Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Bagai Cerita Anjing dan Kucing

anakpatirsa's picture

Samaria, sebuah kata yang cukup sering muncul dalam Alkitab. Banyak ungkapan terkenal berhubungan dengan kata ini. Orang Samaria yang baik hati: panggilan bagi yang membantu orang dalam kesulitan dengan sukarela. Perempuan Samaria: identik dengan lukisan seorang wanita membawa tempat air di atas kepalanya. Sepuluh orang kusta: hanya satu orang, orang Samaria yang kembali sambil memuliakan Allah setelah tahu penyakit kustanya sembuh.

Siapakah orang Samaria? Yohanes menambahkan kalimat: Orang Yahudi tidak bergaul dengan orang Samaria ketika menulis bagian 'Perempuan Samaria' yang berkata: "Masakan Engkau, seorang Yahudi, minta minum kepadaku, seorang Samaria?"

Aku hanya ingin memuaskan rasa ingin tahuku tentang Samaria. Mengapa seolah-olah ada sesuatu antara orang Samaria dan orang Yahudi. Aku hanya ingin tahu apa sebenarnya yang telah terjadi.

Ternyata, ada sejarah panjang di balik cerita anjing dan kucing ini.

***

Sebuah artikel yang ditulis oleh seorang mantan ateis menarik perhatianku. Dalam pendahuluan artikel yang berjudul "History of Samaria", ia berkata:

Dengan memahami sejarah panjang Samaria dan penduduknya, juga penantian panjang mereka saat ini, kita dapat memahami lebih baik pertemuan Yesus dengan wanita di dekat sumur seperti yang diceritakan dalam Yohanes 4.

Pencarianku dimulai dari sini, Alkitab memberi cukup banyak informasi tentang asal mula cerita anjing dan kucing ini. Lalu, melalui referensi yang ada di artikel di atas, aku tidak perlu repot-repot mencarinya sendiri.

Sepertinya semua ini dimulai dari nama seorang raja yang tidak terlalu terkenal. Aku segera melupakan nama ini jika tidak menemukan nama Ahab di dekatnya. Tentang Omri, Alkitab 'hanya' berkata: "Omri melakukan apa yang jahat di mata TUHAN, lebih dari segala pendahulunya". Tentang si anak, Alkitab berkata: "Ahab bin Omri melakukan apa yang jahat di mata TUHAN lebih dari pada semua orang yang mendahuluinya." Omri ini ternyata jahat, tetapi masih ada yang lebih jahat darinya, yaitu anaknya sendiri.

Omri, ayah yang lebih baik dari anaknya inilah yang menjadi "Bapak Samaria". Ia membeli gunung Samaria dari seorang bernama Semer seharga dua talenta perak. Lalu mendirikan kota di gunung itu dan menamainya Samaria, sesuai dengan nama Semer, si pemilik lama.

Itulah asal-usul kata Samaria.

Waktu demi waktu berlalu, raja demi raja berganti. Singkat cerita, pada tahun kesembilan jaman Hosea menjadi raja Israel di Samaria, Salmaneser, raja Asyur merebut Samaria -- Setelah mengepung kota ini selama tiga tahun. Ia mengangkut orang Israel ke Asyur, ke tempat pembuangan. Seperti kebiasaan raja jaman dulu, tidak semua orang dibawa, orang-orang yang lemah dan cacat ditinggalkan.

Raja Asyur lalu mengangkut orang-orang dari daerah jajahan lain ke Samaria. Ia menyuruh mereka tinggal di kota-kota Samaria untuk menggantikan orang-orang Israel.

Sepertinya banyak masalah timbul ketika para pendatang ini tinggal di sana, termasuk cerita adanya singa-singa yang kadang-kadang memakan para pendatang. Para pendatang merasa ini sebagai peringatan karena mereka tidak menyembah Allah Israel dengan semestinya. Raja Asyur lalu mengirimkan kembali satu imam yang telah dibuang, untuk mengajarkan penduduk Samaria tentang Allah Israel.

Tidak jelas alasannya, sepertinya imam ini gagal menjalankan tugasnya. Para pendatang malah membuat allah mereka sendiri dan menempatkannya di kuil di atas bukit-bukit pengorbanan. Bahkan kemudian terjadi perkawinan campur antara para pendatang dengan penduduk asli yang masih tinggal.

Keturunan hasil percampuran inilah yang disebut orang Samaria.

Keturunan yang oleh bangsa Yahudi dianggap tidak murni lagi, dan sangat dibenci oleh mereka. Mereka bahkan menganggap orang Yahudi yang mengadakan perkawinan campuran ini sebagai pengkhianat bangsa.

Setelah sekitar 70 tahun dalam pembuangan, bangsa Israel diijinkan kembali ke kampung halaman mereka, dipimpin oleh Ezra sebagai imam. Namun, pembangunan daerah Israel tersebut tidak berlangsung mulus. Kembalinya orang-orang buangan menimbulkan konflik sosial yang sangat serius dengan orang-orang yang sudah menempati daerah itu, orang-orang Samaria.

orang Israel yang baru saja kembali dari pembuangan telah menyadari dosa-dosa mereka dan bertekad kembali pada Taurat. Terjadilah bentrok dengan penduduk baru ini. Mulai dari masalah wilayah hingga agama.

Sebenarnya tangapan orang Samaria beragam, ada yang ingin bergabung dengan proyek ini (Ezra 4:2), namun tidak disambut dengan baik oleh orang-orang buangan. Ada juga yang gusar mendengar Yerusalem dibangun kembali, kelompok inilah yang dalam jaman Nehemia berupaya keras menghambat pembangunan. (Neh. 4:1-2)

Orang Israel tetap mendirikan kota Yerusalem, sambil diganggu oleh penduduk setempat, baik melalui fitnah kepada pemerintah Babel, sabotase dan berbagai bentuk gangguan lainnya. Akhirnya, setelah beberapa puluh tahun, Yerusalem dan bait Allah berhasil didirikan kembali. Mereka tinggal menetap di situ, juga membangun pemukiman-pemukiman lainnya di sekitar Yerusalem. Tanpa mau bercampur dengan penduduk yang telah dianggap murtad dan mengganggu pembangunan kota dan bait Allah.

Mereka menyebut diri mereka sebagai orang Yahudi.

Sebagian orang Samaria yang ditolak beribadah di Yerusalem akhirnya menarik diri, menganggap Gunung Gerizim sebagai tempat yang ditetapkan Allah untuk mempersembahkan korban, menggunakan Pentateukh (lima kitab Musa) berbahasa Samaria, menantikan Musa sebagai Pemulih atau Mesias, lalu akhirnya mengembangkan kepercayaan yang berbeda.

Masalah urusan ibadah ini bisa dilihat dari pernyataan perempuan Samaria yang berkata dalam Yohanes 4:20:

Nenek moyang kami menyembah di atas gunung ini, tetapi kamu katakan, bahwa Yerusalemlah tempat orang menyembah.

Perbedaan kepercayaan inilah yang memperparah pertikaian di antara mereka. Begitu parahnya, sampai orang Yahudi menganggap orang Samaria itu najis. Bahkan seorang Yahudi yang meminum dari cangkir bekas dipegang orang Samaria menjadi najis.

Itulah sebabnya mengapa perempuan Samaria itu seolah-olah tidak percaya ketika Yesus berkata: "Berilah Aku minum."