Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Kejanggalan-kejanggalan pada Insiden di HKBP Ciketing
Pada, 12 September 2010, Jemaat HKBP berjalan dari rumah di Perumahan Puyuh Raya menuju lahan kosong Ciketing Bekasi. Kegiatan ini dipimpin oleh Brigadir Satu Galih Setiawan. Sekitar pukul 08.40 ada empat orang naik sepeda motor. Salah satu dari mereka menusuk penatua Hasian Lumban Toruan Sihombing di bagian perut.
Briptu Galih, yang ada di depan, memutar sepeda motor dan menaikkan Hasian Sihombing ke sepeda motor dibantu Pendeta Luspida Simanjuntak. Saat hendak beranjak menuju rumah sakit, pelaku dengan sepeda motor kembali lagi, dengan balok kayu memukul Pendeta Luspida. Ia mengalami luka pada bagian kepala belakang, punggung, dan kening. Inilah Kronologi versi Polisi. Insiden di HKBP Ciketing ini kemudian mendapat sorotan masyarakat luas. Para pemangku kepentingan mengambil tindakan. Namun ada beberapa hal yang menurut saya terasa janggal:
1. Mereduksi persoalan ke arah biaya perawatan
Aksi paling cepat SBY, yang terakhir kali saya ketahui masih menjadi presiden RI, selain membuat pernyataan lewat jurubicaranya, adalah mengutus menteri kesehatan menjenguk korban. Kepada Kompas.com, menteri Endang mengatakan, kedatangannya ke RS tersebut berdasarkan amanat yang diberikan Presiden SBY dengan empat tujuan, yakni menyampaikan rasa prihatin Presiden atas insiden tersebut dan memastikan kondisi perawatan pasien berjalan baik dan maksimal.
"Membuat laporan ke Presiden terkait situasi terkini dan menyampaikan apresiasi terhadap pelayanan kesehatan di RS Mitra Keluarga Bekasi Timur yang tetap beroperasi meski pada hari Lebaran," katanya.
Begitu gawatkah kondisi pasien sampai harus ditangani oleh menteri kesehatan sendiri? Lalu dengan gagahnya, menteri kesehatan berujar bahwa pemerintah akan membebaskan mereka dari beban biaya rumah sakit. Mohon maaf, tanpa bermaksud menyombongkan diri, saya rasa HKBP mampu membiayai perawatan dua jemaatnya.
Seandainya pun nanti HKBP tidak mampu mengongkosi, saya yakin gereja-gerejalain akan bersolidaritas untuk mengumpulkan sumbangan. Saya masih ingat, suatu ketika ada rombongan pendeta yang mengalami kecelakaan dalam perjalanan menuju acara konvensi. Kecelakaan itu terrjadi di sebuah kota kecil di Jawa Tengah Selatan. Karena rumah sakit tempat merawat pendeta itu tidak memiliki fasilitas yang memadai, maka sinode gereja memutuskan untuk melarikan pendeta tersebut ke Jakarta dengan menyewa helikopter. Sekali lagi, tidak bermaksud menyombong, tapi saya ingin mengatakan bahwa persoalan biaya tidak menjadi persoalan yang urgen di sini.
Yang lebin aneh lagi kepolisian juga tergopoh-gopoh menitipkan sejumlah uang kepada rumah sakit untuk pengobatan dua korban.. Tugas kepolisian itu adalah melindungi masyarakat dan menegakkan hukum, bukan mengambil alih fungsi departemen sosial. Mengapa polisi harus mengurusi soal biaya rumah sakit, alih-alih memusatkan perhatian mengusut penusukan ini? Asal uang itu juga patut dipertanyakan mengingat junlahnya tidak sedikit. Apakah dalam anggaran resmi kepolisian memang ada anggaran untuk biaya pengobatan?
Menanggapi bantuuan ini, Asia Sihombing maupun Pendeta Luspidan menolak menerimanya. Mereka beralasan tidak ingin mempunyai hutang sosial. Sebab, Jemaat HKBP selama ini diperlakukan tidak adil. Dikutip dari detik
2. Menyalahkan korban
Menurut Kepala Polres Metropolitan Bekasi Kombes Imam Sugiarto, penusukan dan pemukulan terjadi karena jemaat HKBP membandel. "Ada penolakan dari warga sekitar. Warga sekitar resah. Tetapi, mereka tetap membandel," kata Kombes Imam ketika dihubungi Kompas.com.
