Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Rahasia Hidup Berbahagia dan Berumur Panjang

Kendrick Sumolang's picture

Seorang nenek berambut putih mentah berjalan dengan langkah yang cukup kuat untuk ukuran orang seusianya. Dia berjalan sendiri tanpa ada yang menuntunnya sambil melihat pameran property yang sedang berlangsung. Aku mendekati nenek tersebut sambil menyapanya, “Hai Oma, Oma tampak masih kuat dan sehat. Boleh aku tahu berapa usia Oma?” . “He he he… masih muda, baru sembilan puluh tiga tahun,” jawabnya dengan wajah yang berseri. Upsss! Sungguh? Tanyaku hampir tidak percaya. “Boleh aku tahu rahasianya Oma?” Tanyaku ingin tahu. “Hormatilah orang tuamu,” jawabnya singkat sambil berlalu meninggalkanku.

 

Itulah sekelumit pengalaman temanku saat bertemu dengan seorang nenek berusia 93 tahun di sebuah pameran property di kota kembang, Bandung.

 

Kalau melihat hubungan antara pernyataan oma itu tersebut dengan apa yang firman Tuhan katakan, maka tidak heran diusianya yang sudah 93 tahun ia masih tampak sehat, kuat, dan bahagia. Paulus pernah berkata kepada jemaat di Efesus demikian, “Hormatilah ayahmu dan ibumu – ini adalah suatu perintah yang penting, seperti yang nyata dari janji ini: supaya kamu berbahagia dan panjang umurmu di bumi.” [Efesus 6:2-3].

 

Sudah terlalu banyak buku-buku sekulerisme yang mengajarkan rahasia hidup bahagia dan berumur panjang. 10 Langkah Hidup Bahagia, 7 Prinsip Rahasia Berumur Panjang, dan lain sebagainya. [Tentunya kita harus menjaga kesehatan kita dengan pola hidup yang benar, pola makan yang sehat dan olahraga secara teratur]. Namun diantara serentetan tips yang harus dilakukan, buku-buku itu lupa menuliskan prinsip rohani yang harus dilakukan jika ingin hidup berbahagia dan berumur panjang.

 

Lepas dari realita panjangnya usia manusia ada di tangan Tuhan, hormat pada orang tua merupakan suatu perintah yang penting.

 

Aku kadang prihatin melihat banyak anak muda zaman sekarang berontak terhadap orang tua. Meskipun semua ada sebab akibatnya, namun aku melihat perlahan-perlahan gaya hidup acuh tak acuh terhadap orang tua menyusup di kalangan muda gereja, bahkan mereka yang menyebut dirinya pelayan, pengerja, aktifis dan kawan-kawannya. Berapa banyak justru anak muda yang terlibat di pelayanan justru bersikap lebih kurang ajar terhadap orang tua. Tidak sedikit yang merasa lebih beriman, lebih rohani dan lebih pintar dari orang tuanya.

 

Ketika remaja aku pernah terjebak di dalam gaya hidup yang seperti ini - acuh tak acuh terhadap orang tua. Bahkan saat itu aku orang yang sangat aktif di dalam pelayanan pemuda. Aku seorang youth leader. Aku ingin menangis jika mengingat hal ini: Suatu hari ibuku sudah menyiapkan makanan kesukaanku. Aku tahu ia sudah bekerja seharian dan memasak makanan terbaik untukku. Namun aku tidak melahapnya terlebih dahulu karena aku sudah pergi …. pelayanan!

 

Saat itu bahkan aku hampir tidak punya waktu buat bersekutu [fellowship] bersama orang tua. Rumah seperti tempat persinggahan saja. Sampai suatu hari ibuku sakit keras dan hampir meninggal saat itu - Thanks God, sampai hari ini mama masih hidup – pada saat itulah hidupku berubah. Saat mama terbaring di rumah sakit aku menuliskan permintaan maaf di cover bagian dalam Alkitab miliknya. Dan tulisan itu masih ada sampai hari ini sehingga setiap kali melihatnya aku selalu ingat peristiwa tersebut. Ya, terkadang kita baru menyadari bahwa orang tua kita begitu berharga saat kita hampir kehilangan mereka.

 

Aku belajar dari peristiwa itu. Di dalam anugerah waktu yang Tuhan berikan sampai hari ini - aku terus membangun hubungan dengan kedua orang tuaku yang masih lengkap. Seperti kebanyakan anak laki-laki yang punya hubungan yang rada kaku dengan sang ayah, aku mulai meluangkan waktu di sore hari untuk ngobrol bersama papa untuk membangun hubungan. Kami bicara banyak hal di sana dan bisa tertawa bersama. Bahkan, sebagai anak laki satu-satunya – aku bisa cerita hal yang sangat pribadi dengan papa. Kami bisa bicara man to man.

 

Dengan mama? Aku bahkan pernah jatuh ketika sedang berusaha menggendongnya. Bahkan salah satu waktu yang berharga buat aku adalah ketika aku memandang wajahnya ketika ia sedang tertidur pulas. Wajahnya memancarkan cinta, kasih dan pengorbanan untuk memberi yang terbaik bagi anak-anaknya.

 

Seharusnya kita meluangkan waktu buat orang tua kita lebih banyak dibandingkan dengan teman-teman kita. Terkadang kita begitu royal dan habis-habisan dengan teman-teman kita. Tapi bagaimana dengan orang tua kita? Kapan terakhir kita duduk bersama ayah kita sambil menikmati kopi bersama. Atau menemaninya memancing jika itu merupakan kesukaannya. Atau kalau kita tinggal jauh dari mereka, kapan terakhir kita menghubungi mereka dan menanyakan bagaimana kabarnya? Kapan kita memberikan sepotong coklat tanda kasih sayang seperti yang biasa kita lakukan dengan kekasih kita?

 

Prestasi yang gemilang dan pelayanan yang cemerlang ternyata tidak berarti apa-apa jika kita mengabaikan orang tua. Mungkin orang tua kita banyak kekurangan – because nobody perfect -  tetapi salah satu rahasia hidup berbahagia dan berumur panjang, adalah menghormati orang tua.

    

CeCiLia's picture

ternyata...

ketika magang aku bingung nanti penempatan dimana? dekat orang tua gak? klo dekat gak bisa jalan2 dung gak bisa bebas....tapi tetep saja aku penempatan di jambi dekat orang tua :) mungkin ini kesempatanku untuk membahagiakan orang tuaku :)...