Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Sukses: Tahu ke Mana Harus Menuju

Kendrick Sumolang's picture

Rabu, 8 Agustus 2007, adalah hari yang tidak akan pernah bisa aku lupakan. Bukan saja karena hari ini usiaku genap 28 tahun, namun karena aku bisa mendapatkan waktu gembala musik-ku yang sangat berharga itu. Bagiku, beliau bukan hanya seorang music pastor, namun juga seorang coach/ mentor yang aku ikuti saran-sarannya. Jadi, mendapatkan waktunya secara eklusif selama dua jam sangat berharga bagiku.

 

Kami bertemu di sebuah toko buku di salah satu mal terbesar di kawasan Kelapa Gading. Ketika sampai, beliau mengucapkan selamat ulang tahun kepadaku sambil menyodorkan sebuah … BUKU. Ahaaa… ternyata beliau tahu seleraku. Thx Om atas kepekaanmu.

 

Bagiku, buku adalah hadiah yang berharga dan tak ternilai. Anda mungkin dapat menghitung harganya yang tercantum dekat bar-code di cover belakang dan kemudian melunasinya di kasir. Tetapi isi yang ada di setiap halaman demi halamannya, siapa yang dapat menghitung berapa nilainya? Buku yang berjudul The Success Journey karangan John C. Maxwell tersebut akan menambah koleksi-koleksi bukuku yang kubeli dengan mencicil sedikit demi sedikit.

 

Kemudian kami meneruskan perjalanan ke sebuah restoran yang ada di mal itu. Music pastor-ku datang ditemani anaknya, di situ juga hadir seorang rekan sepelayananku. Hari sudah siang dan sekarang waktunya untuk lunch. Kamipun memilih menu daging sapi cah cabe hijau ditambah dengan bakso dan pangsit goreng. Hmmmm… Setelah menikmati makan siang, kami pun bercerita banyak hal di sana.

 

Bicara mengenai makanan, music pastor-ku membuka rahasia bahwa tujuh tahun yang lalu, kalau melihat orang makan mie di salah satu restoran, ia menganggap bahwa orang itu masuk dalam kategori kaya. Mengapa? Karena saat itu beliau hanya bisa makan mie tenda di pinggir jalan karena harus berpikir dua kali jika hendak menikmati mie di sebuah restoran. Ada banyak kebutuhan lain yang lebih utama yang harus dipenuhi terlebih dahulu. Dan… makan mie di restoran pun hanya sebuah keinginan yang terpendam saat itu. Tapi, itu tujuh tahun yang lalu.

 

Pagi ini, beliau bercerita bahwa saat ini mereka sedang membangun sebuah tempat yang baru lagi untuk mengembangkan perusahaan mereka. Letaknya di sebuah real estate berkelas dengan tanah perbukitan di Timur Jakarta. Ada tenggang waktu selama tujuh tahun antara keinginan makan mie di restoran dan membangun workshop dan show room yang baru itu. Ada apa di sana?

 

Ada sebuah keadaan di mana segala sesuatunya sepertinya sudah ‘terbentur dinding’ dan sekarang waktunya mengadakan sebuah perubahan. Music pastor-ku memilih keluar dari tempat kerjanya yang lama pada saat beliau hampir dikirim ke Jepang oleh perusahaan untuk mengembangkan keahliannya. Dengan sedikit modal, beliau mulai membangun usahanya sendiri pada tahun 2000. Dan bidang yang dipilihnya adalah pekerjaan lama yang pernah ia tinggalkan. Yaitu bidang gear alias gigi alias roda. Bukan gigi nenek tua atau roda sepeda hehehe, tapi gear dalam istilah mekanik. Beliau bercerita, dulu sewaktu muda ia cukup ahli dalam bidang gear dan belajar dengan tekun untuk bidang yang satu ini. Ia pernah memborong buku-buku tentang mekanik sebanyak satu karung di sebuah toko buku loak di daerah Cikini. Karena sebagian buku-buku itu berbahasa asing, ia pun mengambil kursus bahasa Jepang dan Inggris, lalu belajar bahasa Jerman dan Rusia melalui kamus bahasa. Kalau ia tidak bisa menemukan artinya, ia sampai menelepon kedutaan untuk mencari tahu. Waktu belajarnya, dari jam 7 sampai jam 12 malam. Ia melahap buku-buku tersebut seperti seorang yang sedang kelaparan, sementara teman-temannya pergi hang out entah kemana.

