Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
tersenyum...(^_^)
Saya punya kebiasaan SKSDST sama orang, entah sudah kenal, baru kenal, agak-agak kenal atau baru ketemu untuk yang pertama kalinya. Kebiasaan SKSDST itu saya salurkan melalui aktivitas "tersenyum". Sering senyuman saya dibalas dengan senyuman pula, yang dilakukan secara spontan atau pake mikir dulu sepersekian detik oleh si 'korban', beberapa kali dibalas dengan cengiran penuh tanda tanya atau bahkan dipelototin dengan tampang masam dan sisanya dicuekin. (Hihihi...garing deh..)
Beberapa orang mempunyai tanggapan yang berbeda-beda dengan kebiasaan tersenyum saya. Ada yang menganggap saya ramah (duh, jadi tambah semangat untuk tersenyum kalo sudah dipuji, hihihi....) tapi tak sedikit yang 'ngatain' : kurang kerjaan bahkan sok tau/sok akrab. Apapun makanannya, eh salah maksudnya apapun tanggapan orang, sampai hari ini saya masih bertahan dengan hobi tersenyum yang serasa sudah mendarah daging (cie....). Lagipula, tersenyum nggak bayar, tanpa pajak, tidak dilarang, jadi...SMILE MUST GO ON.
Tapi entah mengapa beberapa waktu yang lalu, kebiasaan tersenyum ini membawa saya pada sebuah kerisauan (halah...). Bukan.....bukan pertanyaan seputar kejiwaan mengenai perlukah saya memeriksakan diri ke Rumah Sakit Jiwa terdekat. Saya tersenyumnya bukan tersenyum sendirian kok, hehehe... Masih wajar. (^_^)
Jadi begini ceritanya. Beberapa waktu yang lalu saya mendapat kesempatan untuk ikut melayani di acara Paskah KWD Klasis tempat gereja saya berada. Ketika jemaat dari gereja-gereja lain sudah datang, biasalah tiap kali berpapasan dengan para jemaat baik yang sudah saya kenal maupun yang belum saya kenal, saya tak lupa untuk "triiiing", pamer gigi saya yang tak terlalu putih ini. Kata ibu gigi saya jadi tak seputih gigi di iklan odol akibat dari mengkonsumsi obat-obatan karena saat kecil sakit-sakitan. (Entah benar atau tidak, tapi saya tetap saja PD senyum-senyum). Tapi beberapa kali jurus saya tak mendapat sambutan. Seorang ibu langsung membuang muka ketika saya tersenyum padanya, seorang jemaat dari gereja lain juga malah menunduk, dan beberapa insiden lain sampai saya merasa perlu berlari ke ruang konsisturi dan berdiri di depan kaca besar yang terdapat di salah satu sudut ruang untuk mengecek, jangan-jangan sudah tumbuh taring bak drakula atau ada sisa makanan yang nyelip diantara gigi saya sehingga orang-orang enggan balas tersenyum pada saya. Tapi, semuanya terlihat normal. Maka saya kembali bersemangat untuk tersenyum lagi. Namu alangkah kasihannya saya karena hari itu senyuman saya hanya laku beberapa ulas saja.
Saya jadi bertanya-tanya (karena kebetulan beberapa kali menjumpai senyum yang tak laku kala saya berada di komunitas yang mengaku "saudara seiman"), apakah betul jika tersenyum saja sekarang terasa berat ya? Sementara di luar komunitas saudara seiman, begitu mudah menarik sudut bibir untuk membentuk sebuah senyuman. Kalau tersenyum dengan sesama anak Tuhan juga sudah terasa berat, lantas bagaimana dengan aksi yang lebih daripada sekedar tersenyum? Ah, mungkin saya terlalu berlebihan. Pikiran saya berlari terlalu jauh. Saya jadi teringat kala pertama ikut Kopdar di Solo. Banyak teman-teman blogger yang tidak saya kenal dengan mudah tersenyum dan bersikap ramah dan bersahabat kok, terutama Ari Thok, Masdanes, Cik Joli...hihihi...
Dalam pikiran saya yang sederhana, tersenyum itu suatu anugerah. Ada lho orang yang nggak bisa senyum, hehehe... Jadi jika Tuhan masih ijinkan saya tersenyum, ya saya akan tersenyum, ke siapa saja. Entah dibalas entah tidak, pokoknya senyuuuuuuuuum aja deh!! Dengan senyum, muka garang jadi terlihat manis. Yuk senyum yuuuuk..... (^_^)
- noni's blog
- Login to post comments
- 5948 reads
@noni: tersenyumlah sebelum tersenyum itu dilarang...
Hehe, teh Non, saya juga nggak terhitung sudah berapa kali begitu, senyum ke orang lain nggak di balas. Paling tidak ada dua di antara mereka yang saya kenal baik, satu tetangga saya, dan satu lagi dosen saya dulu.
Kalau tetangga saya itu (dua rumah dari tempat tinggal kami), jika bertemu di tempat-tempat lain, jarang sekali mau membalas senyuman saya. Namun kalau sedang bareng di Pos Ronda, do'i akrab sekali..
