II Korintus 10:5 Kami mematahkan setiap siasat orang dan merubuhkan setiap kubu yang dibangun oleh keangkuhan manusia untuk menentang pengenalan akan Allah. Kami menawan segala pikiran dan menaklukkannya kepada Kristus....
Roma 1:20 Sebab apa yang tidak nampak dari pada-Nya, yaitu kekuatan-Nya yang kekal dan keilahian-Nya, dapat nampak kepada pikiran dari karya-Nya sejak dunia diciptakan, sehingga mereka tidak dapat berdalih.
Roma 1:21 Sebab sekalipun mereka mengenal Allah, mereka tidak memuliakan Dia sebagai Allah atau mengucap syukur kepada-Nya. Sebaliknya pikiran mereka menjadi sia-sia dan hati mereka yang bodoh menjadi gelap.
I Korintus 2:16 Sebab: "Siapakah yang mengetahui pikiran Tuhan, sehingga ia dapat menasihati Dia?" Tetapi kami memiliki pikiran Kristus.
Blog ini ditulis untuk merangkumkan pemahaman saya tentang topik kebenaran pengetahuan Kristen, khususnya diskusi dengan Cik Joli. Diskusi ini menyentuh aspek penting dari pengetahuan kekristenan. Seberapa kita bisa PASTI dan JELAS tentang kebenaran iman Kristen? Kalau kita sendiri tidak yakin akan kebenaran iman kita, bagaimana kita bisa mengklaim kebenaran pengetahuan tentang Allah? Blog ini merupakan sebuah catatan pinggir dalam arti hanya memuat rangkuman pemahaman yang penting. Catatan pinggir ini juga dipersembahkan untuk Cik Joli yang telah merangsang diskusi memasuki suatu kedalaman pemikiran yang menuntut kerja yang ekstra. Meskipun demikian, blog ini tidak berpretensi menjadi sebuah blog “tingkat tinggi” yang menuntut adanya studi teologis yang mendalam. Hal ini disebabkan latar belakang penulisan saya yang bukan seorang ahli teologi, tetapi hanya sebagai pemahaman seorang Kristen. Bahkan isi blog ini tidak dapat dikatakan sebagai pengantar studi teologi, hanya sebagai refleksi diskusi dalam pemahaman iman kita. Para pembaca dapat membaca diskusi dengan Cik Joli disini.
Pemilihan judul blog di atas meskipun kelihatan “angker”, tetapi judulnya saya anggap mewakili proses diskusi di blog terdahulu. Pengetahuan tentang Allah merupakan doktrin epistemologi Kristen yang paling mendasar. Tidak heran, John Calvin memulai bab di dalam bukunya Institutio dengan topik pengetahuan tentang Allah. Pengetahuan---lebih tepatnya Pengenalan---- akan Allah merupakan kewajiban setiap Kristen. Pengenalan akan Allah dituntut di dalam kehidupan kekristenan sepanjang hidupnya.
Hosea 6:3 Marilah kita mengenal dan berusaha sungguh-sungguh mengenal TUHAN; Ia pasti muncul seperti fajar, Ia akan datang kepada kita seperti hujan, seperti hujan pada akhir musim yang mengairi bumi."
Pengetahuan tentang bagaimana mengetahui dalam ilmu filsafat disebut epistemologi. Epistemologi mempelajari bagaimana kita dapat memperoleh pengetahuan, bagaimana kita membuat pengetahuan kita menjadi valid dan sah. Apakah pengetahuan kita BENAR? Bagaimanakah pengetahuan yang benar itu? Diskusi mengenai epistemologi pengetahuan telah menjadi studi yang didebatkan para ahli filsafat. Ada yang berpendapat bahwa pengetahuan kita tidak bisa menjangkau realitas yang ada, kita hanya bisa menyentuh bayang-bayangnya. Ada yang menyatakan pengetahuan kita didapatkan dari rasionalitas dan pengalaman kita. Rasionalisme dan Empirisme adalah dua aliran kubu besar yang mencoba menuntaskan masalah ini. Tetapi pada akhirnya selalu ada kelemahan-kelemahan yang diajukan oleh filsuf lain. Lalu, bagaimana dengan kekristenan sendiri? Bagaimana kita bisa menjustifikasi epistemologi kita? Bukankah kita juga akan terjebak dalam lingkaran epistemologi yang tak habis-habisnya? Lalu akhirnya akan berujung kepada skeptisisme dan relativisme. Semuanya penuh keraguan dan bersifat relatif. Tidak ada yang mutlak lagi. Dan, kebenaran tidak dapat dikenali dengan objektif lagi.
