Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Di dalam masalahpun Tuhan turut bekerja

tonypaulo's picture

Rom 8:28 

(ITB)  Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah. 

(KJV)  And we know that all things work together for good to them that love God, to them who are the called according to his purpose. 

Sungguh dahsyat Tuhan Allah yang orang percaya sembah, bukan Allah “pembuat jam” yang ketika jam setelah selesai membiarkan “jam tersebut” bekerja dengan sendirinya. Ternyata ada suatu rahasia ilahi yang sebenarnya mengandung suatu kekuatan untuk menghadapi kesulitan hidup seberat dan sepahit apapun.

Rahasia ilahi ini harus dieksplorasi “habis-habisan” oleh anak Tuhan, bukan untuk “memanfaatkan” Tuhan namun mengerti  jika Allah dipihak kita, kesulitan atau masalah hidup bukanlah “lawan” kita yang besar

Rom 8:31  Sebab itu apakah yang akan kita katakan tentang semuanya itu? Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita?


Memang ketika masalah dan kesulitan dalam hidup itu datang, manusiawi sekali  jika kita merasa tertekan dan terintimidasi, karena sifatnya manusia ingin menikmati “kehidupan bebas hambatan” , namun hanya orang yang sudah “beristirahat dengan tenang” saja yang bisa menikmati itu


Dan 12:13  Tetapi engkau, pergilah sampai tiba akhir zaman, dan engkau akan beristirahat, dan akan bangkit untuk mendapat bagianmu pada kesudahan zaman."

Dulu pernah saya berpanggapan bahwa masalah-masalah manusia yang ada “bermukim” bersama dengan manusia disebabkan oleh dosa, jika manusia tidak jatuh dalam dosa, manusia tidak akan hidup dengan dan atau dalam masalah.

Namun ternyata tidak demikian, sebenarya di sorga pun ada “masalah”, pemberontakan iblis, tentu menjadi “masalah” yang tidak bisa saya jangkau “apa permasalahanya”, yang jelas pemberontakan iblis menyampaikan sesuatu pemahaman yang baru bagi saya pribadi (rhema) : ‘masalah itu memang harus ada……..’

Tanpa bermaksud untuk mempropagandakan bahwa anak-anak Tuhan harus menjadi “pembuat masalah”, ada beberapa hal yang dapat kita gali lebih dalam untuk semakin bertumbuh dalam penKejalan akan-Nya

Pertama ; mengapa masalah harus ada?

Jika saya ditanya ; masalah-masalah apa yang harus ada di hidup saya?

Saya akan menjawab secara diplomatis ; ‘ masalah yang membuat potensi dalam hidup saya berkembang’, saya coba untuk mengikuti teori manajemen konflik, yang menganjurkan ciptakanlah konflik-konflik yang sehat untuk menambah daya saing intern dan secara kolektif menambah daya saing kelompok tersebut. 

Seolah-olah jawaban diplomatis saya itu adalah jawaban yang mumpuni dan pamungkas, namun ternyata jika dilihat dari cara Tuhan memandang, tidak sama sekali. Bagi Tuhan segala sesuatu yang terjadi dalam hidup orang-orang yang dikasihi-Nya berharga, tidak ada satupun yang tidak. Berarti setiap permalahan hidup, sekecil, seremeh, seberat atau sepahit apapun tetap Tuhan “jadikan” sebagai media untuk mengali potensi hidup manusia.

Wow… buat saya ini dahsyat, Tuhan Allah Maha Kuasa, ternyata memiliki suatu keinginan kuat untuk terlibat detik demi detik dalam kehidupan orang percaya, Tuhan ”turun tangan” langsung untuk “membentuk dengan tangan-Nya” setiap kisah hidup orang-orang percaya secara pribadi dan secara kolektif. Tuhan tidak ingin “kehilangan” satu detikpun, karena dalam segala sesuatu IA ingin “terlibat” atau “dilibatkan” slalu dalam kehidupan orang-orang percaya, termasuk masalah-masalah kecil atau remeh, buat-Nya tidak ada yang kecil atau besar, IA menginginkan anda dan saya untuk memahami, lewat masalah atau dalam segala perkara IA ingin dilibatkan. 

Lalu apa Tuhan sengaja menciptakan “masalah” agar keberadaan-Nya tetap menjadi signifikan dan aktual?

Saya berani menjawab ; tidak!

Kemudian siapa dan bagaimana “masalah” itu terciptakan?

Sebelum lebih jauh mengeksplorasikan, terlebih dahulu saya ingin mendefinsikan apa itu masalah?

Pertama ; “masalah” adalah ketidakselarasan dengan kehendak Tuhan, kedua ; “masalah” itu adalah konsekuensi yang tak terhindari dari kehidupan/organis

Iblis ketika mencoba untuk “menyamai” Tuhan, ia sendiri menjadikan dirinya tidak selaras lagi dengan kehendak Tuhan, bagaimana yang diciptakan hendak menyamakan dirinya dengan penciptanya?

Yes 29:16  Betapa kamu memutarbalikkan segala sesuatu! Apakah tanah liat dapat dianggap sama seperti tukang periuk, sehingga apa yang dibuat dapat berkata tentang yang membuatnya: "Bukan dia yang membuat aku"; dan apa yang dibentuk berkata tentang yang membentuknya: "Ia tidak tahu apa-apa"?

Demikian juga ketika Adam dan Hawa memutuskan untuk “tidak selaras” lagi dengan kehendak Tuhan, standar hidup manusia jatuh sedemikian drastis (dalam hal rohani).

Lalu dapatkah Tuhan melenyapkan masalah?

Dalam suatu kerangka pemahaman sebagai sesuatu yang hidup, sesuatu yang bergerak, sesuatu yang dinamis, sesuatu yang organis, masalah itu sebuah konsekuensi, tidak bisa tidak.

Tuhan bisa melakukan apapun, bahkan sampai  menjadikan anak-anak dari batu-batu ini, IA sanggup

 Mat 3:9  Dan janganlah mengira, bahwa kamu dapat berkata dalam hatimu: Abraham adalah bapa kami! Karena aku berkata kepadamu: Allah dapat menjadikan anak-anak bagi Abraham dari batu-batu ini!

