Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Di Tepi JALAN DAENDELS (1) Gereja dengan Bisnisnya

Purnomo's picture

            Februari 2013. Beberapa menit setelah menyusuri Jalan Daendels ke arah barat, mobil kami berbelok ke kanan memasuki jalan kecil. Di sisi kanan ada ladang jagung yang hampir panen. Cerita temanku ladang yang terletak tepat di pinggir jalan Daendels ini luasnya 1 ‘iring’ (ini terminologi lokal = 1/4 hektar = 2500 meter persegi) dan pernah ditawarkan dengan harga 100.000 rb.




          Di ujung ladang itu kami berbelok ke kanan dan tiba di sebuah gereja. Di gereja ini kami akan bertemu dengan anggotanya untuk membicarakan proyek pemberdayaan jemaat pedesaan dalam bentuk meminjami modal usaha. Meminjami, bukan memberi.

           Temanku bercerita lahan itu telah dibeli oleh seorang Katolik dan dipinjamkan kepada gereja kecil itu. Gereja menanaminya dengan jagung dan biayanya diambil dari kas gereja sebesar 1200 rb. Itu hanya untuk membeli bibit dan pupuk saja. Lalu upah tenaga untuk menanam bibit, menyirami, membersihkan rumput, memberi pupuk berapa? Tidak ada. Semua dikerjakan secara gotong royong oleh anggota gereja tanpa upah, bahkan tanpa gereja menyediakan makanan dan minuman. Sebentar lagi panen, karena jagung hanya butuh waktu 3 bulan. Hasil panen bisa bernilai 3000 rb sampai 3500 rb.

            Lalu bagaimana sistim bagi hasilnya? Pemilik lahan mendapat 1/3 bagian atau 1000 rb bila hasil jualnya 3000 rb. Sisanya untuk gereja 2000 rb dipotong modal 1200 rb, laba bersih masuk kas gereja 800 rb atau 67% dari modal. Lumayan!


 

           Biasanya, pertanyaan yang muncul bila aku mengisahkan gereja dengan bisnisnya ini adalah “apakah alkitabiah gereja punya bisnis?”

          “Tidak alkitabiah,” jawabku, “juga tidak alkitabiah gereja-gereja besar tidak mengulurkan tangan kepada gereja-gereja kecil tanpa peduli denominasinya. Juga tidak alkitabiah bila kamu dan aku hanya ribut mengritik mereka tanpa berbuat apa-apa. Jadi mana yang PALING tidak alkitabiah dari 3 perkara ini? Please tell me.” Smile

 

** Februari 2013