Setiap epistemologi mensyaratkan adanya presuposisi tertentu. Tanpa presuposisi, maka pengujian epistemologi tidak dapat dilakukan. Ketika kita menyatakan bahwa hanya kebenaran matematika adalah kebenaran objektif, maka kita sudah mempresuposisikan bahwa kebenaran hanya dapat dikenali secara objektif melalui filosofi matematika. Presuposisi harus diuji dengan DASAR dimana presuposisi dibangun. Setiap bangunan presuposisi harus dapat diuji berdasarkan DASARnya sendiri. Jika kebenaran matematika adalah kebenaran yang ultimat, apakah kebenaran ini bisa tahan uji oleh dasarnya sendiri? Bukankah di dalam ilmu matematika terdapat banyak angka ketidak-pastian? Bukankah filsafat matematika harus didasarkan atas suatu idealisme tertentu, misalnya kebenaran tentang angka tak terhingga, angka tak terdefinisikan. Dengan dasar uji ini, maka presuposisi kebenaran ultimat matematika tidak dapat dipertahankan. Setiap kebenaran yang tidak konsisten dengan sistemnya, akan ambruk. Setiap kebenaran yang mengandung ketidakbenaran sedang melawan dirinya sendiri. Dengan kata lain, setiap sistem ketidakbenaran mengandung suatu kontradiksi di dalamnya, sehingga akan menjatuhkan sistemnya sendiri. Lalu apakah presuposisi Kristen yang paling ultimat? Presuposisi dan epistemologi kristen didasarkan atas PENYATAAN ALLAH. Penyataan Allah adalah wahyu Allah di dalam sejarah dunia ini, khususnya melalui bangsa Israel dan akhirnya terwujud dalam kesaksian Alkitab. Puncak penyataan Allah adalah di dalam Kristus Yesus yang menyelesaikan segala rancangan dan kehendak Allah. Menyatakan bahwa kita TIDAK DAPAT memahami penyataan Allah dengan PASTI, itu berarti meremehkan penyataan Allah sendiri. Meskipun manusia telah terdistorsi oleh dosa, tetapi secara objektif, kebenaran wahyu Allah tetap dapat dikenal secara jelas oleh manusia.
Dengan demikian, pemahaman akan wahyu Allah merupakan titik penting dalam epistemologi kristen. Penyataan Allah bersifat FINAL dan merupakan KEBENARAN MUTLAK yang menentukan segala aspek kebenaran lain. Allah telah menyatakan DiriNya kepada manusia. Penyataan Allah adalah penyataan yang JELAS, CUKUP, KRUSIAL dan FINAL. Wahyu Allah kepada manusia JELAS, dalam arti Allah telah mewahyukan tindakan dan perbuatanNya dalam sejarah yang dapat dikenal dengan jelas bagi manusia. Manusia dapat mengetahui pengetahuan yang sejati mengenai wahyu Allah. Wahyu Allah kepada manusia CUKUP, dalam arti cukup dalam menyatakan kehendakNya untuk manusia. Wahyu Allah kepada manusia KRUSIAL, dalam arti pengetahuan manusia tentang kebenaran sejati hanya berdasarkan kepada kebenaran penyataan Allah. Wahyu Allah penting bagi pengetahuan manusia tentang bagaimana mengenal Dia. Manusia tidak dapat berusaha mengenal Dia TANPA mengenal penyataan Allah. Wahyu Allah kepada manusia FINAL, dalam arti tidak perlu ditambahkan kebenaran penyataan selain dari Allah sendiri.
Mengenal bagaimana Allah menyingkapkan DiriNya adalah suatu dasar epistemologi kristen yang tidak bisa di tawar-tawar. Penyataan Allah adalah rasional, dalam arti dapat dimengerti, ditelaah, dan dipercayai secara rasional oleh manusia. Allah tidak menciptakan manusia yang harus mempercayai suatu sistem secara irasional, karena itu konsistensi dalam memahami kebenaran penyataan Allah merupakan hal yang penting. Allah adalah Allah yang konsisten, tidak berkontradiksi di dalamNya sendiri, dan bereksistensi secara mandiri. Lalu bagaimana kita dapat memahami penyataan Allah? Bukankah pemahaman kita bisa berbeda-beda? Kalau ada 2 orang yang memahami penyataan Allah secara bertentangan, bagaimana kita bisa menentukan mana yang benar? Disinilah kita berhadapan dengan dilema justifikasi pengetahuan manusia. Apa dasar pengetahuan manusia? Bagaimana kita bisa mengetahui apa yang kita ketahui itu benar-benar BENAR?