Namun IA tidak melakukannya kan? IA tidak sampai hati untuk melakukannya

Bayangkan sejenak, ketika kita membuat  atau menciptakan sesuatu saja, misalnya robot sudah dimulai dengan masalah, robot apa yang akan dibuat, bagaimana cara membuatnya, dan setelah robot itu selesai dibuat, juga tidak akan lepas dari masalah, misalnya ; bagaimana bisa mengupgrade kemampuan robot tersebut, untuk hal yang geraknya sangat statis saja, masalah tidak akan meninggalkannya, apalagi untuk sesuatu yang dinamis dengan probabilitas tidak terhingga dan tidak terbatas.

Jadi untuk jawaban dari pertanyaan mengapa masalah harus ada? adalah ; ‘masalah memang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sesuatu yang organis, sesuatu yang hidup, sesuatu yang dinamis, dsb’

mungkin hanya kematian lah yang dapat memisahkan manusia dengan masalah (R.I.P) 

Kemudian pertanyaan kedua ; apa faedah dari adanya masalah?

Karena keberadaannya tidak bisa dihindari dan mutlak harus bersama dengan manusia, selanjutnya adalah penting bagaimana mendapatkan faedah dari adanya masalah?

Atau langsung saja bagaimana memanfaatkan masalah bagi pertumbuhan kerohanian orang-orang percaya?

Mungkin ada baiknya dulu masalah itu dipilah-pilah secara lebih spesifik lagi; saya mau memilahnya menjadi dua ; pertama masalah yang diakibatkan oleh kesalahan sendiri, kedua masalah yang tidak berkaitan langsung dengan perbuatan sendiri

Masalah dalam artian yang pertama, yang lahir dari kesalahan diri sendiri, faktor utamanya adalah ketidak-taatan atau ketidak-setiaan.

Setiap anak-anak Tuhan pasti pernah atau sering terlibat dalam masalah “jenis” ini ;

Tanpa bermaksud “menyalahkan” bapa Abraham, sebenarnya ketika dia disodorkan alternatif dari terlalu berinisiatifnya Sara, Abraham lebih memilih “taat” kepada kata istrinya dibandingkan memilih tetap taat kepada janji Tuhan

Sangatlah jelas janji Tuhan kepada Abraham ;

Kej 15:4  Tetapi datanglah Firman Tuhan kepadanya, demikian: "Orang ini tidak akan menjadi ahli warismu, melainkan anak kandungmu, dialah yang akan menjadi ahli warismu."

Kej 15:5  Lalu TUHAN membawa Abram ke luar serta berfirman: "Coba lihat ke langit, hitunglah bintang-bintang, jika engkau dapat menghitungnya." Maka firman-Nya kepadanya: "Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu."

Ketika Tuhan berjanji bahwa anak kandung yang menjadi ahli waris, pada saat itu Sara adalah istri Abraham, tentu anak kandung itu lahir dari Sara bukan lahir dari perempuan lain

Hanya saja Sara tidak “begitu” sabar menantikan janji Tuhan itu terKejapi, dan kemudian mengunakan rasio-nya sendiri untuk menentukan “cara kerja” Tuhan

Kej 16:2  Berkatalah Sarai kepada Abram: "Engkau tahu, TUHAN tidak memberi aku melahirkan anak. Karena itu baiklah hampiri hambaku itu; mungkin oleh dialah aku dapat memperoleh seorang anak." Dan Abram mendengarkan perkataan Sarai.

Sara menjadi penentu bagaimana Tuhan bekerja untuk rasio-nya, Sara sudah membatasi Tuhan dalam menepati janji-Nya, dan akibat perbuatanya sendiri Sara menjadi sangat tersiksa dan terhina, sehingga ia yang membuat masalah ia juga yang meminta masalah itu pergi dalam hidupnya (mengusir Hagar dan Ismael). Dan akhirnya lahirnya sebuah kaum yang kelakuannya seperti keledai liar

Kej 16:12  Seorang laki-laki yang lakunya seperti keledai liar, demikianlah nanti anak itu; tangannya akan melawan tiap-tiap orang dan tangan tiap-tiap orang akan melawan dia, dan di tempat kediamannya ia akan menentang semua saudaranya."

Setelah itupun Tuhan masih terus berinisiatif untuk meneguhkan janji-Nya kepada Abraham

Kej 17:15  Selanjutnya Allah berfirman kepada Abraham: "Tentang isterimu Sarai, janganlah engkau menyebut dia lagi Sarai, tetapi Sara, itulah namanya.

Kej 17:16  Aku akan memberkatinya, dan dari padanya juga Aku akan memberikan kepadamu seorang anak laki-laki, bahkan Aku akan memberkatinya, sehingga ia menjadi ibu bangsa-bangsa; raja-raja bangsa-bangsa akan lahir dari padanya."

Abaraham merespon dengan selera humor yang manusiawi dengan tipe “God must be crazy”

Kej 17:17  Lalu tertunduklah Abraham dan tertawa serta berkata dalam hatinya: "Mungkinkah bagi seorang yang berumur seratus tahun dilahirkan seorang anak dan mungkinkah Sara, yang telah berumur sembilan puluh tahun itu melahirkan seorang anak?"

Rasio Abraham menertawakan janji Tuhan, bukankah kita setiap anak-anak Tuhan juga sering seperti itu, bahwa rasio kita menertawakan janji Tuhan? kalau tidak mengapa Kekristenan di Indonesia ini biasa-biasa saja? Tidak seperti di Korea Selatan atau di Uganda atau di China?

Ketika Abraham dan Sara tidak taat kepada janji Tuhan, dengan mengupayakan “jalan lain” atau “alternatif” untuk “membantu” Tuhan dalam mengenapi janji-Nya, banyak sekali permasalahan yang ditimbulkan, tentu sudah menimbulkan goresan di hati Abraham dan Sara.

Ajaibnya Tuhan masih bekerja lewat permasalahan yang ditimbulkan oleh ketidaktaatan Abraham tersebut, karena Abraham mengasihi Tuhan dan ia membuktikannya ketika Abraham mau mempersembahkan Ishak kepada Tuhan.

