena mengalami proses pemanasan, maka bau yang dimiliki oleh daun kelapa itu meresap ke dalam makanan. Hal ini menimbulkan aroma yang khas.
Selain dumbeg, makanan lain yang dibungkus dengan janur adalah ketupat dan legondo. Kalau ketupat, tentu sudah banyak orang yang tahu. Bagaimana dengan legondo? Legondo adalah penganan yang terbuat dari ketan, yang bagian tengahnya diberi daging cincang, abon atau kalau pingin ngirit diberi parutan kelapa. Memang mirip sekali dengan lemper, namun dibungkus dengan janur dengan cara dililitkan membentuk silinder, lalu diikat dengan tali dari bambu. Setelah itu dikukus sampai masak.
Pada zaman yang serba praktis ini, penganan jenis seperti ini tidak lagi populer karena cara membuatnya yang agak ribet. Karena ingin cepat, maka untuk membuat ketupat tidak lagi menggunakan bungkus janur, melainkan dibungkus plastik saja. Hal ini seperti ini sebenarnya kurang tepat karena aroma janur akan hilang dari ketupat. Selain itu, ketika mengalami pemanasan yang sangat tinggi, bungkus plastik ini akan mengalami perubahan kimiawi yang bersifat racun.
Selain janur, nenek moyang kita telah menemukan berbagai jenis pembungkus makanan yang lebih ramah lingkungan dan sehat. Hampir semua suku di Indonesia mengenal daun pisang sebagai pembungkus makanan. Entah itu untuk makanan yang direbus, dibakar, dipanggang atau pun dipepes. Daun pisang juga menimbulkan aroma yang khas.
Dulu, di kampung saya menggunakan daun jati sebagai pembungkus nasi pada acara kenduri. Nasi yang masih panas dibentuk bulat seukuran bola voli, kemudian dibungkus dengan daun jati. Nasi yang masih panas, ketika bersentuhan dengan daun jati juga menimbulkan aroma yang enak. Daun talas juga dapat dipakai untuk membungkus makanan yang akan dipepes. Ada juga daun singkong yang dimanfaatkan untuk bungkus buntil.
***
Tapi hendak dikata. Gerusan gelombang kapitalisasi telah meminggirkan kearifan lokal ini. Sekarang kita sulit menemukan tempe mentah yang masih dibungkus dengan daun jati. Kebanyakan tempe sudah dibungkus plastik dan menggunakan kedelai impor yang berbiji besar-besar. Bahkan sudah ada pengusaha yang membuka usaha pengalengan tempe. Dulu, saya masih menjumpai ibu-ibu yang menggendong segulung besar daun jati untuk dijual ke pasar. Sekarang sudah tergantikan oleh kertas dan plastik. Inikah yang disebut kemajuan zaman? Atau justru menuju kepada kehancuran peradaban?
Sekarang, nasi gudeg pun dibungkus menggunakan Styrofoam. Dulu, ketika mahasiswa, saya masih bisa menikmati nasi gudeg di atas pincuk daun pisang, dimakan dengan tangan telanjang. Rasanya nikmat sekali. Waktu kecil, anak-anak di kampung saya terbiasa makan nasi uduk dengan alas daun jati yang pada acara bersih desa. Dulu, pada acara Natal, konsumsinya dibungkus dengan daun pisang. Kami menyebutnya “Sedan Hijau” karena bentuknya mirip mobil sedan. Sekarang, konsumsi Natal dikemas dengan kardus, Styrofoam atau setidaknya kertas minyak. Ini sebuah kemajuan atau kemunduran? Entahlah. Yang jelas, kalau saya merindukan makanan zaman masih kecil, saya terpaksa harus menjelajah tempat-tempat yang lebih terpelosok lagi. Pertengahan tahun 2008, ketika mengirimkan air bersih ke GKJ Baran, Gunungkidul, kami disuguhi uwi, gembili dan kacang rebus. Saya seakan dibawa oleh kapsul waktu kembali ke masa 30 tahun yang lalu.
__________________

------------

Communicating good news in good ways

kaswan's picture

"Zaman serba instan...."

Itulah pak kenyataan dunia sekarang ini,smua mau cepat,mau enak dan mau praktisnya...Tapi dari smua keinginan manusia yang ngaku modern ini malah bikin lingungan sekitar hancur akibatnya ya seperti isu dunia saat ini Global warming.

Parahnya lagi budaya ini diturunkan ke anak - anak,generasi penerus kita.Apa yang berbau tradisional dianggap kuno alias ketinggalan zaman, sebetulnya kebanyakan sesuatu yang tradisional tadi malah yang ramah lingkungan,aman dan baik bagi kesehatan manusia itu sendiri.

Entah bagaimana kalo manusia saat ini ga segera sadar akan kebiasaannya sekarang.Entah dunia yang bagaimana jadinya di masa mendatang bila budaya "instan" dan "praktis" terus berlanjut...?? Yah manusia yang sadar saja musti mengawali menanam budaya mencintai lingkungan alam sekitar dari anak - ank dan orang - orang terdekat.

Semoga bumi tetap menjadi bumi yang bersahabat....

GBU

laskris007

Purnawan Kristanto's picture

@Kaswan: Setuju

 Saya setuju dengan analisis Anda. Namun analisis Anda belum menyentuh akar dari semua persoalan ini, yaitu KESERAHAKAN manusia

 

__________________

------------

Communicating good news in good ways

Rya A. Dede's picture

dibungkus daun

Saya merindukan tempe yang dibungkus daun. Jangankan daun jati, Pak, yang pakai daun pisang saja sulit ditemukan di tempat saya.

