Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Catatan Relawan, 31 Oktober

Purnawan Kristanto's picture

Untuk pertama kalinya, kami mendapat guyuran hujan abu dan menyaksikan evakuasi pengungsi. Saat itu kami baru saja menyuplai kebutuhan pengungsi di di Boyolali.

***

Minggu pagi, bpk Hendro dari Gugus Tugas Penanggulangangan Bencana GKI Pondok Indah menginformasikan sudah masuk ke wilayah Klaten. Bersama dengan bpk. Tukiyo dan bpk. Egi, bpk Hendro sudah melakukan perjalanan semalaman dari Jakarta. Pukul 8:30, mereka sudah sampai di Gki Klaten. Saya memberikan informasi tentang situasi pengungsi kepada mereka. Tak lama kemudian pak Bambang  Pudyanto bergabung, lalu sarapan nasi bebek di warung ibu Suwarni, Gondang. Tujuan pertama adalah barak pengungsi di Dompol, Kemalang, Klaten. Saat melintasi pos pengungsi di Keputran, suasananya seperti pasar malam di siang hari. Spanduk dan umbul-umbul dari berbagai instansi, partai, lembaga dan perusahaan  dipancangkan di berbagai tempat.  Berlomba-lomba mencari paparan mata paling strategis. Wakil Presiden baru saja berkunjung ke tempat ini. Tentu saja tempat ini menjadi strategis. Ironisnya, jumlah pengungsi terlihat sedikit. Ada dua kemungkinan: pengungsi kembali lagi ke rumah mereka pada siang hari untuk mengurus ternak atau memang belum ada pengungsi karena wilayahnya jauh dari ring 1.

Kami terus naik ke barak pengungsi di Dompol. Situasinya sudah lebih baik daripada situasi tiga hari sebelumnya ketika kami di sini. Jumlah bantuan sudah menumpuk, lima kali lipat lebih banyak. Pengelola posko mengakui untuk kebutuhan logistik sudah mencukupi.

Kami meneruskan perjalanan ke Jrakah, Boyolali. Di sana, ternyata pendeta Janoe dan relawab dari GKI Sangkrah sudah sampai lebih dulu. Memakai mobil Elf yang disopiri sendiri oleh pdt. Janoe, GKI Sangkrah menyuplai kebutuhan dapur umum dan perlengkapan pribadi.

Pos Jrakah ini pos kemanusiaan mandiri, yang dikelola oleh Lembaga Bantuan Keamanusiaan Umat Beragama. Sebuah lembaga kerjasama antar iman di Boyolali. Dalam merespon bencana Merapi, pemerintah kabupaten Boyolali ternyata paling keteteran di banding pemerintah kabupaten lain di sekitar Merapi. Masih ada banyak titik yang tidak terjangkau.

Dari bincang-bincang dengan relawan di posko ini, diperoleh informasi sebagai berikut:

Selama 2 tahun ini, LBK-UB telah mendampingi masyarakat untuk program Pengurangan Risiko Bencana. Mereka telah merintis Sistem Peringatan Dini dan terbukti berhasil pada bencana Merapi. Melihat peran pemerintah kabupaten yang minim, maka LBK-UB kemudian bergerak ke wilayah tanggap bencana. Mereka melayani wilayah Jrakah, Klakah dan Lencoh. Agak susah untuk menghitung jumlah pasti pengungsi karena para pengungsi ini tidak tinggal di barak pengungsi dalam waktu yang lama. Pada siang hari mereka kembali ke rumah masing-masing. Setelah malam hari mereka kembali ke barak pengungsian. Jika situasi mereka nilai aman, maka mereka akan segera pulang. Jika situasi berbahaya lagi, mereka bergegas ke barak terdekat. Jadi bisa saja hari pertama mereka mengungsi ke barak A, namun pada hark kedua mereka pergi ke barak B. Situasi ini menyulitkan relawan karena tidak dapat menghutung kebutuhan pengungsi secara akurat. Namun secara kasar, setiap barak biasanya berisi 800-1600 pengungsi. Namun jumlahnya akan bertambah pada malam hari.