Tanpa malu-malu sayapun justru sering lebih parah dari Abraham, walaupun saya mencintai Tuhan, namun sering saya mendahulukan “cara saya” (my way), namun ketika “cara saya” mentok dan gagal total, baru saya berseru-seru kepada Tuhan, agar “cara saya” itu “dibukakan” jalan. Belum sadar juga saya “memaksa” Tuhan, dengan cara “menyogoknya” dengan pelayanan, nazar-nazar, doa-puasa, dsb, agar keinginan saya dengan “cara saya” terwujud. Sampai akhirnya Tuhan yang selalu sering menyadarkan, bahwa saya yang harus mengikuti cara-Nya, bukan Tuhan yang harus mengikuti “cara saya”’, Tuhan nya kan DIA bukan saya.

Dahsyatnya lagi dari “cara saya” yang gagal total biasanya akan terakumulasi menjadi “bola salju” masalah, semakin lambat saya menyadarinya, semakin akan bergulir menjadi “besar”, sehingga “koreksi” yang Tuhan lakukan juga akan semakin besar terhadap kehidupan saya. Namun pemulihan dan pembelaan itu tetap berlaku terhadap saya, pembelaan Tuhan terhadap saya bukan membela kesalahan atau pelanggaran atau dosa saya, namun dengan lembut IA berkata ; jangan berbuat dosa lagi, yang dulu biarlah itu berlalu

1 Yoh 1:9  Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan.

Tentu setiap kesalahan itu mengandung suatu hukuman atau konsekuensi pahit, mudahnya jika terbakar karena main api, yah jangan terus mengaduh kesakitan, melainkan berhentilah main api dan ketika tergoda untuk main api, lihat dan perhatikanlah “luka bakar” yang sudah “mengering” sebagai suatu “tanda” bahwa main api itu pasti akan terbakar.

Begitu pula dosa-dosa yang manusia perbuat, walaupun dihadapan Tuhan sudah putih seperti salju, terkadang meninggalkan luka yang sangat dalam buat kehidupan manusia itu sendiri, walaupun pemulihan itu akan terus berlanjut, namun membutuhkan waktu untuk benar-benar pulih baik secara hati nurani maupun memori, tidak bisa tidak bahwa hati nurani dan memori itu harus dipelihara hanya dengan menyerahkan diri kepada kasih karunia-Nya saja.

Raja Daud, yang begitu dekat dengan Tuhan, suatu saat pernah memilih menyeburkan dalam masalah, ketika ia mengingini isteri orang lain dan bersiasat membunuh suami dari Batsyeba. Luka bathin yang harus ditanggung Daud sangatlah luar biasa…

Kesalahan Daud dimulai dari sini

2 Sam 11:1  Pada pergantian tahun, pada waktu raja-raja biasanya maju berperang, maka Daud menyuruh Yoab maju beserta orang-orangnya dan seluruh orang Israel. Mereka memusnahkan bani Amon dan mengepung kota Raba, sedang Daud sendiri tinggal di Yerusalem.

Harusnya Daud ikut berperang pada waktu itu, namun Daud memilih untuk tidak berperang, ia hanya menyuruh Yoab untuk berperang, sementara Daud, rileks sejenak, menikmati hidup dan lepas sebentar dari peperangan.

Hidup yang berkemenangan bagi orang percaya adalah sadar bahwa anak-anak Tuhan itu setiap waktunya hidup dalam pertempuran, pertempuran itu ber-episode-kan peperangan-peperangan, tidak pernah ada waktu untuk “istirahat” atau “time break”, sesaat saja kita lengah, iblis sudah menyiapkan “ranjau-ranjau” untuk ditebarkan dikehidupan kita.

1Pet 1:13  Sebab itu siapkanlah akal budimu, waspadalah dan letakkanlah pengharapanmu seluruhnya atas kasih karunia yang dianugerahkan kepadamu pada waktu penyataan YESUS KRISTUS.

Selain menghadapi iblis, setiap orang percaya bertemput menghadapi diri-nya sendiri, terkadang zona nyaman membuat anak-anak Tuhan lengah, Daud setelah kemenangan demi kemenangan, kejayaan demi kejayaan dan kepemihakan Tuhan selalu dalam hidupnya, tidak sadar bahwa iblis sangat senang sekali bila anak-anak Tuhan, jika seisi sorga bersorak-sorai karena satu orang bertobat, sebaliknya seisi kerajaan maut bersorak-sorai karena satu orang percaya jatuh dalam dosa.

Daud menjadi “mabuk” dan terlena dalam kemenangan demi kemenangan, sama seperti orang percaya lainnya yang ketika hidupnya baik-baik saja, semua kebutuhan-kebutuhan terpenuhi, relatif tidak ada masalah yang berarti, dsb. Kita sering terlena dan “mabuk” dengan keadaan tersebut. Dan ketika Daud, saya dan anda terlena dan “mabuk” maka kewaspadaan terhadap diri sendiri dan terhadap “ranjau-ranjau” yang ditebarkan oleh iblis, tak bisa kita lihat lagi, karena pandangan kita “terhalangi” dengan rasa puas diri yang semu.

Saya pernah mendengar suatu ilustrasi yang bagus dari sebuah kisah nyata yang pernah ada; para penangkap suatu jenis ikan di  suatu perairan, pernah mengalami suatu masalah, ketika mereka sampai didarat, ikan yang ditangkap semuanya mati, mereka berupaya untuk memodifikasi aquarium yang ada di perahu mereka sedemikian rupa, tapi hasilnya semua  ikan yg ditangkap mati juga, akhirnya mereka memperhatikan habitat ikan itu berada, dan menemukan solusi yang jitu agar ikan itu tidak mati ketika sampai didarat dan masih segar, dalam akuarium itu para nelayan itu menaruh beberapa ikan hiu kecil, ternyata setelah itu tidak ada seekorpun ikan yang mati, ternyata sebelumnya ikan yang ditangkap mati, karena kurang bergerak sehingga asupan oksiken itu berkurang dan ikan-ikan yang ditangkap menjadi mati lemas, ketika ikan-ikan hiu  kecil itu ditaruh di akuarium tempat penyimpanan ikan yang ditangkap, ikan yang tertangkap tetap bergerak untuk menghindari ikan-ikan hiu yang mengejar-ngejarnya, sehingga ikan-ikan itu tetap segar dan bergerak terus sehingga asupan oksigen tersuply dengan baik.

