Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Betawi Expedition

Purnawan Kristanto's picture
"Blaik!!…. Celaka tiga belas," seruku dalam hati. Aku lupa mengambil tas kecil dari dalam tas besar yang aku bawa ke Jakarta. Di dalam tas kecil itu berisi kamera video digital yang kubeli seharga 5 jutaan, PDA pemberian seseorang dan kamera foto digital seharga sejutaan. Semuanya terlanjur masuk ke dalam bagasi pesawat. Padahal sudah ada banyak berita tentang penumpang pesawat yang kehilangan barang-barang berharga ketika bawaan mereka dimasukkan ke dalam bagasi pesawat.
Sebelum berangkat, istriku sudah mengingatkan. "Apa sebaiknya tas kamera itu ditenteng saja?" katanya. "Nanti saja kalau sudah di bandara. Sekarang dimasukkan ke tas besar dulu supaya ringkas di atas kereta," demikian alasanku.
Untuk menuju ke bandara Adisutjipto, sekarang sudah bisa dijangkau dengan kereta Prambanan Express (Pramex), suatu kereta komuter yang melayani jalur Sragen-Solo-Klaten-Yogya-Kutoarjo. Dengan ongkos 7 ribu, aku menumpang di gerbong hijau pupus. Tidak ada bangku yang kosong. Aku terpaksa berdiri, sambil mengamati tingkah laku para penumpang. Sebagian penumpang yang duduk sambil terkantuk-kantuk. Sepertinya mereka adalah karyawan yang pulang kerja. Mereka mencuri-curi waktu dalam perjalanan untuk tidur. Rata-rata mereka menyandarkan kepada pada dinding kereta sambil mendongakkan kepala. Sesekali kepala mereka terbentur-bentur tapi mereka tetap saja terlelap.
Penumpang yang lebih muda memilih membunuh waktu dengan membaca tabloid, novel, dan komik manga. Dengan earphone ipod terpasang di telinga, mereka larut dalam dunia bacaan, tak hirau dunia sekitar. Teknologi memang telah membuat manusia menjadi autis secara sosial. Ada yang asyik dengan Facebook di HP daripada menyapa teman duduknya.
Lima menit perjalanan mengantarkanku tiba di stasiun Maguwo. Dengan menjinjing tas seberat 10 kg, ditambah gelayutan tas laptop seberat 3 kg di punggung, kususuri lorong bawah tanah yang menghubungkan stasiun dengan bandara. Lorong ini bersih dan sejuk. Semoga saja bisa tetap begitu. Tahu sendirilah, kita ini bisa membangun tapi lalai dalam merawat.
Proses check in cukup lancar karena tidak banyak antrean. Saat di ruang tunggu bandara, aku baru sadar kalau lupa mengeluarkan tas kamera dari tas besar. Aku langsung mengeluarkan HP CDMA dari kantong celana. HP ini sebenarnya khusus untuk koneksi internet. Aku kirim SMS ke isteri dengan perasaan bersalah karena tidak menuruti anjurannya. "Aku kelupaan mengeluarkan tas kamera. Tolong doakan supaya tas itu tidak hilang," tulisku. Ternyata istriku tidak menyalahkan aku.
Selama menunggu boarding, batinku berkecamuk. Bagaimana kalau tas kamera itu dimaling? Itu bukan mustahil terjadi karena tas itu tidak dikunci sama sekali. Dengan membuka retsleting, maka benda seharga jutaan itu dapat disikat dengan mudah. Aku lalu membayangkan bagaimana harus menghubungi Hai Hai yang berjanji akan menjemput di bandara. Nomor HP-nya hanya aku simpan di PDA itu. Aha! Tiba-tiba terlintas ide untuk mencari nomor kontak Hai Hai di situs Sabdaspace. Maka aku langsung mengeluarkan laptop. Namun koneksi belum tersambung, sudah terdengar panggilan untuk naik pesawat. Ya sudah, kumatikan laptop dan bergegas menuju tangga pesawat.
Dengan ongkos tiket yang sangat murah, aku semula membayangkan akan naik pesawat dengan kondisi seadanya. Soalnya, dari pengalaman sebelumnya ketika berpesawat dengan program pahe (paket hemat) dari maskapai lain, kondisi pesawatnya sungguh membuat nyali ciut. Mampukah besi setua ini mengudara dengan selamat? Kabin pesawat disesaki oleh kursi yang diatur dengan jarak yang sangat akrab. Dinding dalam pesawat sudah terlihat kusam.