Menyalahkan korban merupakan tindakan yang paling mudah dilakukan karena korban berada dalam posisi yang lemah. Sebagai contoh, ketika dilapori adanya pemerkosaan, maka polisi yang masih berparadigma menyalahkan korban akan menanggapi: "Apakah kamu menggunakan pakaian yang seksi?"
Teman saya berkomentar bahwa paradigma menyalahkan korban (blame the victim) sebenarnya sebuah upaya untuk menutupi ketidakmampuan seseorang dalam merespon situasi tersebut.
Sebagian masyarakat juga masih memiliki paradigma ini. Beberapa masyarakat umum Sekjen Badan Kekeluargaan Masyarakat Bekasi (BKMB) Bhagasasi, Abdul Khoir mengatakan bahwa jemaat HKBP tidak mau menyesuaikan diri dengan budaya setempat. Demikian disampaikannya kepada detik. Sepengetahuan saya, masyarakat Indonesia masih mengakui budaya Bhinneka Tunggal Ika. Keragaman budaya milik suku-suku bangsa merupakan kekayaan bangsa dan diakui eksistensinya. Setiap komunitas tetap diperkenankan menjunjung dan melestarikan budayanya meskipun berada di tempat lain. Suku Batak tidak harus menjadi orang Jawa ketika tinggal di Jawa. Orang Madura tidak harus menjadi orang Bali ketika merantau ke pulau Dewata. Meski begitu, setiap komunitas memang dituntut untuk tetap bertenggang rasa terhadap komunitas lain. Jika muncul konflik di antara dua komunitas, maka jalan yang paling mulia untuk menyelesaikannya adalah dengan dialog untuk mengupayakan kompromi. Bukan dengan melakukan tindakan anarki.
Kesadaran tentang plurallitas rupanya memang belum dimiliki oleh sebagian besar orang. Seorang pemuka masyarakat di Bekasi mengatakan, "Silakan datang di Bekasi, tapi jangan sebarkan agama di sini." Dalam pernyataan ini terkandung pesan bahwa Bekasi adalah wilayah ekslusif untuk agama tertentu. Agama lain tidak mendapat hak untuk berkembang di wilayah Bekasi.
Kurangnya kesadaran tentang keragaman bangsa, menimbulkan kecemasan di kalangan masyarakat. Yudi, yang rumahnya berada di depan lahan kosong tempat jemaat HKBP Ciketing beribadah menilai kegiatan HKBP itu dapat berpengaruh buruk kepada budaya agama mayoritas di kampungnya. Yudi mengaku khawatir jika anaknya yang kini masih balita kelak akan meniru ajaran HKBP. Menurutnya, hal ini jelas melenceng dari ajaran agama yang dia tanamkan bersama istri.
Jika khawatir bahwa ajaran agama lain dapat mempengaruhi keluarganya, maka yang seharusnya dilakukan adalah memberikan ajaran yang benar kepada keluarganya. Jadi bukan dengan menghalang-halangi umat lain beribadah! Pelarangan dengan alasan dapat merusak akidah sebanarnya cerminan bahwa kelompok itu sebenarnya kurang percaya diri dengan tingkat keimanannya sendiri.
3. Polisi sudah menyimpulkan sebagai kriminal murni sebelum penyelidikan
Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Irjen Timur Pradopo menegaskan, insiden penganiayaan itu murni tindakan kriminal Kompas.com. Pernyataan itu prematur karena polisi bahkan belum melakukan penyelidikan dan menangkap pelakunya. Bahkan sekalipun para pelakunya ditangkap, yang paling berhak memutuskan motif penusukan dan penganiayaan ini adalah pengadilan.