Daud menjadi  lengah dan terlena, sehingga ia memilih untuk tidak memimpin perang untuk menumpas bani Amon, pikirnya perang bisa kapan-kapan, tidak perlu terlalu terburu-buru, santai saja, disaat yang santai itu Daud melihat-lihat, dan akhirnya melihat seorang wanita sedang mandi, harusnya dalam pandangan pertama, Daud lari dari tempat itu dan masuk ke ruang doa, atau segera menyusul Yoab dan memimpin perang. Tapi tidak Daud menikmatinya sampai dengan menginginkanya, dan akhirnya “ranjau-ranjau”  yang ditebar iblis, satu-persatu mem-perangkap Daud, dari satu masalah kecil kemudian bergulir seperti bola salju menjadi menjadi masalah sangat besar

2 Sam 11:2  Sekali peristiwa pada waktu petang, ketika Daud bangun dari tempat pembaringannya, lalu berjalan-jalan di atas sotoh istana, tampak kepadanya dari atas sotoh itu seorang perempuan sedang mandi; perempuan itu sangat elok rupanya.

Masalah diawali dengan hal yang sebenarnya relatif kecil, Daud tidak sengaja melihat wanita yang sedang mandi, Daud memang tidak berniat untuk mengintip wanita mandi, tentu ia bukan seorang raja yang punya martabat serendah itu, ketidak-sengajaan yang dilakukan Daud sebenarnya tidak akan terjadi bila Daud memilih untuk mempimpin pasukannya untuk berperang, namun Daud melanjutkan “ketidaksengajaan” tersebut menjadi suatu celah yang sangat terbuka untuk kejatuhannya dalam dosa.

2 Sam 11:3  Lalu Daud menyuruh orang bertanya tentang perempuan itu dan orang berkata: "Itu adalah Batsyeba binti Eliam, isteri Uria orang Het itu."

Daud sudah masuk dalam “ranjau pertama” iblis, dari mata turun ke rasa penasaran, sama ketika Hawa yang lewat matanya ia melihat buah itu begitu memberikan rasa penasaran, Daud begitu penasaran dengan kecantikan Batsyeba, karena ia raja, ia mulai berpikir untuk mengunakan kewenangannya untuk rasa penasaranya itu “dituntaskan” dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Ternyata wanita yang menimbulkan rasa penasaran itu sudah bersuami, pikir Daud. Tapi karena saya adalah raja, saya bisa melakukan apa saja tentunya.

Daud tidak menjaga kekudusan dan kemurnian hatinya kepada Tuhan, tidak ada juga orang yang mengingatkannya, Daud karena rasa penasaran yang sangat ia telah memadamkan hati nuraninya, sehingga ia masih meneruskan rencanya nya untuk menuntaskan rasa penasarannya, biarpun wanita itu isteri orang lain, itu bukan hambatan buat Daud.

2 Sam 11:4  Sesudah itu Daud menyuruh orang mengambil dia. Perempuan itu datang kepadanya, lalu Daud tidur dengan dia. Perempuan itu baru selesai membersihkan diri dari kenajisannya. Kemudian pulanglah perempuan itu ke rumahnya.

Rasa penasaran itu sudah berbuah dosa, menginginkan isteri orang lain saja sudah melangar 10 perintah Tuhan, apalagi tidur dan berbuat zinah dengan isteri orang lain. Daud tidak bisa mengenali dirinya lagi, Daud telah kehilangan koneksinya dengan Tuhan Allah, dan Daud demi nafsu belakanya merelakan hubungan yang begitu spesial dengan Tuhan hancur berantakan pada saat itu.

Kej 4:7  Apakah mukamu tidak akan berseri, jika engkau berbuat baik? Tetapi jika engkau tidak berbuat baik, dosa sudah mengintip di depan pintu; ia sangat menggoda engkau, tetapi engkau harus berkuasa atasnya."

Harusnya kita anak-anak Tuhan berkuasa atas dosa, walaupun dosa itu sangat mengoda dan sangat menarik karena dosa it uterus mengintip-intip di depan pintu, untuk masuk dalam rumah hati kita.

Daud terlena, terbius dan terpuruk pada satu lobang dosa yang ternyata mem-peranakan dosa lainnya

2 Sam 11:5  Lalu mengandunglah perempuan itu dan disuruhnya orang memberitahukan kepada Daud, demikian: "Aku mengandung."

2 Sam 11:6  Lalu Daud menyuruh orang kepada Yoab mengatakan: "Suruhlah Uria, orang Het itu, datang kepadaku." Maka Yoab menyuruh Uria menghadap Daud.

Ketika hasil perbuatannya menghasilkan sesuatu yang menjadi aib, Daud sebenarnya punya kesempatan untuk bertobat saat itu juga, dengan mengumumkan kesalahannya didepan rakyatnya dan menerima konsekuensi apapun dari rakyatnya, atas perzinahannya tersebut. Namun ternyata Daud belum sadar juga, malah “menyiram bensin ke api” sehingga masalahnya semakin besar.

2 Sam 11:7  Ketika Uria masuk menghadap dia, bertanyalah Daud tentang keadaan Yoab dan tentara dan keadaan perang.

2 Sam 11:8  Kemudian berkatalah Daud kepada Uria: "Pergilah ke rumahmu dan basuhlah kakimu." Ketika Uria keluar dari istana, maka orang menyusul dia dengan membawa hadiah raja.

2 Sam 11:9  Tetapi Uria membaringkan diri di depan pintu istana bersama-sama hamba tuannya dan tidak pergi ke rumahnya.

2 Sam 11:10  Diberitahukan kepada Daud, demikian: "Uria tidak pergi ke rumahnya." Lalu berkatalah Daud kepada Uria: "Bukankah engkau baru pulang dari perjalanan? Mengapa engkau tidak pergi ke rumahmu?"

2 Sam 11:11  Tetapi Uria berkata kepada Daud: "Tabut serta orang Israel dan orang Yehuda diam dalam pondok, juga tuanku Yoab dan hamba-hamba tuanku sendiri berkemah di padang; masakan aku pulang ke rumahku untuk makan minum dan tidur dengan isteriku? Demi hidupmu dan demi nyawamu, aku takkan melakukan hal itu!"