Ternyata aku keliru. Maskapai ini menggunakan pesawat airbus seri 200 yang masih baru. Begitu masuk, langsung disambut oleh kabut putih yang berguling-gulung di dalam pesawat. Pendingin disetel paling rendah. Aku lalu ingat pengalaman naik pesawat yang menyandang status flag carrier bangsa Indonesia, yang tiketnya lebih mahal. Saat menunggu mengudara, seluruh penumpang harus mandi keringat karena AC tidak dinyalakan.
Interior dalam pesawat terlihat masih baru. Penumpang tidak lagi berebut kursi karena sudah diberlakukan nomor kursi. Pesawat mengudara dengan mulus, lalu menyusuri pantai selatan sampai Cilacap. Dari jendela pesawat terlihat garis putih ombak yang membatasi antara laut dan daratan. Dengan ketinggian 3200 kaki, pesawat menerobos awan putih tipis. Melihatnya, aku teringat bubur sumsum yang sering dimakan Kirana, anakku.
Ketika lampu tanda pemasangan sabuk pengaman dimatikan, para pramugari bersiap melayani penumpang. Mereka mendorong gerobak kecil berisi makanan dan minuman, tapi tidak untuk dibagikan gratis. Mereka sedang berjualan. Melihat itu, aku tertawa sendiri karena teringat ketika naik kereta api. Ini mirip sekali dengan para pramugari di kereta. Yang membuatku semakin geli adalah ketika ada pramugari yang membawa kantong plastik hitam besar. Dia mengumpulkan sampah-sampah dari setiap kursi penumpang. Mirip sekali seperti tugas petugas kebersihan kereta api ketika akan sampai kota tujuan.
Setelah membaca brosur yang terselip pada kursi, aku berminat membeli merchandize flashdisk 2 GB yang unik dan tidak dijual bebas di toko komputer. Bentuknya menyerupai pesawat dengan colokan pada hidungnya. Maka ketika ada pramugari lewat, aku panggil dia. "Mbak, saya pesan flashdisk yang ini ya!" kataku sambil menunjukkan gambar pada brosur.  Pramugari yang berdandan cantik itu mengangguk sambil tersenyum, lalu berlalu. Aku pikir dia akan mengambilkan barang yang dimaksud.  Maka aku tunggu dengan sabar. Mungkin dia sedang banyak kerjaan.
Usai maghrib, kerlipan lampu kota Jakarta menyambut kedatangan kami. Prosedur pendaratan pun dimulai, dan aku merasa heran karena pesanan flashdisku belum diantarkan juga. Pesawat mendarat dengan mulus. Aku sudah tidak peduli dengan flasdisk lagi karena lebih memikirkan nasib tasku. Jantungku mulai berdentum cepat. Apakah bawaanku bisa lolos dari tangan-tangan jahil? Bagaimana jika hilang? Apa yang harus kulakukan? Kami turun di terminal 3 yang baru saja diresmikan oleh SBY. Namun aku tidak dapat menikmati kemegahannya karena pikiranku hanya terpusat pada satu hal: Tas Kamera!!
Menanti bagasi dilewatkan pada ban berjalan rasanya seperti menanti selama bertahun-tahun. Aku hanya bisa memukul-mukul paha dengan tangan untuk mengurangi rasa gelisah. Tas demi tas melintas di depanku, tapi tas hitamku belum juga muncul. Para penumpang yang sudah menemukan tasnya mulai berjalan keluar. Lalu tiba-tiba ban berjalan itu kosong. Tidak ada tas bagasi yang keluar dari balik tembok bandara. Aku semakin gelisah. Apakah sudah dikeluarkan semua?
Ternyata belum. Tak lama kemudian, tas-tas mulai bermunculan dari balik tirai karet hitam yang menutup lobang di tembok. Saat kulihat tasku muncul, aku bergegas mendorong trolley dan menghampiri. Tak sabar untuk segera membuka dan memeriksa isinya. Puji Tuhan!! Tas kameraku masih ada dan isinya lengkap. Yang pertama kali kulakukan setelah itu adalah mengirim SMS ke istriku. Doanya telah dijawab Tuhan.