Yang lebih aneh bin ajaib bin lucu, alasan polisi mengatak motifnya kriminal murni adalah karena penganiayaan dilakukan di luar tempat ibadah.Berdasarkan logika ini, maka setiap tindak kekerasan yang dilakukan kepada umat beragama lain sebaiknya dilakukan di rumah ibadah. Meskipun saat itu umat sedang melakukan persiapan ibadah, tapi karena berada di luar tempat ibadah, maka itu dapat disimpulkan polisi sebagai tindak kriminal murni.
Pernyataan ini dipertanyakan oleh Todung Mulya Lubis. Dalam akun Twitter-nya, Minggu pagi, Todung menduga penusukan atas Penatua HKBP Ciketing ini bukan tindak kriminalitas biasa. "Penusukan Pendeta Sihombing [saat itu belum diketahui bahwa Sihombing bukan pendeta. Penulis] nampaknya bukan tindak kriminal biasa. Ini teror terhadap hak beribadah. Tindakan ini menggergaji pilar kemajemukan bangsa," kata Todung.
Saya menduga pernyataan tentang motif kriminal murni dikeluarkan untuk meredam gejolak masyarakat dan menghindarkan terjadinya konflik horizontal. Dalam jangka pendek, siasat ini manjur. Namun dalam jangka panjang, tindakan ini tak ubahnya seperti menyembunyikan kotoran di bawah karpet merah. Dari permukaan tampak bersih dan rapi jali. Akan tetapi di bawah karpet, sebenarnya teronggok sampah persoalan yang membusuk.
4. Pemerintah menyerahkan penyelesaian ke masyarakat
Dalam salah satu pernyataannya, SBY yang terakhir kali saya kenal sebagai presiden RI, justru melemparkan persoalan ini ke Pemda Bekasi dan tokoh masyarakat. Insiden ini telah menjadi penanda kegagalan Pemda Bekasi untuk mengupayakan penyelesaian yang adil bagi semua pihak. Akan tetapi, sekali lagi SBY menghindar untuk bersikap tegas.
Sejak semula, konflik ini berpangkal dari Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan 9 Tahun 2006 berisi syarat-syarat pendirian rumah ibadah. Salah satu pasalnya menyebutkan, pendirian rumah ibadah harus mendapat dukungan masyarakat sekitar, minimal 60 orang. Rupanya aturan ini yang mengganjal keluarnya izin ini.
Jika dicermati, dalam aturan tersebut sebenarnya tidak menghalangi umat tertentu dalam beribadah.
Biasanya kendalanya terletak pada izin masyarakat desa setempat. Jika angka minimal tidak terpenuhi, maka pemohon izin diperkenankan untuk meminta izin pada aras kecamatan. Jika ini tidak terpenuhi, maka dimungkinkan mencari persetujuan di tingkat kabupaten. Jika ini pun tidak terpenuhi, maka pemerintah WAJIB mencarikan tempat sehingga pemohon izin masih tetap bisa menjalankan ibadahnya. Jadi tidak ada ketentuan tentang pelarangan beribadah.
Insiden ini kemudian memicu wacana untuk mencabut SKB dua menteri itu. Namun Mahendratta dari Tim Pengacara Muslim menolak pencabutan. Alasannya, negara wajib mengatur lalu lintas ekspansi (penyebaran ajaran) tiap-tiap agama. "Karena di Undang-Undang Dasar disebutkan negara kita merdeka atas berkat rakhmat tuhan yang mahakuasa," ujarnya.
Kehidupan umat beragama di Indonesia, lanjut Mahendra, harus diatur oleh negara. Karena Indonesia bukan model negara sekuler. "Kalau dihapus, nanti sekuler, wah bisa ramai. Yang minoritas justru bisa dimakan sama yang mayoritas," katanya kepada Kompas.com.
Dalam pernyataan Mahendratta ini terdapat keanehan logika. Dalam SKB 2 Menteri tersebut ada ketentuan bahwa rumah ibadah harus mendapat izin minimal 60 warga setempat, di luar umat. Hal ini sama artinya dengan menyerahkanperizinan kepada masyarakat. Jadi bukan negara yang membei izin, melainkan warga masyarakat. Yang lebih memprihatinkan, tidak ada parameter yang jelas untuk mengukur penolakan itu. Jadi jika hanya 59 saja warga yang setuju, maka 90 umat beragama tidak bisa menjalankan ibadahnya karena hanya satu orang yang tidak setuju.