Seharusnya Daud secara “gentleman” mengakui kesalahannya kepada Uria, dimana Daud telah melakukan perzinahan dengan isteri Uria tersebut, dan seharusnya Daud malu dan tertampar, ketika Uria mengatakan ; “bagaimana mungkin aku bisa tenang, Tabut, sedang teman-temanya sedang dalam situasi perang”.

Harusnya perkataan Uria itu menohok hati Daud, namun karena sudah begitu dikuasai dosa, hati nurani Daud yang sangat tajam menjadi tumpul, dan tidak lagi bisa memposisikan diri sebagai seorang pemimpin. Uria justu memberikan suatu keteladanan yang sangat baik untuk “menegur” pemimpinya itu dengan sikap kepemimpian Uria yang ditunjukan kepada Daud, seorang pemimpin seharusnya tidak bisa tenang dalam suatu keadaan dimana orang-orang yang dipimpin sedang mengalami pertempuran, anehnya Daud tenang-tenang saja dengan perkataan Uria yang seharusnya menjadi “sindiran” bagi nya.

Saya tidak bisa membayangkan bagaimana muka Daud waktu itu, dengan sandiwara yang dimainkan didepan Uria, ketika Uria menyatakan “bagaimana mungkin aku makan minum dan tidur dengan isteriku”, Daud tidak menyadari bahwa wanita yang diajaknya berzinah itu adalah seorang isteri dari seorang pria yang mempunyai integritas yang sangat tinggi. Yang menunjukan loyalitas dan kesetiaanya kepada Daud, namun Daud tega dengan bersandiwara dihadapan Uria. Ternyata Daud “pemain sandirawa” yang ulung juga.

Uria, begitu polos, ia tidak tahu mengapa ia harus dipanggil Daud, begitu polosnya ia merasa ada suatu misi khusus yang harus diembannya dari sang raja. Sama sekali tidak ada kecurigaan, bahkan Uria sendiri yang mengantarkan suatu surat yang akan membunuh dirinya sendiri. Sangat tragis, melebihi kisah epic drama percintaan segitiga yang pernah terjadi di dunia ini.

2 Sam 11:14  Paginya Daud menulis surat kepada Yoab dan mengirimkannya dengan perantaraan Uria.

2 Sam 11:15  Ditulisnya dalam surat itu, demikian: "Tempatkanlah Uria di barisan depan dalam pertempuran yang paling hebat, kemudian kamu mengundurkan diri dari padanya, supaya ia terbunuh mati."

Daud, sampai dengan titik ini tidak juga bertobat, menjadi bebal dan jahat, sampai hati ia merencanakan pembunuhan orang yang begitu loyal dan berdedikasi kepadanya, sungguh amat tega dan keji. Namun itulah hakekat dosa, dosa akan melahirkan dosa lain yang akan berbuahkan maut.

Yak 1:15  Dan apabila keinginan itu telah dibuahi, ia melahirkan dosa; dan apabila dosa itu sudah matang, ia melahirkan maut.

Daud hampir saja melakukan kesalahan yang sama seperti raja sebelumnya Saul, namun pada akhirnya Daud memilih bertobat.

 Sebelum sampai kepada kisah pertobatan Daud, perbuatan Daud untuk bersiasat agar Uria terbunuh itu lebih kejam daripada Daud membunuh Uria dengan tangannya sendiri, Uria yang sudah dikhianati dipaksa harus mati dengan cara penghianatan, Daud mengambil suatu resiko yang sangat besar, yang dapat memukul atau menghancurkan mental bertempur para prajuritnya, jika skenario itu terbongkar, tidak saja tahta Daud yang dipertaruhkan namun nyawa Daud dan keangsungan hidup bangsa Israel menjadi taruhannya.

Jika saja ada produser film yang ingin membuat suatu film tentang kisah Uria, saya berani jamin, film tersebut akan begitu sangat mengharukan dan menguras emosi penontonya sangat luar biasa, suatu tragedi atas sebuah dedikasi dan loyalitas harus diberangus dengan cara yang teramat licik dan keji. Uria mati sebagai pahlawan kesetiaan, dedikasi dan cinta. Sungguh mengetarkan kisah Uria tersebut.

Akhirnya Uria mati, Daud seolah-olah “menang”, ia tidak sadar perbuatannya yang keji, dari masalah meneruskan rasa penasaran untuk melihat wanita yang sedang mati, hingga menyusun suatu scenario untuk mengorbankan Uria di medan perang, mungkin bersama Uria ada tentara-tentara yang juga mati karena ingin menolong Uria…

dari ketidaksengajaan kepada rencana penghianatan pembunuhan terencana

kita bisa mencoba menelusuri berapa kali Daud sebenarnya punya kesempatan untuk bertobat dalam peristiwa perzinahan dan pembunuhan terhadap Uria. Dalam metode pohon keputusan (decision trees), kita melihat bahwa sebenarnya Daud punya banyak sekali kesempatan untuk bertobat, sehingga efek “snow ball” atau efek bola salju dapat dihindari.

Semuanya berawal dari masalah ketidaksengajaan Daud melihat wanita itu sedang mandi, dan “kebetulan” wanita itu sangatlah cantik, bukan seorang nenek-nenek atau anak kecil, Daud sudah memiliki beberapa isteri, yang mungkin tidak kalah cantik dari Batsyeba, Abigail nama nya

1Sa 25:3  Nama orang itu Nabal dan nama isterinya Abigail. Perempuan itu bijak dan cantik, tetapi laki-laki itu kasar dan jahat kelakuannya. Ia seorang keturunan Kaleb.

1Sa 25:34  Tetapi demi TUHAN, Allah Israel yang hidup, yang mencegah aku dari pada berbuat jahat kepadamu--jika engkau tadinya tidak segera datang menemui aku, pasti tidak akan ada seorang laki-lakipun tinggal hidup pada Nabal sampai fajar menyingsing."

2Sa 2:2  Lalu pergilah Daud ke sana dengan kedua isterinya: Ahinoam, perempuan Yizreel, dan Abigail, bekas isteri Nabal, orang Karmel itu.