NB:
Catatanku tentang Kopdar Sabdaspace dapat dibaca di sini.
__________________

------------

Communicating good news in good ways

Evylia Hardy's picture

@Purnawan Kristanto: jarang-jarang nih

Bejo banget lho, Mas, didoain istri sehingga isi tasnya ndak hilang. Kemungkinan besar doa sang istri jauh lebih kenceng dibanding doa Mas Wawan sendiri. 

Akhirnya kebagian juga oleh-oleh kopdar dari jakarta. Jarang-jarang lho dapet hasil jepretannya juga. Jadi asyik menebak siapa yang mana.

Blog Mas Wawan bagus. Tapi waktu kubuka Alat Peraga Sekolah Minggu part2 scroll-nya rada tersendat. Ndak tahu kalau artikel yang lain, soalnya belum sempat menjelajah.

Oke deh, Mas, makasih ya buat oleh-olehnya.

Eha

__________________

eha

Purnawan Kristanto's picture

Doa Istri

Kemungkinan besar doa sang istri jauh lebih kenceng dibanding doa Mas Wawan sendiri.

Ho..ho..ho...itu sudah pasti dan sudah terbukti. Doa istri emang lebih kenceng.

Blog Mas Wawan bagus. Tapi waktu kubuka Alat Peraga Sekolah Minggu part2 scroll-nya rada tersendat.

Antowi juga bilang begitu. Menurutnya, blog saya kebanayakan animasi sehingga kalau scroll ke bawah jadi tersendat. Saya sudah mengurangi animasinya. Mungkin sekarang sudah jauh smooth

 

 


“Dan sebagaimana kamu kehendaki supaya orang berkomentar kepadamu, perbuatlah juga demikian kepada mereka.”

Wawan

 

__________________

------------

Communicating good news in good ways

hai hai's picture

Terminal 3 - Salah Nich Yee???

Jam 17 beberapa menit, aku meluncur ke Bandara Soekarno Hata. Bila tidak ada penundaan, Jam 17.30 pesawat akan mendarat, Air Asia. Itulah yang tercatat di dalam pikiranku.

Jalanan cukup lancar, karena tidak ada pemberitahuan itu berarti mas Wawan akan mendarat sesuai jadwal.  Menurut perhitunganku, paling cepat jam 17.45 kami akan bertemu.

Gedung Kedatangan C, Terminal 3. Setelah memarkir mobil saya berjalan santai ke ruang tunggu. Seharusnya saya curiga, ketika melewatinya tadi karena situasinya terlalu sepi. Seharusnya saya curiga karena suasanya benar-benar aneh, telalu sepi. Hanya ada belasan orang yang menunggu dan belasan porter yang bergerombol.

Saya lalu duduk danbertanya kepada seorang lelaki yang sudah duduk duluan. "Mas, pesawat dari solo sudah mendarat?" Dia bukan hanya memberitahu bahwa pesawat belum mendarat, juga memberitahu bahwa dia menunggu pesawat yang sama. Penerbangan terakhir selalu terlambat, itulah kebiasaan penerbangan murah.

Aku menunggu sambil ngobrol, namun tidak ada tanda-tanda sama sekali tentang kedatangan pesawat. Seharusnya saya curiga, karena suasana airport yang menurutku terlalu sepi.Namun, teman ngobrolku itu tenang-tenang saja, maka akupun ikut tenang. Seorang porter berjalan mendekati kami, aku tersenyum padanya, dia membalas senyumku. aku bertanya, "Mas, pesawat dari Solo kenapa telat ya?" Dia menatapku, lalu bertanya, "Tunggu pesawat apa pak?" Saya menyebutkan nama pesawat  dan porter itu tertawa sopan. "Wah, pak sudah pindah ke terminal 3 pak."

Ho ho ho ho ... Setelah bertanya di mana letak terminal tiga, saya dan belasan penunggu itu langsung ngibrit menuju tempat parkir. Ternyata, kai menunggu di terminal yang salah.

Belum ada penunjuk jalan yang jelas dan saya belum pernah ke terminal tiga. Itu sebabnya saya tidak berani ngebut, karena tahu, sekali kelewatan, mungkin butuh waktu paling cepat 5 menit untuk kembali lagi.

Tiba-tiba hpku berbunyi, dari mas wawan memberitahu bahwa dia sudah mendarat. Saya katakan sedang dalam perjalanan ke terminal 3, beberapa saat lagi akan tiba. Ternyata jarak terminal 1 dan terminal t3 lebih jauh dari dugaan saya. Mas Wawan berjanji menunggu di pintu keluar, itu berarti saya dapat langsung menjemputnya dengan mobil.