PENGETAHUAN MANUSIA SEBAGAI CIPTAAN
Pengertian tentang perbedaan antara pengetahuan PENCIPTA dan CIPTAAN merupakan hal yang paling penting dalam memahami isu ini. Seberapa kita bisa mengetahui apa yang diketahui Allah? Apakah pengetahuan Allah SAMA seperti pengetahuan kita yang terbatas? Kita tentu sepakat bahwa pengetahuan Pencipta adalah sempurna di dalam diriNya sendiri. Allah secara tuntas memahami diriNya sendiri sehingga dapat disebut sebagai SATU SISTEM ABSOLUT. Pengetahuan Allah TIDAK TERGANTUNG kepada sesuatu di LUARNYA. Pengetahuan Allah jelas melebihi pengetahuan manusia. Pengetahuan kita terbatas, sehingga tidak mungkin tuntas, tetapi kita bisa memiliki pengetahuan tentang Allah yang sejati, cukup dan jelas. Dapat dikatakan bahwa pengetahuan manusia bersifat “analogis” terhadap pengetahuan Allah. Pengetahuan manusia adalah TURUNAN dari pengetahuan Allah. Pengetahuan manusia TIDAK BEBAS, tetapi TERIKAT kepada kebenaran pengetahuan Allah. Manusia TIDAK DAPAT memahami dirinya secara tuntas. Manusia harus mengikatkan dirinya kepada kebenaran di luarnya untuk memahami dirinya sendiri serta dunia ini. Karena itu, pengetahuan manusia adalah pengetahuan yang DICIPTA untuk TUNDUK kepada otoritas pengetahuan Allah.
Sifat pengetahuan manusia ini dapat kita lihat dari realitas hidup ini. Manusia SELALU membutuhkan sesuatu di luar untuk menjustifikasi kebenarannya. Ketika sedang membuktikan sesuatu, manusia HARUS mempunyai standar lain untuk membuktikan. Dia tidak bisa memakai standar DIRI untuk menilai segala sesuatu di dunia ini. Karena pengetahuan manusia adalah TURUNAN, maka apa yang dipahami manusia tentu mutlak dipahami oleh Allah. Tetapi bukan sebaliknya. Karena itu, untuk memahami Allah, Allah sendiri yang menyatakan DiriNya kepada manusia. Pengetahuan manusia tentang “sekuntum bunga” adalah SAMA SEPERTI Allah mengetahui tentang “sekuntum bunga”. Tentu Allah memahami secara kualitatif BERBEDA dengan pengetahuan manusia. Pengetahuan Allah yang sempurna mempunyai sifat kualitatif yang berbeda dengan pengetahuan manusia. Allah mengetahui lebih “mendalam” dan “menyeluruh” dibandingkan dengan pengetahuan manusia. Tetapi hasil riset manusia bahkan sampai bagian terkecil dari bunga MENCERMINKAN kebenaran pengetahuan Allah. Dapat dikatakan bahwa pengetahuan manusia tentang “sekuntum bunga” bersifat JELAS dan PASTI kebenarannya.
Hal yang lain mengenai bagaimana manusia mengetahui adalah setiap pengetahuan manusia mempunyai “konsep pembatas” (istilah Van Til ), dalam arti suatu pengetahuan manusia selalu dibatasi dengan suatu batasan supaya dapat memahami kebenaran dengan baik. Batasan ini bermaksud supaya pemikiran manusia dapat terintegrasi satu dengan yang lainnya. Pemikiran kristen khususnya mengenai doktrin harus memperhatikan hal ini, karena jika tidak, akan cenderung mendeduksi suatu premis kebenaran sehingga menyangkal premis yang lain. Contohnya : premis Allah kita ESA, yang jika dideduksi tanpa ada konsep pembatas, maka akan menyangkal doktrin Tritunggal. Hampir semua ajaran sesat sepanjang sejarah gereja melakukan kesalahan deduksi doktrin ini. Dengan demikian, konsep pembatas adalah BAGIAN kebenaran dari KESELURUHAN kebenaran yang akan menuntun kepada kebenaran itu sendiri. Dengan adanya konsep pembatas, maka manusia menyusun sistemnya sendiri dalam pemahaman akan keseluruhan kebenaran. Penyusunan sistem ini jika ditinjau dari sudut pengetahuan kristen dan hubungannya dengan wahyu Allah, maka setiap sistem manusia harus selalu dimulai dan diakhiri dalam sistem pengetahuan wahyu Allah.
Saat manusia membuat suatu sistem bagi dirinya sendiri mengenai isi wahyu yang diberikan kepadanya oleh Alkitab, sistem ini harus tunduk kepada Alkitab dan bukannya terpisah darinya. ( Cornelius Van Til ).
Kebenaran dari pernyataan Van Til di atas adalah pemahaman kebenaran yang sejati adalah pemahaman yang harus kembali kepada kebenaran sejati. Semua argumen tentang kebenaran harus kembali diuji oleh kebenaran itu sendiri, apakah secara konsisten dapat disebut benar. Argumen ini sering disebut argumen sirkular ( atau spiral ). Inilah dasar dari doktrin SOLA SCRIPTURA. Meskipun sederhana, doktrin ini adalah dasar dari pengujian segala argumen tentang kebenaran. Sola Scriptura merupakan salah satu contoh bahwa semua argumen kebenaran harus kembali diuji dengan kebenaran itu sendiri.