 

Ketika aku bertanya apakah tidak jenuh jika kegiatan itu menjadi sebuah agenda rutin, ia menjawab, “Om berdoa supaya diberikan kekuatan untuk mengatasi rasa jenuh, karena ini memang yang Om takutkan.” Berkat pertolongan Tuhan, akhirnya ia dapat melewatinya selama bertahun-tahun. Kebiasaan yang dilakukan terus-menerus akan menjadi sebuah karakter. Karena kebiasaannya belajar dan membaca buku, khususnya buku-buku mekanik, maka sekarang membaca buku sudah menjadi sebuah karakter di dalam kesehariannya. Kalau tanya soal mekanik, beliau akan menjawabnya dengan tepat untuk Anda. Kalau ia tidak tahu jawabannya saat itu, maka besok pagi ia sudah mengantongi jawabannya. Inilah keahliannya.

 

Dan kini, ia teringat semua waktu yang pernah ia investasikan untuk hal tersebut. Ia pun fokus mengembangkan bisnisnya. Sampai di sini, aku mendapati: untuk memulai sesuatu yang baru di dalam hidup kita, kadang tidak harus benar-benar baru. Ia bisa seperti sebuah hobi lama atau pekerjaan lama yang pernah kita kerjakan, namun sempat kita tinggalkan untuk sementara waktu. Sebuah penemuan baru pun, tidak harus benar-benar baru. Ia bisa merupakan sebuah kolaborasi dari penemuan-penemuan yang sudah ada. Dengan memberi sedikit nilai tambah pada yang sudah ada, kita bisa menyuguhkan sesuatu yang baru. Dari satu mesin, kemudian dua mesin, empat mesin dan sekarang perusahaannya sudah berjumlah kurang lebih 40 mesin dari berbagai jenis dan memperkerjakan puluhan karyawan. Semua itu tidak dicapai hanya dalam waktu satu hari, tapi tujuh tahun. Banyak orang tercengang melihat kemajuan perusahaannya yang begitu pesat. Jangankan orang lain, bahkan ia pun sendiri tercengang dan tak habis pikir. Ketika mulai membangun usaha ini, ia memiliki impian yang besar. Ia mengusung perusahaannya sebagai yang paling ahli dalam bidang gear di Jakarta bahkan suatu hari nanti di Indonesia. Dan memang terbukti. Ia memiliki mesin-mesin unik dan langka yang tidak dimiliki perusahaan lain. Bukan hanya di Jakarta, tapi di seluruh Jawa. Perusahaannya bahkan membeli mesin-mesin yang tidak bisa dioperasikan oleh perusahaan lain, yang telah tersimpan terlalu lama di gudang belakang. Fokusnya tidak pernah beralih. Visinya dijaga pasti. Menjadi nomor satu dalam bidang pembuatan gear. Menjadi yang paling ahli dibidangnya. Pengembangan demi pengembangan dilakukan, inovasi demi inovasi diciptakan membuat perusahaannya meninggalkan para pesaingnya jauh di belakang. Lagi lagi fokusnya tidak pernah ‘keluar jalur’. Menjadi ahli gear yang terkemuka di Jakarta, bahkan di Indonesia. Ia menemukan panggilan hidupnya, talentanya, keahliannya dan ‘karunia’nya yang paling menentukan pada usia 40 tahun. Saat itu ia sedang berada dipersimpangan. Itu kejadian 7 tahun yang lalu. Namun gairahnya tidak terbendung dan harapannya tidak pernah mati. Ia tidak pernah melewati hari tanpa saat teduh. Bersama Allah kita akan lakukan perkara yang besar! Dengan keyakinan itu, ia berkata, “Ya” pada panggilan Allah dan kemudian melaksanakannya dengan sekuat hati, sekuat jiwa dan sekuat akal budi dan kerja keras. Ia melakukannya dengan tekun dan setia dan… SUKSES!