Sedangkan dosen saya (beliau tidak menikah), orangnya terkenal sangat dingin. Pernah sekali berpapasan dengan beliau saat sedang menaiki sepedanya, saya senyumin sesenyum-senyumnya dan saya sapa seramah-ramahnya, ealahhh, malah dilewati begitu saja. Padahal pagi itu tidak ada orang lain yang ada di sekitar kami, dan saya yakin beliau juga melihat saya.
Tapi tahu tidak teh Non, saat saya sedang dalam masa penulisan skripsi, dengan tanpa disangka-sangka beliau memanggil saya (beliau bukan mentor saya) dan meminjamkan buku-buku pribadinya yang kebetulan saya cari-cari tidak ada di Perpustakaan.
Jadi kesimpulan saya, walau ada orang-orang yang senyumnya muahaall banget, namun tidak selalu artinya mereka adalah orang-orang yang dingin hatinya. Malah saya lebih takut kalau disenyumin seseorang terus-menerus tanpa henti. Apalagi kalau di sebuah hutan yang sepi.... Jangan-jangan..., hiiiii......
Teruslah tersenyum teh Non. Senyuman orang-orang seperti teh Non akan membuat dunia ini terasa lebih sejuk... Asal jangan keterusan senyumnya. Bukan apa-apa. Tapi pegel..., hehehe...
Shalom!
(...shema'an qoli, adonai...)
(...shema'an qoli, adonai...)
@Kang Ebed : asiiiik, punya temen senasib!!!
Wah, senang rasanya ketemu sama orang yang punya hobi sama, hehehe...
Betul sekali Kang Ebed, bahwa kita tidak bisa menarik kesimpulan dengan semena-mena perihal orang yang enggan membalas senyum kita. Mereka punya banyak alasan untuk tidak balas tersenyum.
Btw, dosen yang dingin itu cowok atau cewek Kang Ebed? Kalo cewek...eheeeem...saya tau kenapa alasannya beliau ogah membalas senyuman Kang Ebed (hihihi...) tapi mau berbaik hati meminjamkan sejumlah buku dengan cuma-cuma...hwayooo...!! (^_*)
........kabuuuuuuurrrrrr......!!!!!
@Noni
temen min pernah berkata:
"Tersenyumlah, karena kamu ga akan tahu jika senyummu itu will bring such a blessing... and the blessing will continue... will go forward...-coz your smile"
^-^
@noni : KEEP SMILING NONI
Jesus Freaks,
"Live X4J, Die As A Martyr"
-SEMBAHLAH BAPA DALAM ROH KUDUS & DALAM YESUS KRISTUS-
Jesus Freaks,
"Live X4J, Die As A Martyr"
-SEMBAHLAH BAPA DALAM ROH KUDUS & DALAM YESUS KRISTUS-
senyum gambaran hati
tersenyumlah dan selalu tersenyum...setidaknya ketika kita tersenyum orng yang melihat kita akan merasakan adanya ketenangan dan kedamaian..
cuek aja non
bagaimana pun tanggapan orang, senyum must go on....
hidup senyum!
[ih, senyumnya emoticon kok aneh gitu ya?]
senyum plus gaplok..
Noni : Saya punya kebiasaan SKSDST sama orang, entah sudah kenal, baru kenal, agak-agak kenal atau baru ketemu untuk yang pertama kalinya. Kebiasaan SKSDST itu saya salurkan melalui aktivitas "tersenyum".
Senyum.. senyum...
Kebiasaan senyum.. Sama Non.. kita punya kebiasaan sama Non, baik senyum-nya or SKSDST nya.. senyum itu gratis kok.. sering juga sih yang di ajak senyum sok... maka-nya jurus-nya Joli tambah.. menjadi "senyum plus".. bukan hanya tersenyum.. but plus menyapa.. dulu ketika kecil.. ya kebiasaan SKSDST sudah bawaan dari sononya.. ketika kecil Joli selalu menyapa tetangga n orang lewat.. dengan sebutan "Lik" singkatan dari pak-Lik atau bu-Lik alis bapak cilik / om atau ibu cilik atau tante.. jadi kalau ngobrol dengan orang yang lebih tua segenerasi papa maam selalu aja panggil Lik.. ya panggilan Lik, familier di jawa timur.. di Solo kok jarang terdengar..
Ketika KKN di daerah Wonogiri, Batu Warno, juga begitu.. selalu menyapa monggo pak No.. monggo mbah To.. monggo-monggo..
Sekarang pun begitu, bila senyum tidak terespon, otomatis akan menyapa.. bila sapaan tidak terespon juga.. otomatis meng-gaplok.. sampai sampai di-omelin my bojo.. bila salah menggaplok orang.. he.. he.. he..
@ Min, Om JF, Masdanes, Erwin, dan Cik Joli
Asik-asik...semua orang mendukung program nasional tersenyumnya noni... Makacih..makaciiih....hehehe...
Pokoknya selama hayat dikandung badan, halah! Noni akan tersenyum selalu. Kadangkala pake jurus sapa juga seperti cik Joli juga.
Keep Smileeeeeeee.......:)