Implikasi Sola Scriptura berarti bahwa setiap pengajaran tentang Firman harus diuji oleh Firman. Alkitab harus menafsirkan Alkitab sendiri. Alkitab harus menjelaskan Alkitab sendiri. Kebenaran harus menjelaskan kebenaran itu sendiri. Ketika kita menjumpai ayat Firman yang kurang jelas, maka harus dijelaskan oleh ayat Firman yang jelas. Prinsip yang dipegang adalah prinsip yang konsisten dengan keseluruhan prinsip Alkitab. Setiap Bagian HARUS dimengerti dari keseluruhan. Keseluruhan harus menjelaskan bagian-bagian. Ini adalah prinsip terketat dari sola scriptura. Dengan kata lain, Alkitab harus menjustifikasi dirinya sendiri. Bukti luar yang mendukung Alkitab memang PENTING, karena segala kebenaran adalah kebenaran dari Allah. Alkitab harus bisa dipakai untuk menjustifikasi semua pemahaman orang Kristen.
Tetapi ketika kita memikirkan prinsip ini, bukankah ini menjadi semacam sirkulasi argumen yang klise? Bukankah SEBAIKNYA Alkitab didukung oleh bukti dan argumen dari manusia? Bukankah Alkitab mesti dimengerti oleh manusia? Siapakah yang berhak menyatakan bahwa pendapatnya tentang kebenaran Alkitab yang paling benar? Disinilah kita menjumpai adanya kebuntuan dalam epistemologi pengetahuan manusia. Mengapa ini terjadi? Karena standarnya telah bergeser menuju kepada kerelatifan pengetahuan manusia. Relatif dijadikan standar mengerti yang mutlak, bukan sebaliknya. Sehingga terjadi kekacauan epistemologi kebenaran. Muncullah berbagai paham pada zaman ini seperti New Age dan Postmodernisme. Relativisme adalah presuposisi dari segala epistemologi kebenaran. Kalau anda katakan anda paling benar, maka anda adalah orang yang sombong. Kalau anda menyatakan kesalahan orang lain, maka anda memutlakkan diri sebagai kebenaran absolut. Inilah kesalahan modernisme yang dikritik oleh postmodernisme. Lalu apakah epsitemologi absolut tentang kebenaran TELAH gagal? Bukankah itu berarti penyataan Allah DAPAT dipahami SESUAI dengan penafsiran manusia secara pribadi? Inilah dasar diskusi saya dengan Cik Joli yang merupakan pertanyaan paling SUSAH dijawab secara tuntas.
Jika manusia dapat memahami secara BEBAS, dan memutlakkan dirinya sambil mengganggap yang lain juga mutlak benar, bukankah itu adalah penyelesaian dari segala pencarian epistemologi kebenaran? Saya benar, anda juga benar, dan mereka juga benar. Maka masalah sudah selesai, apa yang mesti diributkan? Its none of our business to interupt others business. Kekristenan harus berdiri melawan segala relativisme ini. Kalau setiap orang adalah benar, maka kebenaran menjadi OMONG KOSONG. Maka dunia akan penuh kebenaran. Kejahatan akan menjadi ABSURD. Tetapi REALITA tidak menunjukkan begitu. Dan kalimat “ setiap orang adalah benar” adalah kalimat yang meruntuhkan dirinya sendiri. Silakan dipikirkan implikasinya dari kalimat ini. Penyataan Allah, khususnya dalam Alkitab, adalah penyataan yang dapat dengan objektif dan jelas dipahami oleh manusia. Kita menggunakan Alkitab sebagai nilai tertinggi untuk menilai segala argumen. Kita menggunakan ALkitab dengan mengingat bahwa Alkitab TIDAK BOLEH berkontradiksi dengan dirinya sendiri. Kita menggunakan Alkitab dengan mengingat prinsip bahwa setiap argument kita juga harus diuji oleh Alkitab sendiri. Kita menggunakan Alkitab dengan mengingat bahwa kita juga sedang dihakimi oleh Firman. Manusia bukan kebenaran absolut, manusia diciptakan HARUS terikat kepada kebenaran. Pengetahuan tentang Allah adalah syarat untuk memahami pengetahuan tentang manusia.
Meskipun demikian, orang Kristen DAPAT memahami dan mengerti kebenaran Allah secara PASTI. Orang kristen dapat menggunakan kebenaran Allah sebagai hakim tertinggi untuk menghakimi segala ketidakbenaran. Orang Kristen harus menyadari dia bukan kebenaran absolut, tetapi dia dapat dipimpin ke dalam kebenaran dan menggunakan kebenaran itu secara jelas dan pasti melawan segala ketidakbenaran. Sdr Hai-hai, SF, JF, Vantillian, Purnomo, Purnawan K, Joli, dan semua blogger BUKAN kebenaran itu sendiri. Tetapi kalau kita dipimpin oleh kebenaran, maka adalah tanggung jawab kita menyatakan kebenaran yang absolut. Pada saat itu, kita bukan memutlakkan diri, tetapi kita bergantung kepada kemutlakkan kebenaran itu sendiri. Kebenaran itulah yang membenarkan kita untuk menguji segala penilaian. Orang Kristen dipimpin oleh Roh Allah. Roh Allah adalah kebenaran sejati. Roh Allah yang memimpin kita ke dalam kebenaran Alkitab. Kebenaran Alkitab menjadi justifikasi segala pengetahuan kita. Justifikasi pengetahuan kita harus diuji kembali oleh Alkitab. Dengan demikian kita akan mengetahui, kita dipimpin oleh Roh Kudus. Setiap ajaran yang tidak MASUK ke dalam sirkulasi ini, maka berpotensi menyesatkan dan menyimpang dari kebenaran. Orang yang “katanya” dipenuhi Roh Kudus, tetapi mengajarkan ajaran yang tidak sesuai dengan Alkitab, maka orang tersebut harus dipertanyakan.
