Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Budaya Pop dalam Pemilu 2009

Bayu Probo's picture

Debat Capres 2009

Baru-baru ini ada fenomena budaya pop yang menghinggapi dunia politik kita. Setelah disuguhi berbagai tingkah para calon legislatif yang bertarung untuk menduduki kursi DPR, sekarang orang-orang Indonesia  melihat debat dalam sistem pemilihan pemimpin negara dan pemerintahan Indonesia.

Sistem pemilihan DPR yang menganut pendewaan popularitas dengan menghitung suara terbanyak masing-masing calon sebagai syarat menjadi legislator, menyebabkan budaya pop tumbuh sangat subur pada pemilu legislatif tahun 2009. Bukti? Ada 16 artis yang jadi anggota DPR –sebelumnya hanya 4, naik 400%.

 

Dan sekarang, para calon presiden dan wakil presiden dipaksa untuk berdebat. Kala mereka terlihat malu-malu dan isi debat lebih mirip koor dan saling umbar pujian, media setengah memaksa mereka untuk bertarung dalam debat tersebut supaya meningkatkan rating acara debat tersebut. Mungkin media berharap debat yang berlangsung tersebut bisa seramai para komentator bayaran stasiun televisi. Namun, kenyataannya para calon tersebut adalah orang Timur yang merasa debat sama dengan pertengkaran yang tabu untuk dibicarakan.

 

Dan, media pun selalu mencari akal supaya hasil debat seperti yang mereka inginkan. Caranya mengganti berbagai format. Sejauh ini akal-akalan tersebut tidak terlalu berhasil karena sebagian besar orang Indonesia pun mengharapkan pemimpin mereka adalah orang yang low profile (dengan menggunakan kata santun sebagai eufemisme).

 

Bagaimanapun, apa pun hasilnya, debat ini memang mendorong calon yang paling populerlah yang bakal memenangkan pertarungan dalam pemilihan presiden, terlepas dari kemampuannya. Jadi siapa yang sejatinya bakal memenangkan Pemilu 2009, apakah salah satu capres/cawapres, golput, atau sistem? Jawabannya adalah budaya pop.