Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

PUASA

widdiy's picture

I.      Latar Belakang Alkitab

Asal perintah puasa dalam Perjanjian Lama tidak begitu jelas. Tercatat ketika Israel menghadapi Filistin mereka mengaku dosa dan berpuasa (lihat 1Sam.7:6). Sekalipun tidak disebut sebagai puasa, Musa tidak makan dan minum selama 40 hari (lihat Kel.34:28). Ketika Nehemia mendengar situasi Yerusalem, ia berdoa dan berpuasa (lihat Neh.1:4). Yoel menyuruh umat bertobat dan berpuasa (lihat Yoel.2:12).

 

Beberapa tokoh Perjanjian Lama yang melakukan puasa antara lain :

  • Nabi Musa, 40 hari 40 malam tidak makan dan tidak minum ketika menerima 10 Perintah Allah (lihat Keluaran 34:28).
  • Daud, tidak makan dan semalaman berbaring di tanah (lihat 2 Samuel 12:16).
  • Nabi Elia, 40 hari 40 malam berjalan kaki (lihat 1 Raja-raja 19:8).
  • Ester, 3 hari 3 malam tidak makan dan tidak minum (lihat Ester 4:16).
  • Ayub, 7 hari 7 malam tidak bersuara (lihat Ayub 2:13).
  • Daniel, 10 hari hanya makan sayur dan minum air putih (lihat Daniel 1:12).
  • Nabi Yunus, 3 hari 3 malam dalam perut ikan (Yunus 1:17).
  • Orang-orang dan ternak-ternak di Niniwe, 40 hari 40 malam tidak makan, tidak minum dan tidak berbuat jahat (Yunus 3:7).

 

Namun demikian, sebagaimana syariat-syariat Perjanjian Lama yang lainnya, puasa seringkali merosot arti rohaninya. Umat Israel tidak melakukan puasa sebagai ekspresi pertobatan, tetapi menjadikannya sebagai sarana tuntutan untuk memperoleh sesuatu atau untuk diperkenan Tuhan (lihat Yes. 58:3-7)

 

Tokoh-tokoh dalam Perjanjian Baru yang melakukan puasa antara lain :

·      Tuhan Yesus, 40 hari 40 malam tidak makan (lihat Matius 4:2).

·     Yohanes Pembabtis, tidak makan dan tidak minum, tidak diketahui berapa lamanya (lihat Matius 11:18).

·      Rasul Paulus, 3 hari 3 malam tidak makan, tidak minum dan tidak dapat melihat (lihat Kis. 9:9).

·      Jemaat mula-mula, untuk menguatkan Paulus dan Barnabas dalam pelayanan (lihat Kis. 13:2-3).

 

 

Dalam khotbah di bukit, Tuhan Yesus menjelaskan tentang 3 macam perbuatan yang merupakan aktualisasi kerohanian yang sangat penting untuk dilakukan oleh orang-orang percaya yaitu :

1.                  - Sedekah (Mat. 6:1-4)

             - Doa (Mat. 6:5-13) 

                 - Puasa (Mat. 6:16-18)

 

II.    Makna

Puasa, demikian juga sedekah dan doa, adalah suatu aktualisasi kerohanian yang seharusnya dilakukan oleh orang-orang percaya, sebagai upaya untuk melatih pengendalian diri dan mengasah pertobatan secara dinamis. Jadi tanpa diwajibkan, puasa semestinya kita lakukan untuk senantiasa mengingat dan menghargai pertobatan. Alkitab mengarahkan kita untuk hidup dalam pembaruan secara dinamis di dalam Roh dan Kebenaran oleh karya Roh Kudus (lihat Ef. 4:21-24).

 

Jadi, puasa bukan perintah agama, bukan untuk memperbanyak amal, bukan untuk mengurangi dosa, bukan untuk mencari kesaktian, dan bukan untuk memaksa Tuhan supaya menuruti keinginan kita. Puasa adalah salah satu disiplin rohani yang berasal dari Tuhan untuk mengasah pertobatan kita, dan melatih pengendalian diri (emosi, pikiran, perasaan, termasuk terhadap makanan, minuman, dan lain-lain).

 

Jemaat gereja mula-mula tercatat melakukan doa dan puasa untuk memohon petunjuk Tuhan dalam menjalankan tugas-tugas pelayanan tertentu, seperti:

            -  Melantik rasul-rasul untuk tugas-tugas tertentu (lihat Kis. 13:2-3).

·                    - Menetapkan dan melantik penatua-penatua jemaat (lihat Kis. 14:23).

 

Pada perkembangan gereja-gereja aliran kharismatik, dikenal istilah doa puasa.. Yaitu suatu ibadah yang menggabungkan antara menaikkan doa permohonan khusus, disertai dengan puasa dalam waktu tertentu. Maka seringkali makna puasanya menjadi kabur, sehingga seolah-olah dengan berpuasa doa-doa permohonan kita harus dikabulkan oleh Tuhan. Dengan makna yang dangkal seperti ini, kita menjadi seperti anak kecil yang merengek minta sesuatu lalu mogok makan, supaya permintaannya dituruti oleh ayah dan ibunya. Ini hanya pengulangan kesalahan seperti yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi.

 

III.   Tujuan

Jika demikian, apakah tujuan puasa? Menurut terang Alkitab, tujuannya antara lain :

- Dengan berpuasa, kita merendahkan diri di hadapan Allah, dan mengungkapkan rasa cinta kasih kita kepada Tuhan Yesus yang telah berkorban untuk kita dengan kematianNya di kayu salib.

        - Merupakan salah satu cara untuk menyangkal diri, yaitu mendisiplinkan tubuh kita dari keinginan duniawi

      - Menambah rasa perduli dan empati terhadap sesama, karena kita bisa merasakan bagaimana rasa lapar dan dahaga yang dialami sesama manusia yang kurang beruntung (lihat Yes. 58:6-7).

·       -  Untuk mengusir jenis setan tertentu atau kuasa roh jahat yang hanya bisa diusir dengan doa dan puasa (lihat Matius 17:19-21). Hal ini bukan berarti dengan berpuasa kita menjadi lebih sakti sehingga setan-setan takut. Bukan berarti pula dengan puasa kita memperbesar kuasa Roh Kudus dalam diri kita. Roh Kudus tidak akan bertambah besar atau bertambah kecil dengan kita puasa atau tidak. Roh Kudus tetap Maha Kuasa. Namun untuk melakukan pelayanan pengusiran setan, seseorang harus mempunyai persiapan khusus. Melalui doa dan puasa, maka iman dan rasa berserah diri kepada Allah akan meningkat.

 

IV.  Penutup

Sekalipun Yesus berpuasa 40 hari 40 malam, Dia tidak memerintahkan orang untuk berpuasa. Bahkan Dia mengecam orang yang berpuasa tetapi menyombongkan diri. Namun demikian Yesus juga mengajarkan bagaimana berpuasa secara benar dan diperkenan Allah. Jadi puasa itu pada dirinya sendiri tidak memiliki arti bila bukan merupakan ungkapan hati yang bertobat dan merendahkan diri di hadapan Allah, serta mengakui Kemahakuasaan-Nya.