Keanehan yang kedua, Mahendratta tidak bisa membedakan antara konsep negara sekuler dan negara ateis. Mungkin dalam pemahamannya, negara sekuler adalah negara yang tidak mengakui agama. Padahal negara sekulernya sesungguhnya merupakan pemisahan antara negara dengan agama. Negara tidak dikelola berbasis syariat agama, namun negara menjamin kebebasan warga negara dalam beragama [dan tidak beragama].
Dengan demikian argumentasi bahwa warga minoritas dalam negara sekuler bisa "dimakan: warga mayoritas adalah pernyataan yang invalid. Justru dalam negara sekuler ada perlindungan terhadap hak-hak minoritas. Meski dengan malu-malu, Indonesia sebenarnya menganut paham negara sekuler.
5. Pemda Bekasi yang menyediakan lahan kosong tapi kemudian lari dari tanggungjawab
Ketika dijenguk oleh pendeta Johan Kristantoro, pendeta Luspida menuturkan bahwa setelah rumah kediaman yang digunakan sebagai tempat ibadah di perumahan Pondok Timur Indah disegel, PEMDA BEKASI SENDIRILAH yang memberi izin dan restu bagi jemaat HKBP PTI untuk beribadah di tanah yang mereka miliki di Ciketing. Namun, nyatanya, saat peribadahan di atas tanah itu diprotes, didemo, bahkan mengalami kekerasan dari sekelompok massa, Pemda Bekasi - menurut beliau - sama sekali tidak menunjukkan dukungannya.
6. Surat yang aneh
Tiga hari sebelum kejadian, pihak HKBP Ciketing menerima surat dari Kepolisian Resor Metropolitan Bekasi yang isinya meminta agar jemaat Gereja Ciketing tidak menjalankan ibadahnya di tempat tersebut. Alasannya, ada potensi gangguan keamanan terhadap jemaat. Sepeti diberitakan kompas.com. Selain tampil terbuka, polisi sebenarnya memiliki agen intelijen yang bekerja dibawa permukaan. Dengan mengirimkan surat itu, patut diduga polisi sebenarnya sudah mengantongi informasi klasifikasi A (sangat akurasi), bahwa akan ada tindakan provokasi lagi.
Di sini ada keanehan. Pertama, polisi tidak punya hak untuk melarang umat beibadah. Tugas polisi adalah melindungi dan melayani warga. Mereka digaji untuk itu. Jika ada potensi ancaman keamanan, maka menjadi tugas polisi untuk mengadakan perlindungan. Mereka diberi peralatan, senjata dan kewenangan untuk melakukan tindakan seperlunya dalam menjaga hak warga.
Kedua, jika sudah tahu potensi ancaman ini, maka seharusnya polisi telah siap dengan segala kemungkinan. Apalagi mereka sudah tahu bahwa konflik ini sudah berlangsung selama berbulan-bulan. Anehnya, pada saat kejadian hanya ada satu polisi yang menjaga. Apapakah polisi kekurangan tenaga karena menjaga Lebaran atau memang disengaja. Entahlah! Namun sebagai perbandingan saya ceritakan pengalaman kami.
Pada bulan Februari-Juli kami membangun rumah untuk korban gempa. Meski murni sebagai misi kemanusiaan, proyek ini ditentang sekelompok warga dengan alasan merusak akidah. Suatu siang, seorang polisi mendatangi salah satu aktivis kami. Dia menginformasikan bahwa pada malamnya akan ada sekelompok massa yang akan mengajak "dialog" (diberi tanda petik karena tidak mungkin berdialog di bawah intmidasi). Anehnya, pada saat kejadian, tidak polisi yang disiagakan untuk menjaga keamanan.
Tentang minimnya penjagaan dari polisi, Kapolda Metro Jaya menimpakan kesalahan karena belum adanya izin pendirian dari rumah ibadah tersebut. Dia mereduksi pembiaran ini menjadi kasus prosedural. Karena tidak berizin, maka polisi tidak perlu susah-susah menjaga keamanannya. Mungkin demikian pernyataan yang tersirat.