Setiap manusia membutuhkan justifikasi kebenaran DARI LUAR. Supaya setiap orang kristen dapat memahami ajaran kristen dengan baik, maka semua orang kristen seharusnya mengingat POLA SIRKULAR dari pengertian kebenaran di atas. Justifikasi setiap orang kristen adalah kebenaran Alkitab. Itu berarti orang kristen dituntut mengikatkan diri kepada kebenaran tanpa hentinya. Itu berarti kita harus selalu dipimpin oleh Roh Allah. Itu berarti kita menguji smeua pengetahuan kita melalui Firman. Itu berarti kita juga menguji semua pengetahuan melalui Firman. Karena semua STANDAR justifikasi pengetahuan manusia adalah SAMA, yaitu kebenaran di LUAR manusia. Dari argumentasi sirkular ini, kita akan mematahkan segala siasat dan menundukkannya kepada pikiran Kristus.
SISTEM TEOLOGI KEKRISTENAN
Cik Joli, kalau orang Kristen memahami ajaran Alkitab terbagi atas beberapa golongan seperti Calvinisme, Armenianisme, Injili, Methodist, Baptis, Fundamentalis dan sebagainya, maka itu adalah pemahaman masing-masing aliran terhadap keseluruhan ajaran Alkitab. Nah, yang manakah yang paling sesuai dengan Firman? Apakah setiap ajaran BERHAK mengklaim dirinya PALING memahami Alkitab secara benar? Tentu saja BERHAK. Kalau tidak, kita akan terjebak ke dalam relativisme ajaran kristen. Masalahnya adalah apakah setiap sistem teologi BISA dan BERANI melewati ujian kebenaran sirkular di atas? Apakah setiap ajaran SELALU setiap saat bisa duji oleh KESELURUHAN ajaran Alkitab, dan bukan hanya BAGIAN tertentu dari Alkitab? Apakah setiap ajaran bisa diuji oleh BAGIAN tertentu dari Alkitab dengan memperhatikan KESELURUHAN ajaran Alkitab? Sistem teologi harus saling menguji dan diuji. Sistem teologi harus menjadi sistem dimana kebenaran Alkitab ditegakkan dan bukan keseluruhan teologi yang menguji Alkitab. Semua sistem teologi adalah sistem pengetahuan manusia yang mencoba memahami Alkitab. Lalu apakah setiap sistem teologi TIDAK DAPAT memahami kebenaran secara TUNTAS dan SEMPURNA? Kalau tidak dapat, bagaimana mungkin dapat menjadi penilai ajaran yang menyimpang? Terhadap pertanyaan di atas, maka harus kita katakan bahwa sistem teologi dapat menjadi sistem yang memahami Alkitab secara tepat dan benar. Setiap sistem teologi dapat memahami Alkitab dalam KESELURUHAN dan BAGIAN dari Alkitab secara pasti. Kepastian ini TIDAK meniadakan sistem teologi ini menjadi TIDAK BISA DIUJI, tetapi membuat sistem teologi menjadi TAHAN UJI. Pengetahuan manusia tidak dapat mencapai ketuntasan dan kesempurnaan dalam memahami semua misteri pengetahuan TURUNAN dari pengetahuan Allah. Tetapi pengetahuan manusia DAPAT dan MAMPU memahami penyataan Allah secara benar dan cukup. Benar dan cukup untuk dapat menilai ajaran yang menyimpang. Mengapa? Karena adanya pribadi Roh Kudus yang memimpin kita ke dalam kebenaran Firman.
Lalu, bagaimana kita dapat mengetahui suatu sistem teologi LEBIH mendekati kebenaran Alkitab? Dengan mengujinya berdasarkan BENTUK dan ISI pengetahuan manusia yang didasarkan atas pengetahuan Firman. Firman Allah tidak mungkin menyangkal dirinya sendiri, karena itu berlaku untuk sistem teologi. Firman Allah itu konsisten, demikian juga seharusnya suatu sistem teologi. Firman Allah tidak berkontradiksi dengan dirinya, demikian juga suatu sistem teologi. Firman Allah koheren dengan dirinya sendiri. Demikian seharusnya suatu sistem teologi. Itulah pengujian secara BENTUK.
