Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Diet Nabi Daniel

andryhart's picture

Sri Paduka Pakualam IX, wakil gubernur DIY, mengatakan dalam kunjungan kerja beliau ke wilayah Gunung Kidul bahwa masyarakat di sana tidak perlu takut akan krisis pangan karena mereka menanam sayuran, kacang-kacangan, umbi-umbian dan pohon buah di pekarangan rumah atau kebun mereka. Semua makanan ini merupakan sumber vitamin, mineral, antioksidan (sayuran dan buah), protein nabati (kacang-kacangan) dan energi (umbi-umbian). Penduduk di sana juga memelihara ternak seperti unggas dan ikan air tawar (lele) sebagai sumber protein hewani. Di samping itu, mereka bisa mendapatkan ikan-ikan kecil (wader) dari sungai atau bahkan belalang, laron dan kepompong jati sebagai sumber protein.

Ketika membaca berita di koran Bernas tersebut, saya teringat saat mengunjungi Seoul Korea Selatan. Kondisi alam di sana lebih parah daripada di Gunung Kidul. Pada saat musim dingin tidak ada satu pun tanaman yang tumbuhan. Peternakan juga tidak ada di sana karena sumber pakan ternak tidak tersedia. 

Namun masyarakat Korsel tetap hidup sehat dengan angka kegemukan kurang dari 20 persen (bandingkan dengan Amerika yang melebihi 60 persen). Kepandaian mereka juga tidak kalah dengan bangsa maju lainnya (terbukti dari produk Samsung, Hyundai dll.) sementara di Olympiade pun mereka menempati urutan atas bersama AS dan Cina. Menurut tour guide saya, hal ini terjadi karena masyarakat Korsel menganggap makanan tradisionalnya sebagai kultur yang harus mereka pelihara. Ketika saya mencoba makan di restoran tradisional Korea, saya mendapatkan hidangan berbagai sayuran dengan kimchi (semacam asinan) sebagai sayuran yang dominan, rumput laut dan ikan tawar (yang diperoleh dari sungai Han yang sangat besar dan bebas dari pencemara). Mereka juga memakan sedikit nasi dengan tidak meninggalkan keraknya. Untuk memakan kerak nasi, mereka menyediakan satu teko air putih sebanyak 1 liter untuk dituang pada mangkuk nasi (dari batu) yang masih mengandung kerak dan membuat "rice soup". Setelah minum rice soup ini, saya tidak ingin tambah nasi karena sangat kenyang (mungkin akibat kandungan pati resisten dalam kerak nasi). Mereka juga menggunakan sumpit dari besi yang lebih licin dari sumpit kayu sehingga kita tidak bisa makan banyak (bandingkan jika kita memakai tangan untuk menyuap nasi).

Budaya makan ini mengingatkan saya kepada kisah Nabi Daniel dkk yang membuat eksprimen dengan memakan sayuran dan minum air putih selama 10 hari untuk kemudian membandingkan kesehatan mereka dengan orang-orang yang memakan hidangan raja (kaya lemak jenuh). (Untuk detailnya,baca buku "Sembuh karena Iman, Harapan dan Kasih, Penerbit Kanisius). Jadi jika kita ingin hidup sehat dan bertubuh "slim," ada cara yang sederhana, yaitu: ikutilah pola makan masyarakat Korsel (di Indonesia, pola makan masyarakat tradisional Jawa yang tinggal di pedesaan) atau berpuasa ala Nabi Daniel selama 10 hari setiap bulannya.

__________________

andryhart

clara_anita's picture

@dany: ada tips diet lain tidak?

Salam Dany, Terima kasih ya tips dietnya... kebetulan saya juga sedang coba-coba beralih ke vegetarian meskipun tidak terlalu ketat. Masih toleran pada daging demi sosialisasi dengan teman ^^(teman-teman saya tidak suka daging, dan gemar menjuluki saya kambing karena hanya makan sayur). Tapi kalau soal nasi agak susah ya... Syukur sekarang saya sudah tidak terlalu bergantung pada nasi karena saya ganti dengan konsumsi gandum. Tapi awalnya susah banget... maklum orang Jawa, kalau belum makan nasi ya namanya belum makan :P BTW, ada tips diet lainnya tidak? Kalau ada, boleh dong bagi-bagi :) GBU anita
andryhart's picture

Nasi vs gandum

Gandum yang tersedia di Indonesia umumnya berbentuk tepung dan makanan jadi seperti roti, mie dll. Gandum ini bukan gandum yang utuh kecuali whole wheat flour yang dipakai untuk membuat whole-wheat bread (roti gandum). Dalam pembuatan roti gandum utuh pun, pabrik roti sering menambahkan telur untuk memperbaki rasanya. Nasi dapat dibagi dua: nasi beras giling (polished rice) atau beras tumbuk (pounded rice). Nasi beras merah mungkin bisa digolongkan beras giling sebagian karena kalau dipolish berkali=-kali seperti beras giling yang putih bersih dan lezat, tentu warna merahnya akan hilang. Anjuran saya pertahankan saja makanan tradisional kita dengan beras, jagung, sagu dan umbi-umbian sebagai makanan sumber energi. Kita tidak usah beralih kepada gandum (kecuali jelai = gandum berserat yang merupakan makanan kelas dua di AS karena tidak lezat, yang dimakan Yesus dengan para rasul?) dan tetap bertahan dengan nasi tetapi cobalah makan lebih hemat jika memang anda memiliki berat badan berlebih.
__________________

andryhart