7. Ramai-ramai mengelak
Ketika melakukan aksinya, kelompok massa yang menolak itu menggunakan bendera dan atribut dari ormas tertentu. Namun ketika penusukan dan penganiayaan terjadi, pengurus ormas itu dengan tergopoh-gopoh membantah terlibat. Para pelakunya tidak memiliki kartu anggota dari organisasi kami, demikian kilah jurubicara ormas ini yang getol bicara di TV.
Mohon maaf jika tulisan saya ini justru memanaskan suasana. Namun saya sudah letih berpura-pura bersikap manis demi menjaga perasaan umat beragama lain. Saya tidak membenci umat beragama lain dan saya tidak menuduh semua umat beragama lain pasti mendukung tindakan nista saudaranya ini. Yang saya benci adalah sikap orang yang intoleran dan tidak mau hidup ber-ko-eksistensi dengan umat lain secara damai. Sekalipun orang itu beragama sama dengan saya, saya akan tetap membenci sikap hidupnya.
Oh ya, tentang Ormas yang sering melanggar hukum itu, sebenarnya bupati atau walikota punya wewenang untuk menindaknya. Hal itu disampaikan oleh Mendagri Gamawan Fauzi. Mendagri mengatakan, UU Keormasan Nomor 8 Tahun 1985 mengatur pihak yang berwenang untuk mengambil tindakan kepada ormas yang meresahkan masyarakat sesuai dengan tempat kejadian perkara. "Artinya, jika pelanggaran dilakukan oleh pengurus organisasi tingkat kabupaten/kota maka yang berhak mengambil tindakan adalah wali kota, jika pelanggaran di tingkat provinsi maka gubernur yang berhak, jika di tingkat pusat, menteri yang akan menegur," katanya.
Persoalannya, ormas ini bukan sekadar geng remaja kemarin sore yang suka kebut-kebutan. Mereka memliki reources politik yang akan dibutuhkan oleh kepala daerah melanggengkan kekuasaanya. Jika melakukan tindakan terhadap ormas ini, maka sama saja dengan menggergaji salah satu kaki kursi jabatannya. Begitulah jika kekuasaan dijalankan tanpa etika. Bahkan simbol-simbol agama pun dapat digunakan untuk menindas manusia lain.
------------
Communicating good news in good ways
- Purnawan Kristanto's blog
- Login to post comments
- 7214 reads
batak christian deserve to be stabbed to death
ini berita tgl 16 agustus. mungkin bagi polisi, si murhali barda ini cuma bernubuat kali ya?
"God is great!" You're damn right, brother
I could hardly believe the lines I read on the link shown by y-control
"The Batak Christians deserve to be stabbed to death," yelled Murhali Barda, who heads the FPI chapter in Bekasi. "If they refuse to go home we are ready to fight."
An argument broke out between Barda and three female members of the congregation. The hard-liners shoved and started punching them. All the while, men chanted from a truck and clerics made speeches saying "Leave. ... We will not let you perform prayers here!"
The crowd, made up largely of children, cheered in response: "God is great!"
Brother, would it restrain you from executing your threat had you realized that Christians are as human as you are, and are as cheerful as you are in praising God "O Lord my God...how great Thou art" ?
------- XXX -------
punya duit gak?
kulkas di indonesia masih banyak tempat lowong.
kasus ini pun tidak terkecuali; paling banter masuk kulkas dan disimpan begitu saja tanpa penyelesaian. percuma lah mengharapkan pemerintah (yang manapun); di negara tercinta ini, duit yang berbicara lebih keras daripada pemerintah.
mencoba lebih optimis
optimisme saya, semoga lewat peristiwa ini dan dukungan mayoritas media massa dan kalangan serta fakta bahwa pemerintah kita saat ini jelas-jelas sangat diskriminatif, orang kristen tidak lagi mudah terhanyut pada perlakuan "manis" pemerintah yg berkuasa saat ini.. dan tanpa bermaksud rasis, saya "bersyukur" (tanda kutip) bahwa ini terjadi pada HKBP (orang Batak), bukan Bethani (ya taulah jenis macam apa itu jemaatnya)
Status FB
Kalau MB mengelak sebagai penghasut aksi, silakan baca screenshot status di FB
------------
Communicating good news in good ways
Kejanggalan lainnya
Ada info tambahan kejanggalan-kejanggalan dari pdt. Johan Kristantoro. Tapi, maaf nggak bisa posting di sini. Silakan baca di note FB-ku saja. Untuk bisa membacanya, harus "berteman" denganku dulu.
