Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Respons Merapi-29 Oktober
Tanggal 29 Oktober, Tim Tanggap Bencana Gereja Kristen Indonesia Sinode Wilayah Jawa Tengah kembali menyalurkan bantuan. Dengan menggandeng Pundi Amal SCTV, tim Medis Obor Berkat Indonesia dan Gereja Kristen Jawa di Klaten, kami meluncur ke lereng utara Merapi. Tujuannya menyisir para pengungsi yang belum terjamah bantuan karena ketiadaan liputan media. Kali ini kami juga membawa kontributor Liputan 6 SCTV.
Cerita selengkapnya akan ditambahkan kemudian setelah saya beristirahat dan pikiran menjadi segar. Berikut ini foto-foto para laskar pahlawan kesiangan:
Puncak Merapi dilihat dari Selo
Update:
Malam sebelumnya, pdt. Sugeng menginformasikan bahwa tim medis dari Obor Berkat Indonesia (OBI) minta diantar ke wilayah yang belum dijamah bantuan. Sehari setelah erupsi pertama, mereka sudah membawa 30 dokter ke Yogya. Namun setelah melihat bahwa suplai tenaga medis di Yogya sudah memadai maka sebagian besar dokter langsung berangkar ke Mentawai, menyisakan 4 dokter.
Saya merencanakan mengajak mereka untuk melayani di Boyolali, yaitu di pos pengungsian mandiri yang diampu oleh Lembaga Bakti Kemanusiaan Umat Beragama (LBK-UB) Boyolali.
Sudah ada bantuan 50 box Aqua gelas dan 50 bal mie kering, biskuit, dan kasur. Saya menghubungi pdt. Sutomo untuk mengirimkan relawan dan mobil pick up. Dari pdt. Simon Julianto, yang menjadi koordinatoe LBK-UB didapat informasi bahwa yang dibutuhkan pengungsi adalah hygiene kit dan makanan siap santap. Maka kami kemudian berbelanja sabun, pasta gigi, sikat gigi, sabun colek, obat anti diare dan obat tetes mata. Tak lupa membeli bahan makan untuk keperluan dapur umum seperti beras, ikan asin, abon, kecap, bumbu dll. Dibutuhkan satu pick up lagi untuk mengangkutnya. Koh Yoyok mendapatkan pinjaman pick up grand max dari sebuah paguyuban tionghoa. Mobilnya masih gres. Angka di speedometernya saja baru tertera 150 km. Sambil menyerahkan mobil, koh Yoyok mewanti-wanti, “Mas Wawan, mobil ini masih baru. Hati-hati ya.”
Pukul 10, tim OBI sampai di Klaten. Mereka juga membawa tim Pundi Amal SCTV. Rencana perjalanan bergeser sedikit karena kami harus menjemput kontributor SCTV di Delanggu. Rutenya agak melambung ke kanan, melalui Sawit, Pengging, Mojosongo, Boyolali dan berhenti di kantor LBK-UB di jalan ke Selo km 2. Di sini, kami mendapatkan paparan tentang situasi terkini dari pdt. Simon. Mereka melayani warga di wilayah Jrakah, Klakah dan Tlogolele yang luput dari perhatian pemerintah.
Setelah makan siang, rombongan segera mendaki punggung Merbabu menuju Selo, melewati Cepogo. Sesampai di desa Jrakah, kami berhenti sejenak di pos LBK-UB untuk menunggu 2 mobil pick up yang terseok-seok karena sarat muatan. Karena waktu yang terbatas, kami memutuskan meninggalkan 2 mobil itu di pos Jrakah. Sementara 4 mobil berisi sekitar 20 penumpang melanjutkan perjalanan ke gunung Merapi. Tujuan pertama kami adalah ke Tlogolele. Medannya tidak mudah. Kami melewati jalan aspal yang sudah berlobang sana-sini dengan tanjakan dan turunan dan tajam. Kami juga harus melewati kali Apu, yang menjadi jalur aliran lahar Merapi. Saat menyeberang, rombongan harus ekstra waspada sebab sewaktu-waktu bisa diterjang lahar panas atau dingin.
Ternyata tidak banyak pengungsi yang ada di ini karena mereka kembali ke rumah mereka pada siang hari. Baru pada malamnya, mereka akan kembali ke Tempat Pengungsian Sementara (TPS). Perjalana diteruskan ke Srengi. Di sini pun tidak ada pengungsi yang terlihat sehingga tim medis OBI tidak bisa segera beraksi.
Matahari sudah bergulir ke Barat. Kami bergegas ke Sewukan, kecamatan Dukun, Magelang . Di sini ada 1115 pengungsi yang berjejal di kelas-kelas SD. Kondisinya memprihatinkan. Belum ada dapur umum. MCK dan air bersih juga tidak memadai. WC untuk pria hanya berupa selokan yang ditutup dengan spanduk bekas.