Makan siang

Kebutuhan di wilayah ini adalah:

  1. Sarana prasarana dapur umum (Alat masak, kompor, LPG, dll).
  2. Tenda besar
  3. Makanan Siap aji (abon, dendeng, sarden, tempe kering, sambel kering, srundeng), roti
  4. Makanan dan susu (bukan susu formula) untuk anak-anak
  5. Selimut
  6. Tikar
  7. Masker
  8. Obat-obatan.

Selain itu memenuhi kebutuhan dasar pengungsi, posko ini juga melakukan perondaan untuk menjaga aset-aset penduduk. Boyolali adalah pemasok kebutuhan daging dan susu sapi untuk berbagai kota. Warga tidak mungkin membawa serta sapi untuk mengungsi. Itu sebabnya,  tim ini juga menerjunkan relawan, selain menjaga, juga memberi makan ternak.  Istilah lokal adalah "ngarit"

Untuk itu, relawan sendiri juga membutuhkan dukungan berupa:

  1. Senter
  2. Pulsa
  3. Kopi, gula, teh, camilan untuk peronda
  4. BBM
  5. Handy Talkie
  6. Konsumsi

 

Untuk keperluan Pengurangan Risiko Bencana, masyarakat di desa Tlogolele membutuhkan tower/menara untuk sirene dan pengeras suara.

Bantuan

Sekitar pukul 2 siang, bantuan dari GKI Gereformeed Semarang datang. Dengan dipimpin pdt. Rahmat, mereka membawa bantuan satu mobil box.  Saat sedang menurunkan bantuan, tiba-tiba suara handy-talkie milik posko berubah nada. Alat komunikasi ini sengaja digunakan untuk memantau seismograf yang ada di puncak merapi. Dalam situasi normal, HT ini mengeluarkan suara monoton seperti suara uap milik penjual kue puthu. Ketika terjadi aktivitas vulkanik, maka nada suaranya akan berubah seperti suara gemuruh. Kontan relawan yang ada di posko segera keluar rumah dan memandang ke arah puncak merapi. Saat itu sedang turun gerimis dan diliputi oleh mendung tebal. Karena tidak bisa memantau secara visual, para relawan mencari kabar ke posko lain. Mereka mendapatkan kepastian bahwa terjadi erupsi lagi. Tak berapa lama terdengar suara sirene meraung-raung. Rupanya berasal dari truk polisi yang bergegas menuju wilayah pemukiman penduduk. Sementara dari arah lain, beberapa mobil pick up yang sarat muatan warga melaju menuju Tempat Pemampungan Akhir.

Evakuasi

Kami memutuskan untuk segera berpamitan supaya relawan di posko Jrakah ini bisa segera memberikan bantuan kepada warga. Mobil milik Pondok Indah turun ke arah Blabak, Magelang. Saya menumpang mobil Elf GKI Sangkrah yang dikemudikan oleh pdt. Janoe. Sepanjang jalan pulang, kami menyaksikan situasi genting warga yang mengungsi. Ada yang berjalan kaki sambil menggendong perbekalan, ada yang naik sepeda motor, ada yang naik mobil pick up.

Anehnya, kendaraan yang berasal dari bawah (Boyolali) justru telah tertutup debu yang sangat tebal. Pada saat yang bersamaan hujan gerimis. Para pengendara sepeda motor menggunakan mantel serba putih karena tertutup debu. Abu vulkanik mulai mengotori kaca depan mobil kami. Celakanya, saat akan dibersihkan, tangki air untuk semprotan wiper ternyata kosong. Sebagai tindakan darurat, kami menjulurkan tangan keluar kaca untuk mengguyur kaca mobil dengan air minum kemasan gelas.  Sesampai di Boyolali, kami mampir ke SPBU untuk mengisi tangki wiper.  Namun sudah terlambat karena perjalanan selanjutnya menuju Klaten tidak terguyur debu sama sekali.

Photobucket

Debu Abu abu-abu

Photobucket

Jalan utama Boyolali

Photobucket

Pasar Cepogo

Abu

Membersihkan kaca

__________________

------------

Communicating good news in good ways