Wah, pagi-pagi begini malah jadi lapar. Pengen makan buntil. Kemarin ada teman yang bawa bekal dari rumah: botok. Tapi dibungkus plastik. Trus, di sini orang bikin lontong juga pakai plastik. Rasanya tentu berbeda dengan yang dibungkus godhong.

Tapi dumbeg? Ndak pernah tahu, Pak...

Kata kaswan: Semoga bumi tetap menjadi bumi yang bersahabat....

Kata rya: Semoga manusia sadar untuk bersahabat dengan bumi

Purnawan Kristanto's picture

@Rya: Dumbeg di Rembang

 Saya bertemu dengan dumbeg di Rembang. Wilayahnya masih pedesaan.

 

__________________

------------

Communicating good news in good ways

antowi's picture

Pernah icip - icip

 Saya pernah makan tapi baru tahu namanya Dumbeg . Maklum cuma oleh - oleh dari saudara boss yang dulu 

__________________

Semut,bangsa yang tidak kuat, tetapi yang menyediakan makanannya di musim panas, Amsal 30:25

kaswan's picture

"Kesrakahan...."

Syallom Pak Pur..(Boleh ya saya panggil begini..?)

Akar permasalahan kalo mau diruntut ya ujung - ujungnya kejatuhan manusia dalam dosa.Wong kalo kita lihat dari zamannya  "Bopo Adam lan Ibu Hawa" keserakahan itu sudah ada koq..! ALLAH menyuruh mereka boleh makan 'apa saja' (coba gmn baik TUHAN itu..) yang ada dalam taman Eden dan cuma satu pohon saja yang ga boleh dimakan sama manusia itu yaitu buah pengetahuan baik dan buruk, tapi Hawa malah mengajak makan Adam buah terlarang itu.

Apa namanya itu ga "SERAKAH"..?? ya meski mereka kena rayuan maut si Ular tp kan mereka memutuskan mau menuruti bujukan itu.

Atau kita ramai - ramai melemparkan kesalahan sama "Bopo Adam dan Ibu Hawa"karena mewariskan dosa turunan itu..???saya rasa tidaklah demikian.Kita musti sadar bahwa kita manusia harus mau "sinau" lan instropeksi diri dan mau ngekang diri kita untuk tidak merusak lingkungan alam sekitar yang Tuhan telah anugerahkan kepada kita manusia untuk dimanfaatkan dan juga dipelihara....

Benar rya bilang semoga manusia sadar untuk bersahabat dengan bumi supaya bumi tetap menjadi bumi yang bersahabat .....

Nuwun......

Gusti Mberkahi......

laskris007

Purnawan Kristanto's picture

Save our Earth

Panggil saya " Wawan" saja [sambil menghentakkan kaki 3 kali].

Anda benar. Pada akhirnya UUD (Ujung-ujungnya Dosa). Tapi manusia [Kristen] terlalu sering menyalahkan Iblis dan dosa sebagai kambing hitam dari semua masalah. Celakanya setelah itu manusia tidak mau mengubah sikap dan mengambil tindakan untuk memperbaiki keadaan.

Seperti kata Anda, kita harus melakukan introspeksi dan "sinau" dari masa lalu. Termasuk di dalamnya mengkaji ulang teologi tentang perintah "Kuasailah bumi". Mari kita bersahabat dengan bumi, sebab dari milyaran planet yang ada di alam semesta ini, hanya bumi yang bisa ditempati oleh manusia.

 

__________________

------------

Communicating good news in good ways

pwijayanto's picture

nyalahkan Iblis dan "membenarkan" Tuhan..

Anda benar. Pada akhirnya UUD (Ujung-ujungnya Dosa). Tapi manusia [Kristen] terlalu sering menyalahkan Iblis dan dosa sebagai kambing hitam dari semua masalah. Celakanya setelah itu manusia tidak mau mengubah sikap dan mengambil tindakan untuk memperbaiki keadaan.

kalau nggak nyalahkan Iblis, berlindung dibawah kata-kata pamungkas, "ini sudah menjadi kehendak Tuhan"

Tsunami Aceh, Gempa jogja.... ya.. kehendak Tuhan khan...?!

=== salam, www.gkmin.net . ( jika hanya membaca Alkitab LAI, darimana tahu YHWH? Apakah Firman Tuhan kurang lengkap?)

__________________

=== salam, www.gkmin.net . ( jika hanya membaca Alkitab LAI, darimana tahu YHWH? Apakah Firman Tuhan kurang lengkap?)

Purnawan Kristanto's picture

Tuhan pun dikambinghitamkan

 Ya, Tuhan juga kadang dikambing hitamkan untuk kesalahan manusia. Ada orang mati karena terperosok jalan berlobang, maka hanya dihibur denan kata-kata: "Itu sudah kehendak Tuhan". Sementara jalannya masih dibiarkan berlobang.

Pada musim haji kemarin, Departemen Agama mengeluarkan sebuah iklan yang kira-kira pesannya begini: "Kalau mau jadi haji mabrur, nggak usah banyak mengeluhkan keadaan. Itu bagian dari cobaan untuk menjadi haji." Di sini Tuhan dimanfaatkan untuk menutupi kelemahan pengelolaan haji oleh Depag.

 

__________________

------------

Communicating good news in good ways