Di situ terpasang dengan jelas tanda dilarang masuk, namun beberapa mobil menerobosnya. Saya mengikuti jalur yang benar. "Masih gratis pak!" kata petugs parkir ketika memberikan karcis parkir. Setelah memarkir Mobil, saya pun segera berjalan menuju ruang tunggu.

Clingak clinguk namun tidak menemukan mas wawan. Terus terang saya merasa bersalah. Mas Wawan pasti sudah menunggu sejak tadi. Tidak ada telp darinya, itu berarti pesawat terbang sesuai jadwal. Dia tidak telp setelah sampai karena yakin saya pasti menjemputnya tepat waktu dan bila tidak tepat waktu, pasti ada alasannya. Karena tidak menemukannya, saya pun mengangkat telp lalu menelponnya. Mas Wawan menyebutkan nama sebuah resto cepat saji seabgai meeting point, saya memberitahu sedang berdiri di depannya. Saya lalu clingukan dan menemukannya sedang mendorong troly.

"Selamat datang mas!" Kataku mengulurkan tangan menyalaminya. Reflek aku mengulurkan tangan untuk mengangkat tasnya. Kami lalu berjalan menuju tempat parkir. Seperti biasa, tempat parkir selalu membuatku bingung dan hilang arah. Setelah clingukkan dan mematok arah kami menemukan mobil saya.

Kami lalu meluncur membelah jalan Tol menuju La Piazza Kelapa Gading. Saya lalu telp Samuel, untuk memberitahunya bahwa kami sudah meluncur ke tujuan. Saya juga menelpon Nobie untuk memberitahukanhal yang sama. 

Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak

__________________

Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak

Purnawan Kristanto's picture

Penghantar

Ko Hai Hai,

Terimakasih untuk tulisan ini yang akan menghantarkan pembaca pada tulisan saya yang berikutnya.

 


“Dan sebagaimana kamu kehendaki supaya orang berkomentar kepadamu, perbuatlah juga demikian kepada mereka.”

Wawan

 

__________________

------------

Communicating good news in good ways

KEN's picture

Pak @PK pesanan flashdisknya?

Bagaimana dengan flashdisk pesanannya?

Saya kira sewaktu anda memesannya, stoknya sudah habis kali pak, hahahaha.... tapi seharusnya diberitahu ke penumpang yah, tapi ini malah terkesan tidak sopan, hehehe.... gengsi Air Asia tinggi juga hahahaha....

Logikanya dan setahu saya... pramugari tidak boleh ada penyakit "lemot" atau kelupaan hahaha....

 

>>>=GOD=LOVE=YOU=>>

          If Not Us, Who?

        If Not Now, When?

 

     * yuk, jangan asal ngeblog *

____________________________

   * yuk, jangan asal comment *

Purnawan Kristanto's picture

@Ken: Risiko penerbangan murah.

Itulah risiko penerbangan murah. Para pramugari tidak dapat fokus melayani penumpang karena jumlahnya sedikit, gajinya minim, ditambah tugas-tugas ekstra seperti jualan makanan dan memulung sampah.

Tapi dalam perjalanan pulang, akhirnya kudapatkan juga flashdisk itu. Flashdisk

 


“Dan sebagaimana kamu kehendaki supaya orang berkomentar kepadamu, perbuatlah juga demikian kepada mereka.”

Wawan

 

__________________

------------

Communicating good news in good ways

KEN's picture

pak @PK

Saya jadi terbesit satu perenungan dan terharu sedih, para pramugari itu sudah mengambil resiko sewaktu-waktu pesawat itu jatuh, ditambah gaji yg minim, ditambah jadi pemulung, dan ditambah menjual barang layaknya abang2 tukang rokok yg jualan di perempatan lampu merah dan pemulung2 keliling blok2 rumah, padahal cewek lagi, hanya saja memang sih terkesan lebih bonavit aja di udara dan di dalam pesawat, ya apa mau dikata, kita doakan saja mereka.

Untungnya adik perempuan saya masih sehat jasmani rohani sampai saat ini, berkecukupan, pintar mencari pekerjaan yg tidak terlalu berhadapan dengan resiko, saya hanya membayangkan seandainya saja adik perempuan saya yg ada di dalam pesawat itu seperti para pramugari itu, saya akan memaki dia habis2an dan melarangnya kembali bekerja di dalam pesawat. Saya kuatir dan ada perasaan ngilu sekali kalau2 suatu hari pesawat itu jatuh dan adik saya mati meninggalkan kami. Padahal, tinggi badannya dan fisiknya lumayan cukup untuk memenuhi syarat untuk menjadi seorang pramugari.

