Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Corat-coret Menunggu Hujan Berhenti

anakpatirsa's picture

Hp-ku sangat jarang berbunyi serta beberapa minggu ini tidak menerima SMS, juga tidak mengirimkan SMS karena tidak punya pulsa. Pagi ini sebuah SMS masuk, dari seorang sepupu.

"Ada rencana pulang? Atit" hanya itu bunyi SMS-nya.

Dua belas tahun lalu aku tinggal di rumah mereka, selama tiga tahun. Sekarang ia sudah menikah dan punya beberapa anak. Aku ingat dulu ia sering menyuruhku melakukan pekerjaan kecil seperti mengambil kayu bakar, mencari keladi di belakang rumah untuk makanan babi, dan beberapa pekerjaan ringan lainnya.

Dulu aku sering jengkel dengan tugas-tugas ini, dan pernah berkata sambil lalu kepada ibuku, "Atit suka menyuruh-nyuruh aku."

Ibuku hanya berkata, "Syukurlah kamu bisa membantu mereka, artinya kamu tidak hanya menjadi beban." Waktu itu aku jengkel karena ibu tidak membelaku, tetapi aku sekarang bisa senang pernah membantu Atit.

Atit termasuk orang yang agak lemah daya pikirnya. Ketika SD selalu terancam tidak naik kelas, bahkan tidak naik di kelas 2 SMA. Setiap kali ikut menonton televisi, selalu bertanya "kenapa begini? kenapa begitu?" Lalu selulus SMA yang dilewati dengan tertatih-tatih. Guru kelasnya berkata kepada ibu Atit, "Jangan dikuliahin, kawinin saja. Hanya buang-buang uang."

Orang tuanya tetap menyuruhnya kuliah, Kuliah yang dilalui dengan tertatih-tatih juga, Bahkan sepupu kami yang jadi dosen harus dimintai bantuan untuk mengecek kenapa dalam sebuah semester KRS-nya Atit belum keluar, padahal yang lain sudah. Ternyata, pihak kampus merasa bertanggung jawab dan menahan KRSnya supaya orang tua mengetahui kalau dalam sebuah semester Atit mendapat nilai E semua.

Itulah Atit, lalu ketika aku kuliah, mendapat kabar akhirnya ia pacaran dan bertunangan, tetapi akhirnya pertunangan itu putus karena pacarnya menganggap Atit terlalu bodoh.

Satu jam setelah SMS tadi, ia menelpon langsung, karena aku tidak bisa membalas SMS nya, sudah beberapa minggu pulsaku hanya tinggal 80 rupiah. Atit meminta aku mencari plastik UV.

Saat ini aku berada di stasion Balapan, minum teh di sebuah rumah makan padang, menunggu hujan berhenti. Untuk mengisi waktu, aku mulai mencoret-coret di lembaran brosur daftar harga komputer.

Sudah tiga jam aku keliling kota ini mencari sebuah plastik bernama "plastik ultraviolet". Aku belum pernah mendengar tentang plastik ini, sehingga sebelum berangkat aku mencari informasi di Google. Dari halaman pertama hasil pencarian, aku akhirnya tahu plastik ini untuk atap tanaman. Ketika tadi Atit berkata 'untuk bunga', aku pikir ia memerlukan plastik ini untuk membuat bunga atau paling tidak untuk pembungkus bunga.

Penjaga toko bunga yang kutemui juga kebanyakan punya pendapat yang sama. Sampai setelah dua jam akhirnya aku berhenti di sebuah toko kecil, bertanya "Ada plastik ultraviolet?"

"Oh, plastik uv." ungkapan ini berarti ia tahu apa itu plastik yang tidak dikenal oleh para penjaga toko bunga sebelumnya

"Tidak punya," jawabnya. Tetapi kalimat selanjutnya membuat aku senang, "ada di Pasar Nongko"

Betapa senang orang yang menjual tanaman tahu apa itu "plastik uv", sebuah pengetahuan sederhana. Ia tidak menjual plastik ini, tetapi sebagai orang yang hidup dengan menjual tanaman, sepertinya senang juga melihat ada yang tahu pekerjaannya.

Kembali ke Atit, aku bisa menduga kenapa ia membutuhkan plastik. Ia memang lemah dalam pelajaran di kelas, tetapi aku telah mendapat kabar ia menjalani hidupnya dengan baik. Membuka usaha penjualan bunga, sesuatu yang dulu suka dilakukannya di depan rumah, hanya untuk hobi. Aku ingat dulu tidak senang dengan hobinya ini, karena seringkali ia minta tolong menyiram semua bunganya setiap pagi dan sore. Ia harus menyiapkan makanan untuk semua orang di rumah sehingga tidak punya waktu untuk menyiram bunga-bunganya. Tugas ini dulu kulakukan dengan jengkel dan sedikit main-main -- semprot sana semprot sini. Termasuk menyemprot orang yang lewat di depan rumah jika aku kenal orang itu dan lebih kecil dariku.

Paling tidak sekarang aku senang Atit yang tidak pernah bisa mengerti jalan sebuah cerita di televisi bisa menjalani hidupnya dengan baik.