Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Allah Mengetok, Bukakan Pintu!

Purnawan Kristanto's picture

Ingin Allah berada di dalam keluarga Anda? Tunggulah Allah mengetok pintu Anda lebih dulu. Di dalam kitab Wahyu, Yesus berkata, “Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetok; jikalau ada orang yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk mendapatkannya dan Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku” (Why 3:20). Ayat ini mengatakan bahwa Yesus yang mengambil inisiatif untuk masuk ke dalam “rumah” Anda. Logikanya, sebelum ada tamu yang mengetok pintu Anda, maka Anda tidak akan membuka pintu. 

Tapi kapan dan bagaimana saya tahu kalau Allah sedang mengetok pintu? Kita tidak tahu secara persis. Allah bisa memakai berbagai cara untuk mengetok pintu: bisa dengan ketokan dan sapaan yang lembut, bisa juga dengan ketokan dan suara yang keras; bisa dengan sekali ketokan, bisa juga dengan mengetok berkali-kali. Hal ini ditentukan oleh kepekaan rohani Anda. Jika Anda cukup peka, maka dengan mengetok sekali dan suara lembut pun, Anda dapat mendengarkannya. Allah juga memakai banyak cara untuk mengetok. Bisa jadi, tulisan ini menjadi salah satu ketokan Yesus pada pintu Anda.
Akan tetapi, mendengar ketokan dan suara Yesus saja belum cukup. Anda harus melakukan tindakan, yaitu “membukakan pintu.” Ada banyak keluarga yang punya “keinginan” untuk menjadikan Yesus sebagai Kepala dalam keluarga mereka. Namun sayangnya, hal itu baru sebatas “keinginan” saja. Mereka belum melakukan tindakan yang konkrit untuk mewujudkannya. Untuk memulai sesuatu yang baru memang sangat berat. Namun apabila sudah sekali melangkah, maka langkah-langkah berikutnya semakin ringan. Pepatah Tionghoa mengatakan: “Perjalanan seribu Li, dimulai dengan langkah pertama.”
Ketika pintu dibukakan, dalam versi Bahasa Indonesia Sehari-hari ditulis, bahwa Yesus, “akan masuk menemui dia”. Sekali lagi, di sini Yesuslah yang mengambil inisiatif. Setelah itu terserah tanggapan Anda: apakah akan menyambutnya dengan keramahan atau tidak. Dalam tradisi Yahudi, ada kewajiban untuk menerima dan menyambut orang asing, tanpa memungut beaya. Penolakan terhadap orang asing dipandang sebagai perbuatan yang memalukan (Kej 19:5-7;Hak 19:22-23). Keramahan ini meliputi membasuh kakinya, menyediakan jamuan, melindungi dan mengantarnya waktu pergi.
Salah satu bentuk keramahan adalah mengundangnya dalam perjamuan makan. Pada kesempatan itu orang duduk di lantai mengelilingi sebuah basi untuk makan bersama-sama (Ams 19:24). Bapak keluarga “memecah-mecah” (membagi) roti dan memberikannya bersama dengan dagingnya, kepada orang yang ikut perjamuan. Orang-orang dapat mencelupkan roti ke dalam basi itu.
Perjamuan selalu melambangkan persahabatan. Orang-orang yang berkumpul di sekitar meja makan menandakan adanya keramah-tamahan dan persekutuan hati. Pada umumnnya, perjamuan makan selalu ditandai dengan suasana gembira dan sukacita. Keluarga yang bahagia, biasanya punya kebiasaan untuk sering makan bersama. Dengan ikut dalam perjamuan keluarga kita, Yesus punya kerinduan untuk ikut merasakan sukacita dan kebahagiaan di dalam keluarga kita. Sudahkah Anda mengundang Yesus dalam perjamuan makan keluarga Anda? (Purnawan)
 

 

__________________

------------

Communicating good news in good ways