 

 

>>>=GOD=LOVE=YOU=>>

          If Not Us, Who?

        If Not Now, When?

 

    * yuk, jangan asal ngeblog *

____________________________

  * yuk, jangan asal comment *

DAN-DAN's picture

wwoouuwww...sayang sekali

Woouwwww sayang sekali saya tidak bisa ikut.

Trus yang dapet doorprize nya siapa tuh kemaren?

Di LA PIAZA makan apa? Bebekkkk?????

 

DAN-DAN

 

saya suka bebek panggang...

__________________

Saya Suka Bebek Panggang...

Purnawan Kristanto's picture

Dan Dan=Bebek

Ha...ha...ha  aku sudah menduga bahwa reaksi pertama Dan Dan pasti soal bebek.  Bebeknya emang enak. Kalau mau liat videonya, silakan klik di sini.

 


“Dan sebagaimana kamu kehendaki supaya orang berkomentar kepadamu, perbuatlah juga demikian kepada mereka.”

Wawan

 

__________________

------------

Communicating good news in good ways

DAN-DAN's picture

@PURNAWAN, HEHEHE, saya jadi malu...

WALAH, saya jadi maluuu...

heaheahea... trus yang dapet buku nya n cd nya siapa pak Pur????

Pak Pur makan apa di LAPIAZA????

Saya sebenernya kepengen ketemu, cuman memang gak bisa neh karena ada kerjaan adddddduuuuuuuhhhhhhh....

 

DAN-DAN

 

saya suka bebek panggang...

__________________

Saya Suka Bebek Panggang...

Purnawan Kristanto's picture

Dan Dan: Tunggu saja tulisan

Dan Dan: Tunggu saja tulisan saya berikutnya

 


“Dan sebagaimana kamu kehendaki supaya orang berkomentar kepadamu, perbuatlah juga demikian kepada mereka.”

Wawan

 

__________________

------------

Communicating good news in good ways

sembilan's picture

3200 kaki?

Dari jendela pesawat terlihat garis putih ombak yang membatasi antara laut dan daratan. Dengan ketinggian 3200 kaki, pesawat menerobos awan putih tipis. Melihatnya, aku teringat bubur sumsum yang sering dimakan Kirana, anakku.

Pak Pur, nggak kerendahan tuh pesawatnya terbang di 3200 kaki? hehehe... mungkin maksudnya 3200 m? Tapi itupun sebenarnya masih cukup rendah hehe...

 

Purnawan Kristanto's picture

Uuuupss...ternyata masih ada

Uuuupss...ternyata masih ada satu nol lagi yang ketinggalan. Tadinya sih aku mau umpetin aja kalau nggak ada yang tahu. Ternyata ada yang membaca dengan teliti.

Terimakasih untuk koreksinya

 


“Dan sebagaimana kamu kehendaki supaya orang berkomentar kepadamu, perbuatlah juga demikian kepada mereka.”

Wawan

 

__________________

------------

Communicating good news in good ways

antowi's picture

Untungnya....

Mereka sedang berjualan. Melihat itu, aku tertawa sendiri karena teringat ketika naik kereta api. Ini mirip sekali dengan para pramugari di kereta. Yang membuatku semakin geli adalah ketika ada pramugari yang membawa kantong plastik hitam besar. Dia mengumpulkan sampah-sampah dari setiap kursi penumpang.
Untungnya kan nggak iring - iringan & teriak - teriak kan pak? he he he ntar kaya di kereta ekonomi "kua..kua..mijon...mijon"
__________________

Semut,bangsa yang tidak kuat, tetapi yang menyediakan makanannya di musim panas, Amsal 30:25

udalama's picture

@bapak purnawan...

bapak purnawan...

tentang menyimpan...

ANDAIkata...
ada seorang perawan yang mempunyai "sesuatu" yang berharga
dan perawan ini BERADA didalam Sarang Penyamun...

DIMANA tempat penyimpanan yang PALING aman?
bukankah di Sarang Penyamun?


aku menulis DALAM ketidakmengertianku...
semoga aku bisa mengganti dengan yang mahal...

terimakasih...
GBU
 

>>>>>>
Bersatulah Indonesia...
dene supaya kowe lan aku, padha oleh sinau sarta oleh panglipuran...
kayadene nggatekake damar kang madhangi panggonan kang peteng,
nganti gagat raina sarta jumedhule lintang panjer esuk
kang sumunar ana ing sajroning atimu.