Abigail tidak hanya cantik, namun bijaksana dan pernah menyelamatkan hidup Daud dari rencana pembunuhan Nabal, bekas suaminya. Tapi Daud mungkin berlum merasakan puas. Sudah menjadi kodrat manusia untuk tidak pernah puas dengan hal-hal yang sudah dimilikinya.

 

 

Daud menciptakan masalahnya sendiri, namun ketika Daud bertobat sungguh-sungguh, Tuhan memulihkannya, walaupun ada konsekuensi pahit yang harus dialami Daud, ketika ia menolak untuk mengakui kesalahannya didepan rakyatnya dengan memilih untuk menutupi perbuatan aibnya atas kehamilan Batsyeba oleh dirinya. 

Tuhan memberikan konsekuen aib yang tidak kalah hebatnya 

Luk 12:3  Karena itu apa yang kamu katakan dalam gelap akan kedengaran dalam terang, dan apa yang kamu bisikkan ke telinga di dalam kamar akan diberitakan dari atas atap rumah. 

Daud berusaha menyembunyikan perbuatan dosanya dalam kegelapan namun ternyata tidak saja akhirnya itu diketahui oleh rakyatnya namun Daud, “dibalas” oleh anaknya sendiri Absalom yang meniduri setiap selir ayahnya sendiri 

2Sam 12:11  Beginilah firman TUHAN: Bahwasanya malapetaka akan Kutimpakan ke atasmu yang datang dari kaum keluargamu sendiri. Aku akan mengambil isteri-isterimu di depan matamu dan memberikannya kepada orang lain; orang itu akan tidur dengan isteri-isterimu di siang hari. 

2Sam 12:12  Sebab engkau telah melakukannya secara tersembunyi, tetapi Aku akan melakukan hal itu di depan seluruh Israel secara terang-terangan." 

Tergenapi ketika Absalom dengan sengaja menghina Daud, ayah kandungnya sendiri 

2Sa 16:22  Maka dibentangkanlah kemah bagi Absalom di atas sotoh, lalu Absalom menghampiri gundik-gundik ayahnya di depan mata seluruh Israel.

Ketika Daud memilih bertobat bukan berarti dia dibebaskan dari konsekuensi perbuatannya, bagaimanapun hukum siapa yang menabur apa akan menuai sesuai apa yang ditaburnya, setiap kita juga demikian, khususnya orang percaya, apapun pelangaran dan ketidak-taatan kita akan menghasilkan hukuman, demikian juga ketika kita mau taat kepada-Nya akan membuahkan berkat-berkat rohani dan jasmani.

Kemudian ketika Daud membuat suatu masalah dari perbuatannya sendiri, tidak demikian dengan Daniel, masalah menghampirinya bukan masalah yang remeh, nyawanya dipertaruhkan ketika ia menolak untuk menyembah patung, ia hanya ingin menyembah Tuhan. 

Dan 6:12  (6-13) Kemudian mereka menghadap raja dan menanyakan kepadanya tentang larangan raja: "Bukankah tuanku mengeluarkan suatu larangan, supaya setiap orang yang dalam tiga puluh hari menyampaikan permohonan kepada salah satu dewa atau manusia kecuali kepada tuanku, ya raja, akan dilemparkan ke dalam gua singa?" Jawab raja: "Perkara ini telah pasti menurut undang-undang orang Media dan Persia, yang tidak dapat dicabut kembali." 

Dan 6:13  (6-14) Lalu kata mereka kepada raja: "Daniel, salah seorang buangan dari Yehuda, tidak mengindahkan tuanku, ya raja, dan tidak mengindahkan larangan yang tuanku keluarkan, tetapi tiga kali sehari ia mengucapkan doanya." 

Daniel dijebak, mau dibinasakan karena terlalu “fanatik”, terlalu menonjol akibat kedekatanya kepada Tuhan, sampai-sampai ia dimata-matai gerak-geriknya, tapi dia sama sekali tidak bergeming dari ancaman kematian itu, dia tetap berdoa seperti biasa, walaupun resikonya kehilangan nyawanya, ia tetap berdoa, ia tetap mengutamakan Tuhan didalam hidupnya. 

Sama sekali Daniel menghadapi masalah yang bukan karena perbuatan yang salah, yang diperbuat Daniel justu adalah kebenaran dan ibadah yang sejati, yang dijadikan celah buat musuh-musuhnya, untuk membinasakan Daniel.

Mudah buat kita untuk mengamini karena kita sudah tahu “ending”nya dari kisah Daniel, namun jika kita “ditantang” untuk berbuat serupa seperti Daniel, seberapa banyak yang masih akan berbuat seperti Daniel dan kita sama sekali tidak tahu endingnya ? Mari tanyakan ke diri masing-masing saja. 

Waktu itu “endingnya” belum diketahui oleh Daniel, dengan catatan yang sempurna gua-gua dimana bermukim singa-singa yang kelaparan (sengaja dibuat lapar biar buas), tidak pernah gagal mengesekusi kematian sebelumnya, catatan 100% keberhasilan eksekusi mati dalam gua singa, harusnya membuat rasio kalkulasi Daniel bisa menjadikan Daniel lebih “bijak” lagi, kalau mau doa yah jangan sampai ketahuan, tetapi Daniel tidak demikian ia tetap berdoa, meski gua-gua yang dipenuhi singa menantinya. 

Bukan karena singa-singa tersebut kehilangan selera makan atau sedang “berpuasa”, namun Tuhan yang menutup mulut-mulut singa tersebu, jadi Daniel “hanya” merasakan bau busuk akibat mayat-mayat manusia dan gelap dalam gua tersebut. Singa-singa itu “menjadi” teman dalam gua, bahkan malaikat-malaikatpun bersama-sama dengan singa menemani Daniel. 

Akhirnya masalah yang dihadapi Daniel justru semakin memurnikan dan mengembangkan Daniel, ia tidak tahu endingnya seperti apa, namun ia percaya kepada Tuhan, apapun boleh terjadi, gua singa dan “gua singa dalam kehidupan” lain boleh dan bisa terjadi, tapi Tuhan tidak akan menyia-nyiakan kepercayaan yang diberikan kepada-Nya 

Dan 6:23  (6-24) Lalu sangat sukacitalah raja dan ia memberi perintah, supaya Daniel ditarik dari dalam gua itu. Maka ditariklah Daniel dari dalam gua itu, dan tidak terdapat luka apa-apa padanya, karena ia percaya kepada Allahnya. 

