Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Trenyuh

Waskita's picture

Ini hanya kisah sederhana ... cerita biasa ...

 

Minggu ini seperti biasa, tidak ada yang istimewa, kecuali aku mengikuti jam kebaktian yang tidak seperti biasanya, selain itu semua sama.

Di Gerejaku GKJ (Gereja Kristen Jawa), biasanya aku ikut kebaktian yang jam 06.30. Jam kebaktian yang paling populer, karena pasti selalu penuh. Alasanku selalu ikut jam paling pagi sih karena aku ingin datang berbakti dulu sebelum memulai hari Minggu (padahal alasan sebenarnya karena suka ngantuk kalau ikut kebaktian jam 08.30 yang menggunakan Bahasa Jawa kromo inggil).

Berhubung satu dan lain hal, akhirnya minggu ini aku ikut kebaktian jam 08.30. Sudah aku tebak, aku akan bosan. Tapi mo ikut yang sore, takut turun hujan. Beberapa hari ini setiap sore selalu turun hujan, lebat lagi.

Jadi ... pergilah aku. Bisa ditebak, yang datang berbakti jam itu hampir semua para sepuh. Kakek, nenek, aki-aki, nini-nini. Angkatan jadul dah. Aku lihat kiri kanan ada sih satu-dua orang yang sebaya dengan ku. Tapi ya cuma mereka. Begitulah suasana kebaktian jam 08.30 di gerejaku. Kalau masih ingat, pernah ada kelakar seperti ini ... "Apa bedannya kebaktian jam 06.30 dan kebaktian jam 08.30?"
Tahu bedanya? Bedanya kalau kebaktian jam 06.30 ruang gereja harum semerbak mewangi, berbagai jenis parfum para para muda mudi, sedangkan kalau kebaktian jam 08.30 di gereja tercium bau hangat menyengat dari berbagai minyak penghangat, minyak angin ... minyak kayu putih balsem dll. :))

Tapi keadaan tidak sepenuhnya membosankan seperti yang aku pikirkan. Akhirnya aku justru dibuat trenyuh. Trenyuh kalau tidak salah diartikan berarti: jadi sayang, simpati dan mulai mengasihi. Ya aku jadi trenyuh dengan suasana kebaktian jam 08.30. Trenyuh melihat semangat aki-aki dan nini-nini yang begitu besar untuk datang berbakti, meski kondisi fisik mereka sudah tidak bisa dikatakan kuat. Ada yang datang pakai tongkat penyangga, ada yang bersama suster dll. Dari awal hingga akhir kebaktian suara batuk silih berganti. Tapi itu tidak menggangguku, aku mendengarnya seperti alunan merdu, bukti cinta kasih mereka kepada Allahnya. Ada yang lebih mengharukan... seorang nenek yang duduk tidak jauh didepanku selalu menoleh kesamping selama kebaktian. Selidik-punya selidik ternyata karena pendengarannya sudah mulai berkurang. Dari peristiwa ini aku semakin yakin bahwa mereka datang bukan hanya karena kebiasaan, tapi karena betul-betul rindu berjumpa dengan Tuhan.

Sebelum khotbah ada persembahan puji-pujian dari ps. Simona yang tentu anggotannya tetap para sepuh. Mereka bernyanyi dengan begitu bersemangat, bahkan ada yang tidak sadar pinggulnya bergoyang. Lucu, sampai pendeta ikut tersenyum-senyum dibuatnya. Trenyuh ... sungguh trenyuh hatiku dibuatnya.

Siapa yang mengira ... kebaktian yang aku pikir akan membuatku bosan, justru membuatku terkesan.
Trenyuh dengan semangat para sepuh menghaturkan sembah bhakti kepada Kanjeng Gusti.

http://kristiannovianto.blogspot.com/

__________________

kalau saya tida ada di rumah, cari saya di sini