 

Ketika berbicara selama hampir kurang lebih 2 jam, aku mendapati kenapa hal itu bisa terjadi. Ada beberapa kata kunci di sana. Sedikitnya aku menemukan ada tiga hal, yaitu:

  1. Purpose (Tujuan). Dalam menjalankan roda bisnisnya, beliau memulainya dengan sebuah tujuan yang sangat jelas yaitu menjadi ahli gear yang terdepan dan terkemuka.
  2. Planning (Rencana). Setelah mengetahui apa purpose-nya, kemudian beliau mulai merencanakan apa saja yang harus dilakukan untuk menjalankan roda bisnisnya. Beliau membuat system-nya secara teratur dan terarah.
  3. Strategy (Strategi). Dalam era persaingan yang begitu ketat, ketekunan dan kerajinan saja tidak cukup. Namun diperlukan strategi, hikmat, kejelian di dalam membaca peluang dan bermain cantik untuk menjadi yang terdepan.

Kalau aku melihat, hari ini beliau sudah sukses. Namun sukses bukanlah hasil akhir dari sebuah pencapaian. Sukses merupakan sebuah perjalanan. Dan pemimpinku ini pun tahu akan hal itu dan bahkan sudah melewatinya. Bahwa Success is a journey. Sebab itu ia memberiku sebuah buku yang berjudul “The Success Journey”. Kalau menoleh ke belakang, apa yang telah dicapainya sampai pada hari ini karena ia tahu ke mana harus menuju. Kalau melihat apa yang sedang dikembangkannya terhadap perusahaannya sekarang ini karena ia tahu ke mana harus menuju.

 

Di hari yang penting di dalam hidupku itu, pada saat usiaku genap 28 tahun, aku pun bertanya pada diriku sendiri—untuk kesekian kalinya—apakah aku benar-benar tahu ke mana harus menuju? Pertanyaan ini harus selalu ada di dalam hati dan pikiranku. “Apakah aku benar-benar tahu ke mana harus menuju?”. Kabar baiknya, aku telah memberitahu music pastor-ku sekaligus mentor-ku akan hal itu. Ya, he knows my purpose, he knows my dream.

 

Malam itu sebelum aku memejam mataku untuk tertidur pulas, aku mengirimkan sebuah pesan singkat melalui telepon genggam betapa aku sangat diberkati dengan waktunya selama dua jam, betapa aku sangat menghargai kisah perjalanan hidupnya dan aku ingin mengikuti ‘jejak kaki’-nya. Bukan menjadi orang yang ahli dalam gear hehe. Namun menjawab, “Ya” pada panggilan Tuhan di dalam hidupku untuk memulai sesuatu yang baru tepat pada tanggal 1 Maret 2007 yang lalu. Ya, sama sepertinya, aku pun harus fokus menjaga visi dan mimpi itu, kemudian mengerjakannya dengan segenap hati, segenap jiwa dan segenap kekuatan untuk mewujudkannya menjadi nyata.

 

Pagi hari, pukul 9 pagi, tanggal 9 Agustus 2007 sebuah sms dalam bahasa Inggris masuk ke HP-ku, dari music pastor dan mentor-ku, yang aku terjemahkan, “Aku selalu berdoa untukmu. Doaku selalu menyertaimu. Suatu hari nanti aku ingin melihatmu berhasil (sukses) di dalam hidupmu. Berkat dari Tuhan kiranya tercurah atasmu berlimpah-limpah dan orang-orang juga akan mengikuti ‘jejak kaki’-mu. Tuhan memberkati.”

 

Tulisan ini aku dedikasikan untuk: Om Suwandi, yang bagiku bukan hanya seorang music pastor dan coach di dalam Dept Musik Rayon 1 D, tapi lebih dari itu kuanggap sebagai mentor-ku yang sudah menjadi berkat bagiku secara pribadi. Terima kasih untuk mengenalmu yang telah memberikan teladan hidup yang baik bagiku dan bagi kami semua. *****