Yang membuat saya begitu terkagum-kagum pada pribadi-Nya adalah, meskipun masalah itu diakibatkan oleh perbuatan kita sendiri, IA tetap sangup untuk mengubahkannya menjadi baik pada akhirnya, apalagi ketika masalah itu diijinkan datang bukan karena kontribusi ketidaktaatan kita, masalah itulah yang mengakselerasikan (mempercepat) pertumbuhan anak-anak Tuhan menjadi kepala dan bukan ekor. 

Baik pada kehidupan Abraham, Daud, saya dan saudara, karya Tuhan nyata tergores, lewat salib dan kebangkitan-Nya, lewat kasih karunia dan kesetiaan-Nya, terlebih dahsyat IA pun turun tangan untuk bekerja sama (work togheter) dengan orang-orang percaya. Tuhan menjadi patner utama dalam hidup kita orang percaya. 

Tuhan mau aktif bekerja untuk membereskan kekacauan-kekacauan yang kita buat sendiri atas ketidaktaatan kita untuk mengajarkan arti ketaatan dan kesetiaan, IA bersama dengan kita orang percaya, mau mendatangkan kebaikan dalam segala sesuatu, entah sesuatu yang sebelumnya begitu pahit dan memalukan di kehidupan kita, entah sesuatu yang begitu sangat jahat yang pernah kita lakukan dalam ketidaktahuan dan ketidakpercayaan kita. Yang jelas Tuhan sampaikan “dalam segala sesuatu”, kita tidak dibiarkan sendiri untuk membereskan “sendiri” pelangaran dan ketidaktaatan kita yang menyebabkan masalah. 

IA Tuhan yang Maha Baik, sehingga sudah menjadi kerinduan-Nya untuk mendatangkan kebaikan dalam segala sesuatu, tentu kebaikan itu akan dirasakan pada akhir dari sesuatu tersebut, sering dalam segala sesuatu yang kita hadapi membuat kita bertanya-tanya, kebaikan apa yang dihasilkan pada akhirnya, Daniel menghadapi gua singa, kebaikan apa yang ada diakhir dari gua singa? Yusuf dijebloskan ke penjara, kebaikan apa yang ada di akhir dari penjara? Daud berzinah dan membunuh, kebaikan apa yang ada diakhir kisah perzinahan dan pembunuhannya? 

Kebaikan yang dihasilkan bukanlah kebaikan yang sembarangan, kebaikan yang dikerjakan Tuhan bersama dengan orang percaya adalah kebaikan yang dihasilkan karena kecintaan kita kepada Tuhan dan kemengertian kita akan tujuan hidup kita (purpose). 

Rom 8:28 (KJV)  And we know that all things work together for good to them that love God, to them who are the called according to his purpose. 

Bagi orang-orang yang mengasihi Tuhan, segala sesuatunya itu akan baik dilihat dan akan menjadi baik pada akhirnya, karena baik ketika Daud jatuh dalam dosa perzinahan dan pembunuhannya, tujuan hidup Daud tidak berhenti sampai disitu (purpose driven life), Daud boleh jatuh tapi ia tidak roboh karena sepanjang hidupnya ia mencintai Tuhan sangat dan ia mengerti apa yang menjadi tujuan hidupnya, skandal perselingkuhan dan pembunuhannya, tidak dapat menghentikan Tuhan untuk tetap bekerja ditengah-tengah kehancuran Daud, Daud memilih untuk bangkit dan bangun kembali, ia tidak ingin terhentikan oleh skandalnya, yang memang menjadi bagian dari masa lalunya, namun panggilan hidupnya jelas. 

Ams 24:16  Sebab tujuh kali orang benar jatuh, namun ia bangun kembali, tetapi orang fasik akan roboh dalam bencana. 

Begitu pula dengan Daniel, ia tidak terhentikan oleh intimidasi gua singa, mungkin jika ada gua singa plus buaya plus hiu ia tetap berdoa, karena ia tahu bahwa destini nya adalah Tuhan, keberadaannya di istana adalah suatu panggilan hidup untuk menjadi anak-anak terang dalam istana tersebut, sehingga nama Tuhan Allah tetap dimuliakan dan terhormat. 

Stephen Covey dalam bukunya the 8th habit, menambahkan satu “item” baru untuk melengkapi 7th habit sebelumnya, ia hanya menambahkan satu saja yaitu ; temukan suara anda dan ilhami orang lain untuk menemukan suara mereka. Terlepas bahwa Covey adalah penganut ajaran Mormon, namun orang-orang yang belum percaya sudah dapat menangkap suatu entitas dan esensi dari kehidupan, apa panggilan hidup kita? Atau apa tujuan yang dimiliki Tuhan dalam hidup kita secara spesifik? 

Kalau Covey “mengajarkan” untuk menemukan suara tersebut lewat “temukanlah didalam dirimu”, namun Firman Tuhan mengajarkan bahwa, temukanlah itu didalam Tuhan. “gelas yang kosong” tidak akan bisa menemukan air didalam “dirinya”. “gelas yang kosong” harus bertanya bagaimana air itu bisa mengisi “dirinya”. 

Kita tidak bisa tahu tujuan yang dimiliki Tuhan secara spesifik, jika kita tidak pernah bergairah untuk membangun suatu hubungan pribadi yang intim dengan-Nya. Hidup ini lebih dari sekedar mempunyai cita-cita, ingin jadi pengusaha, ingin jadi Presiden, dsb. Bagi orang-orang percaya rancangan Tuhan itu sangatlah spesifik dalam hidupnya. Walaupun secara umum sudah jelas diproklamirkan menjadi kepala bukan ekor jika menuruti Firmanya, menjadi terang dan garam, dsb. 

Namun setiap kita memiliki suatu potensi masing-masing, seberapa maksimal kita dalam hidup ini, ditentukan oleh ketekunan kita untuk mengeksplorasi apa tujuan Tuhan dalam hidup kita ini, lewat hubungan yang terus dibina dan dijaga keintimannya. 