Firman Allah dijelaskan dan diuji oleh Firman Allah, demikian sistem teologi juga diuji dan dijelaskan oleh Firman Allah. Kejelasan Alkitab menjadi dasar bagi setiap penafsiran yang dilakukan manusia. Demikian juga sistem teologi yang menafsirkan Firman. Itulah pengujian secara ISI. Filsafat dunia TIDAK MUNGKIN dapat menguji Alkitab, karena bukan merupakan kebenaran baik dari isi maupun bentuk. Semua filsafat dunia membutuhkan sistem kebenaran di luar dirinya, karena kalau tidak, akan meruntuhkan sistemnya sendiri.
Cik Joli, inilah catatan pinggir yang dapat saya persembahkan untuk anda. Catatan pinggir ini hanya secuil dari pemahaman tentang kebenaran, tetapi hampir merupakan keseluruhan pemahaman saya mengenai topik ini. Dengan kata lain, hampir semua pemahaman saya tentang topik besar ini HANYA BISA dikategorikan sebagai catatan pinggir, dengan sedikit istilah teknis yang tidak perlu. Semoga anda diberkati melalui tulisan ini.
Vantillian.. tengkiu somat
Vantillian : Blog ini merupakan sebuah catatan pinggir dalam arti hanya memuat rangkuman pemahaman yang penting. Catatan pinggir ini hanya secuil dari pemahaman tentang kebenaran, Catatan pinggir ini juga dipersembahkan untuk Cik Joli yang telah merangsang diskusi memasuki suatu kedalaman pemikiran yang menuntut kerja yang ekstra
Vantillian, terima kasih banyak pak guru, tulisan blog ini dipersembahkan untuk Joli? jadi terharu oiii ..
Vantillian meski blog ini catatan pinggir, hanya secuil dari pemahaman tentang kebenaran, terus terang masih terlalu berat juga bagi Joli untuk mengerti, step-by-step ya.. ini di print sik, untuk di mengerti, maklum kapasitas otak terbatas, dan perlu anugerah dari Sang Benar, untuk mengerti ini, ya anugerah sesuai kerelaanNYA..
Ini mungkin sebagian jawaban yang Joli cari, karena "ke-benar-an ke-betul-an" yang Joli lihat dan alami, bisa bergeser, bisa berubah makna, bisa juga berubah arah, termasuk yang katanya kebenaran "firman"
Udahan dulu ya.. nanti sambung lagi.. met hari minggu..
@joli : TUHAN yang BIADAB
Jesus Freaks,
"Live X4J, Die As A Martyr"
-SEMBAHLAH BAPA DALAM ROH KUDUS & DALAM YESUS KRISTUS-
Jesus Freaks,
"Live X4J, Die As A Martyr"
-SEMBAHLAH BAPA DALAM ROH KUDUS & DALAM YESUS KRISTUS-
@JF.. emang kamu bisa apa?
Dear JF..
Tuhan adalh Pencipta, Manusia adalah ciptaan
Bila Pencipta BIADAB, emang manusia bisa apa? emang apa yang akan JF lakukan? NGGAK ngaruh apa-apa terhadapNYA..
JF : TUHAN itu BIADAB,
Sooo what gitu loh.. JF.. nggak pa-pa.. DIA mau apa dan bagaimana.. terserah DIA lah..
JF : Pengetahuan atau pengenalan akan TUHAN hanyalah PERNYATAAN TUHAN itu sendiri, diluar itu CUMA SKSDSTTT.
Bener tuh kita CUMA SKSDSTTT. tapi walaupun cuma SKSDSTTT lha mbok yao agak mendekati PernyataanNYA gitu lo.. maka-nya ni Vantillian nulis dengan sistematik untuk membuat kita lebih mendekat dengan "kebenaran"
Tuhan memang "biadab"
melihat anak kecil yang tidur di trotoar samping tempat kerjaku, dan mengingat pula bahwa segala sesuatu Dia yang ciptakan, aku berpendapat, TUhan emang biadab.
but the one who endure to the end, he shall be saved.....
but the one who endure to the end, he shall be saved.....
Bukan meremehkan penyataan Allah
Epistemologi adalah pengetahuan tentang bagaimana mengetahui dalam ilmu filsafat
Rasional yaitu dapat diterima oleh akal dan pikiran, dapat ditalar sesuai dengan kemampuan otak. Hal-hal yang rasional adalah suatu hal yang di dalam prosesnya dapat dimengerti sesuai dengan kenyataan dan realitas
empiris berarti suatu keadaan yang bergantung pada bukti atau konsekuensi yang teramati oleh indera. Data empiris berarti data yang dihasilkan dari percobaan atau pengamatan.
Vantillian, banyak istilah keren yang Joli lum ngerti, jadi mesti nanya ke mbak wiki... dan apa yang sekarang sedang Joli pikir kayaknya Vant tahu.. wah-wah lumayan sakti juga dikau..
Ada yang menyatakan pengetahuan kita didapatkan dari rasionalitas dan pengalaman kita.
Vant bukankah hal diatas wajar, dan memang begitu?
Setiap epistemologi mensyaratkan adanya presuposisi tertentu. Presuposisi harus diuji dengan DASAR dimana presuposisi dibangun.