Mereka baru mendapat bantuan pada hari ke-3 setelah bencana. Ada mie gratis dari pabrik mie instan. Ada mobil van milik satu operator seluler. Namun saya tidak tahu kegiatan mereka di sana, apakah menyediakan sambungan komunikasi atau menyalurkan bantuan. Ada juga spanduk dari maskapai penerbangan nasional. Setelahs aya tengok ke gudang, ada dos-dos yang ditenpeli fotokopian logo maskapai. Rupanya mereka menyuplai bantuan, memasang spanduk besar lalu ditinggal pergi. Praktik seperti ini lazim ditemui dalam kebencanaan. Mereka kirim bantuan, pasang penanda kehadiran, lalu ditinggal pergi, tanpa ada follow up (Ah jadi teringat salah satu hewan yang mengencingi tempat tertentu sebagai penanda teritorialnya).
Tim medis OBI mengadakan pembicaraan dengan pengelola barak pengungsi. Saat kami datang, sedang ada pelayanan kesehatan dari tim medis Rumah Zakat. Namun mereka hanya bisa melayani sampai pukul 15. Setelah itu tidak ada tim medis yang bersiaga. Dengan kondisi ini, tim OBI datang tepat waktu karena mengisi kekosongan di Sewukan ini. Namun persoalannya tidak semudah itu. Ternyata kantributor SCTV keberatan untuk melakukan peliputan karena barak pengungsi itu berada di wilayah Magelang. Sementara wilayah peliputannya adalah di Boyolali dan Klaten. Hal ini berimbas kepada Pundi Amal SCTV. Tanpa liputan dari wartawan, mereka juga enggan beroperasi. Seperti kartu domino, efek ini mengimbas kepada tim medis OBI. Tanpa dukungan dari Pundi Amal, tim OBI juga kesulitan beroperasi karena meskipun secara struktural berbeda kelembagan, namun mereka memiliki kerjasama yang erat. Muncul kebingungan selama beberapa saat. Sementara itu, udara di barak pengungsian terasa sangat panas, padahal berada di dareah yang sangat tinggi. Kami menduga hawa panas ini dampak dari lava Merapi yang terlihat jelas dari barak ini.
Akhirnya kami memutuskan untuk kembali ke wilayah Boyolali. Di desa Tlogolele, kami membuka pos pelayanan kesehatan dadakan. Padahal belum ada pasien yang akan dilayani. Salah satu warga berinisiatif mengumumkannya dari corong di masjid. Tak lama kemudian, warga berdatangan. Kontributor SCTV segera merekam gambar dan melakukan wawancara. Anak-anak yang sehat juga dikumpulkan untuk diperiksa. Mereka diberi vitamin dan minuman enegi. Tentu saja mereka senang. Beberapa warga manula yang karena tubuhnya lemah tidak bisa datang ke pelayanan kesehatan dijemput dengan mobil. Di sini terjadi insiden kecil. Bagi desa itu, jarang sekali ada mobil. Maka ketika ada mobil datang, anak-anak merubung mobil. Jari (6 tahun), ikut-ikutan melongok ke dalam mobil. Salah satu tangannya menempel pada pinggiran pintu yang terbuka. Tiba-tiba salah satu warga menutup pintu mobil dan menjepit tangan Jari. Jari menjerit kesakitan sambil memegang jari-jarinya. Namun ketika diajak untuk memeriksakan ke dokter, Jari menolak. Relawan berkali-kali membujuk, tapi Jari bergeming. Dengan perasaan tidak enak, Relawan mengantarkan pasien manula ke pos pelayanan kesehatan.
Pemeriksaan kesehatan berakhir menjelang Maghrib. Setidaknya ada 70 warga yang mendapat pelayanan kesehatan. Rombongan lalu dibagi dua. Rombongan Pundi Amal SCTV dan tim medis OBI pulang ke Jogja melalui Blabak. Sedangkan tim dari Boyolali dan Klaten menelusuri jalur semula. Kami harus mengambil kembali mobil pick up yang ditinggalkan di Jrakah.
Sampai di Klaten pukul 20 dengan kondisi capek dan kelaparan. Kebetulan di gereja ada acara Bulan Keluarga dan masih ada sisa timlo. Tanpa dipersilakan, kami langsung menyikat timlo.
Wawancara
--------------- -----------------
------------
Communicating good news in good ways
- Purnawan Kristanto's blog
- Login to post comments
- 4225 reads
Mas Wawan terlalu merendah
"I love You Christ, even though sometimes I do not like Christians who do not like You include me, but because you love me, so I also love them"
Mengapa disebut "laskar
Mengapa disebut "laskar pahlawan kesiangan" itu ada alasannya. Biasanya pagi-pagi itu kami membuat laporan dulu tentang aktivitas hari sebelumnya, karena malamnya sudah terlalu capek dan nggak ada energi untuk bikin laporan.
Setelah itu, menelepon teman-teman yang ada di barak pengungsian untuk menanyakan kebutuhan. Update ini penting sebab kebutuhan pengungsi ini sangat dinamis dan banyak perubahan. Bisa berubah dalam hitungan jam.
Setelah daftar kebutuhan didapat, barulah belanja barang-barang. Setelah itu, baru bisa meluncur ke lokasi. Dengan aktivitas seperti ini, paling cepat kami baru bisa berangkat ke lokasi pada pukul 10 siang. Itu sebabnya disebut laskar pahlawan kesiangan.
------------
Communicating good news in good ways
@smile: kemalaman
matahari ....
"I love You Christ, even though sometimes I do not like Christians who do not like You include me, but because you love me, so I also love them"