Dengan demikian maka jangan heran ketika masalah atau segala sesuatuyang bekerja buat kita.

Seperti Yusuf dimana masalah yang bekerja untuknya agar selain Yusuf terlatih dan dapat mengerti apa tujuan Tuhan secara spesifik dalam hidupnya, masalah itulah yang “mengantarkan” Yusuf ke “tahta” kedua setelah Firaun, karena ia dengan tekun mengeksplorasi dan berusaha memahami bahwa walaupun dijual, walaupun difitnah dan dipenjara, Tuhan tidak sedang bermain-main dengan hidupnya 

Demikian juga Daniel, gua singa bukanlah suatu masalah sama sekali yang dapat membendung kegairahannya untuk tetap haus dan lapar akan Tuhan, gua singa justru semakin memperkokok posisi dan destiny Daniel. 

Walaupun berbeda dengan Yusuf dan Daniel, Daud sudah membayar harganya untuk dosa-dosanya, Tuhan tidak ingin melihat Daud binasa, IA merindukan pertobatannya, Daud kembali memberikan hatinya bagi Tuhan, segala sesuatu yang sangat pahit dalam hidupnya pada akhirnya menjadi pembelajaran bagi dirinya dan bagi kita semua, walaupun “terlalu mahal” harganya, namun Tuhan tetap bekerja dalam segala sesuatunya, untuk kembali memulihkan kehidupan Daud, anak dari Batsyeba Salomo menjadi penghibur bagi Daud dan Batsyeba. 

Demikian sangat baiklah Tuhan, ditengah kesalahan, pelangaran dan ketidaktaatan kita, jika kita berbalik dari dosa-dosa kita maka IA setia dan Maha kasih 

Masalah adalah sesuatu yang mengerakan kehidupan, seperti kerbau yang membajak sawah biar subur, demikian masalah “membajak” potensi hidup agar dapat maksimal. 

Justru lewat masalah-masalah Tuhan bekerja, dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi DIA dan hidup kita sesuai dengan tujuan Tuhan dalam hidup kita masing-masing. 

Hanya orang yang sudah meninggal tidak mempunyai dan mengalami masalah 

Tuhan sudah berinisiatif untuk menjadi patner saudara dan saya agar dalam segala sesuatu, baik masalah, atau apapun juga turut bekerja dan menghasilkan sesuatu yang baik sesuai dengan tujuan Tuhan dalam hidup saudara dan saya 

Memahami tujuan Tuhan secara spesifik dalam hidup saudara dan saya, adalah kunci kepada kemenangan demi kemenangan dalam pertempuran ini, masalah adalah bagian yang tidak terpisahkan dalam hidup, jika karena ketidaktaatan kita mendatangkan masalah, ada konsekuensi yang harus kita tanggung, namun jika masalah itu datang bukan karena ketidaktaaan kita, itu adalah sebuah momen percepatan yang dilakukan Tuhan untuk mem-boster atau mempercepat kemaksimalan potensi dalam hidup kita untuk mengenapkan tujuan Tuhan dalam hidup saudara dan saya 

Jadi katakan begini kepada masalah, selamat datang dan mari bersahabat dengan ku…..  

 

Semoga dapat memberkati

 

 

alvarez's picture

Tonypaulo Way (ga tau bener gak ejaannya)

Tanpa malu-malu sayapun justru sering lebih parah dari Abraham, walaupun saya mencintai Tuhan, namun sering saya mendahulukan “cara saya” (my way), namun ketika “cara saya” mentok dan gagal total, baru saya berseru-seru kepada Tuhan, agar “cara saya” itu “dibukakan” jalan. Belum sadar juga saya “memaksa” Tuhan, dengan cara “menyogoknya” dengan pelayanan, nazar-nazar, doa-puasa, dsb, agar keinginan saya dengan “cara saya” terwujud. Sampai akhirnya Tuhan yang selalu sering menyadarkan, bahwa saya yang harus mengikuti cara-Nya, bukan Tuhan yang harus mengikuti “cara saya”’, Tuhan nya kan DIA bukan saya.

Tentu saja kamu bukan Tuhan Tonypaulo, sadar ya....

alvarez's picture

@Tonypaulo, pembuat masalah

Namun ternyata tidak demikian, sebenarya di sorga pun ada “masalah”, pemberontakan iblis, tentu menjadi “masalah” yang tidak bisa saya jangkau “apa permasalahanya”, yang jelas pemberontakan iblis menyampaikan sesuatu pemahaman yang baru bagi saya pribadi (rhema) : ‘masalah itu memang harus ada……..’

Tanpa bermaksud untuk mempropagandakan bahwa anak-anak Tuhan harus menjadi “pembuat masalah”, ada beberapa hal yang dapat kita gali lebih dalam untuk semakin bertumbuh dalam penKejalan akan-Nya

Kamu ngga sedang dalam masalah kan? kalau iya siapa tau aku bisa bantu? (oon mode on)

alvarez's picture

@Tonypaulo DIPLOMAT

Pertama ; mengapa masalah harus ada?

Jika saya ditanya ; masalah-masalah apa yang harus ada di hidup saya?

Saya akan menjawab secara diplomatis ; ‘ masalah yang membuat potensi dalam hidup saya berkembang’, saya coba untuk mengikuti teori manajemen konflik, yang menganjurkan ciptakanlah konflik-konflik yang sehat untuk menambah daya saing intern dan secara kolektif menambah daya saing kelompok tersebut. 

Seolah-olah jawaban diplomatis saya itu adalah jawaban yang mumpuni dan pamungkas, namun ternyata jika dilihat dari cara Tuhan memandang, tidak sama sekali.

Makanya jadi orang jangan terlalu diplomatis. Tapi salut buat kamu yang sudah berhasil menciptakan "konflik-konflik" yang sehat untuk menambah daya saing kelompok kamu

alvarez's picture

@Tonypaulo, menurut kamu dari mana?

Mungkin ada baiknya dulu masalah itu dipilah-pilah secara lebih spesifik lagi; saya mau memilahnya menjadi dua ; pertama masalah yang diakibatkan oleh kesalahan sendiri, kedua masalah yang tidak berkaitan langsung dengan perbuatan sendiri