Ya setuju, mesti ada syarat dan kondisi presuposisi tertentu lebih dahulu.
Joli suka matematika, meski belum tahu filosofi matematika, membaca tulisan Vantillian, jadi kepingin mempelajari matematika lagi. Yang Joli tahu matematika adalah dasar, atau bisa juga di pakai presuposisi ilmu-ilmu yang lain. Matematika meliputi logika, aritmatika, dan geometri. Paling suka sih aritmatika, utak atik angka, ilmu hitung, mempelajari "operasi" bilangan, buat rumus, wah kalau bisa menemukan persamaan sueneng-e pol, sama ketika Joli belajar alkitab asyik nya kayak asyiknya rumus differensial klik disini . Geometri ilmu ukur ruang juga suka sih, tapi tidak se-asyik aritmatika.
Ketka Valitiilan said :Bukankah di dalam ilmu matematika terdapat banyak angka ketidak-pastian? Bukankah filsafat matematika harus didasarkan atas suatu idealisme tertentu, misalnya kebenaran tentang angka tak terhingga, angka tak terdefinisikan. Dengan dasar uji ini, maka presuposisi kebenaran ultimat matematika tidak dapat dipertahankan. Setiap kebenaran yang tidak konsisten dengan sistemnya, akan ambruk.
Apakah benar kebenaran matematika tidak konsisten dengan sistemnya? sehingga kebenaran matematika akan ambruk? Bukankah hingga sekarang masih dipakai untuk dasar berpijak berbagai ilmu?
Joli percaya ama matematika.. dan kesepakatan-kesepakatan awal yang dibuat oleh matematika.. presuposisi-nya
Nah kalau mau nanya lebih lanjut lagi.. kok bisa 1 adalah 1 dan 1+1=2 ini menjadi kesepakatan bersama secara umum.. itu yang joli nggak ngerti.. juga bilangan biner dll.. TIDAK mengerti bukan berarti hal2 tersebut salah kan? juga bukan berarti hal2 tersebut tidak konsisten kan?
Wah jadi mumet ni.. bila ngomongin beginian..
Vantillian : Presuposisi dan epistemologi kristen didasarkan atas PENYATAAN ALLAH. Menyatakan bahwa kita TIDAK DAPAT memahami penyataan Allah dengan PASTI, itu berarti meremehkan penyataan Allah sendiri.
Kan Vant said " pengetahuan manusia selalu dibatasi dengan suatu batasan supaya dapat memahami kebenaran dengan baik. Batasan ini bermaksud supaya pemikiran manusia dapat terintegrasi satu dengan yang lainnya."
Jadi bila kita TIDAK DAPAT memahami penyataan Allah dengan PASTI, itu BUKAN berarti meremehkan penyataan Allah sendiri. Tetapi memang karena baru sampai kepada kebenaran yang terbatas itu tadi..
Hal kebenaran firman sambung lagi besok ya.. masih buanyak hal yang belum ngerti.. lumayan berat dan padat sih tulisan Vantilian ini.. tetapi seneng sekali bisa bertanya kepada pak guru Vantillian.. terima kasih ya Vant.. semoga sabar dalam menjelaskan Joli..
Joli, Filsafat idealis matematika....
Joli, maafkan saya baru membalas komentar anda karena kesibukan dan kepergian keluar kota. Matematika adalah ilmu yang jadi "momok/hantu" bagi hampir semua murid, termasuk saya...Tetapi jika mempelajari dengan benar, matematika adalah ilmu yang menggetarkan sekaligus mengandung unsur estetika yang sangat luar biasa...Saya suka membaca buku matematika yang dibahas populer..Tetapi memang, ilmu mate terlalu susah...Rene Descartes mendasarkan presuposisinya berdasarkan mate..Dialah pencetus paham rasionalisme...Sehingga ilmu yang rasional identik dengan kebenaran matematika...Padahal tidak demikian...Sehingga muncul pendapatr seperti yang Joli tuliskan :
Yang Joli tahu matematika adalah dasar, atau bisa juga di pakai presuposisi ilmu-ilmu yang lain. Matematika meliputi logika, aritmatika, dan geometri
Matematika memang ilmu yang dahsyat...Tetapi bukan kebenaran yang ultimat...Di dalamnya diajarkan logika kebenaran, cara berpikir, analisa ruang dan angka. Tentu ini merupakan DASAR bagi mempelajari ilmu lain seperti fisika, kimia, biologi, astronomi, tetapi KEBENARAN mate BUKAN presuposisi kebenaran ilmu sains. Matematika hanya ALAT, bukan PENGUJI kebenaran sains. Matematika kadang disebut ILMU PASTI. Sayang sekali KEPASTIANNYA sepasti apa, tidak ada yang bisa mengukurnya. Kebenarannya SANGAT tergantung kepada konsistensinya, koherensi hasil, dan manfaatnya ( utility ). Dengan kata lain, kebenaran matematika TERNYATA mensyaratkan adanya kebenaran LAIN, yang Vant sebut sebagai filosofi idealisnya matematika. Apa yang ada DIBELAKANG ilmu matematika? Apa yang menjustifikasinya?
Yang lebih gila, ada yang menguji PENYATAAN KRISTEN berdasarkan teori matematika. Apakah matematika adalah ilmu YANG PALING konsisten? Apakah kebenaran 1+1= 2 adalah kebenaran yang paling konsisten dan menentukan kebenaran ilmu lain? Jika kita berpikir dan mereduksi terus menerus, maka yang tersisa adalah BAHASA matematika. Bukankah bahasa matematika harus DITENTUKAN dulu secara benar barulah bisa menentukan kebenaran aksioma yang lain? Sebuah kebenaran program komputer sangat bergantung kepada bahasa pemogramannya. Lalu apakah bahasa matematika adalah yang paling ultimat? Inilah yang dibangga-banggakan oleh para filsuf LINGKARAN WINA yang menekankan masalah verifikasi bahasa. Bahasa kebenaran harus bisa diverifikasi secara benar. Barulah kebenaran bisa ditegakkan. Bahasa yang AMBIGU dan penuh keraguan TIDAK BISA dijadikan standar kebenaran. Ini adalah puncak filsafat logosentris. Sayang sekali, kita bisa bertanya kembali : Kebenaran verifikasi apa yang bisa menjustifikasi STANDAR JUSTIFIKASI yang menguji bahasa itu sendiri? Bukankah standar itu memerlukan standar sendiri untuk diuji? Sampai disini kebuntuan semua pemikiran manusia yang paling rasional. Akhirnya manusia harus berpaling kepada satu-satunya jawaban yang bisa diterima yaitu : POSTMODERNISME... Itulah kebenaran versi otonomi manusia. Penuh kontradiktif dan antitesis yang tak habis-habisnya. AKhirnya semuanya kembali kepada KEBENARAN DIRI. SAYA yang menentukan kebenaran.
NB : jangan panggil saya pak guru lah...Jadi grogi ntar, haha
Joli, link mengenai topik ini...
Joli, kalau anda menyukai mengenai topik kebenaran matematika, anda bisa membaca disini (tapi dalam bahasa inggris). Pdt Joshua Lie juga pernah membahas topik ini dalam suatu seminar ( menurut teman saya) dan teman saya pernah mengirim artikelnya ke email saya. Sayang sekali mungkin sudah terhapus sehingga saya lupa judulnya. Pembahasannya sangat baik, mengenai hubungan sains/matematika dengan teologi
Vantillian, piye= bagaimana
Joli...sistem tertutup...
Dan sejujurnya, para teolog, kalau kita mau mengikuti dari awal, sebenarnya mereka pasti juga ada pergeseran pemahaman.. bukankah demikian? bagaimana bisa claim bener-bener "benar"??
Pengetahuan kita tidak sempurna, hanya terdiri dari partial-partial. Dalam hidup, kita terus merekonstruksi dan menimbang, mengubah pemahaman kita. Itu benar. Lalu bagaimana kita bisa yakin kita benar? Bukankah pemahaman yang kita rekonstruksi TIDAK BISA dijadikan landasan benar secara mutlak? Karena itulah saya menjelaskan bahwa pengetahuan kita adalah turunan, berarti pengetahuan kita harus berada di satu sistem yang menurunkannya. Itu berarti suatu sistem pengetahuan yang tertutup. Dan itu adalah sistem pengetahuan kesempurnaan mutlak yang benar. Karena turunan, maka setiap BAGIAN/partial pengetahuan kita harus diuji atau DITUTUP dalam sistem tersebut. Karena pengetahuan manusia terbatas. Tetapi keterbatasan manusia dibatasi dan ditutup oleh suatu sistem pengetahuan sempurna. Itulah Firman. Kalau kita mengklaim diri benar, apakah kita dapat benar-benar "benar"? Bukankah benar kita adalah turunan? Kalau adalah turunan, apakah kita akan mengujinya dengan sistem yang menurunkannya? Kalau sikap kita begitu, itu namanya rendah hati, bukan kekeh jumekeh. Setiap aliran teologi harus ditutup oleh sistem tertutup. Karena itu saya sering menuliskan kebenaran harus kembali kepada kebenaran. Itu sistem tertutup dari pengetahuan. Setiap manusia yang mengklaim dirinya benar, lepas dari sistem tersebut, dan akhirnya memutlakkan dirinya sendiri. Padahal SEMUA manusia tahu dan percaya, TIDAK ADA kemutlakan kebenaran DI DALAM DIRINYA sendiri. Nah, masalahnya adalah apakah kita RELA pengetahuan kita DIKUNCI dalam sistem tertutup dari FIRMAN?
bagaimana bila para teolog pinter sudah terbitin buku, sudah banyak pengikut, tiba-tiba aja menemukan "kebenaran" di alkitab, dan itu merupakan pemahaman yang berbeda dengan buku2 yang ditulis sebelumnya piye? bagaimana?