------------
Communicating good news in good ways
Ucapan bahagia
Berbahagialah mereka yang dianiaya oleh karena nama-NYA.
Amin
Tulisan yang sangat baik
Tulisan yang sangat baik karena mengumpulkan fakta-fakta terkait insiden HKBP sehingga bisa dipelajari dan direnungkan dengan kepala dingin oleh semua pihak. Semoga semua pihak yang menyebabkan insiden ini mengalami tuntunan Roh Kudus sehingga bisa kembali ke jalan yang benar yang di berkati Tuhan dan tidak terus hidup dalam kebencian dan dalam ikatan si iblis.
Terimakasih Sam!
Terimakasih Sam!
------------
Communicating good news in good ways
Begitu toh
Selama ini aku cuma baca-baca, pikir-pikir sambil lalu saja. Namun, membaca tulisan di atas, jadi jelas juga soal masalahnya. (Sekali lagi) terima kasih, Pak. Yang mulanya kabur buatku kini jadi buram. Buram ujungnya karena sikap "beberapa orang" (tahulah siapa).
_____________________________________________________________
Peduli masalah bahasa? Silakan bertandang ke Corat-Coret Bahasa saya.
@Pak Wawan: Ijin share tulisan
Pak Wawan, saya ijin share tulisan ini yah. Cuma share link di twitter aja. :)
Silakan
Silakan
------------
Communicating good news in good ways
Pemerintah sumber masalah
Ada sedikit pendapat saya yang berbeda dari beberapa poin di atas dalam blog Purnawan:
1. Pemerintah mereduksi ke masalah biaya perawatan
Menurut saya ini buah simalakama. Seandainya tidak dijenguk Menkes, pastinya akan disalahkan. Kalau tidak dibantu finansial, pastinya akan disalahkan juga. Jadi serba salah.
Kalau memang pemerintah hanya fokus ke masalah perawatan, artinya tidak ada tersangka yang ditangkap atau dicari. Nyatanya ada 10.
2. Poin dua saya setuju. Dari dulu polisi tidak pernah belajar dari kesalahan, untuk hati-hati berbicara terutama masalah sensitif. Masalah apakah jemaat HKBP seharusnya berada di mana, itu adalah keputusan yudikatif, bukan eksekutif.
3. Yang dikatakan adalah murni kriminal, bukan kriminal murni. Bedanya jelas. Entah siapa yang memelintir.
4. Pemerintah menyerahkan masalah ke pemda dan tokoh masyarakat sebagai SALAH SATU upaya, bukan sebagai satu-satunya upaya.
5. Itu kata pendeta Luspida, baru satu sumber. Pemda Bekasi harus mengklarifikasi apakah benar atau tidak penjelasan pendeta Luspida.
6. Memang ada informan di mana2. Seringkali cara kerja intelligence kita anggap tidak masuk akal, karena informasi yang kita terima hanya sepotong.
7. Jangan harapkan ormas untuk bisa bereaksi normal dalam situasi seperti ini. Tindakan dan ucapan yang reaktif dari mereka hanya menandakan bahwa mereka panik dan hanya bertindak dengan tidak hati-hati.
8. Soal status FB, saya yakin polisi sudah pegang. Tapi saya gak tahu apakah itu asli dari screenshot atau sotosop. Biarkan yang ahli berbicara (asal jangan Roy Suryo).
@PB: Point 8
Untuk point 8, asli. Baru mampir ke FB-nya, serem hiyuuh.. *hosh hosh hosh* (lari terbirit2 abis mampir dari FB-nya)
@Liel Asli
Kalo sudah asli, tinggal dibuktikan apakah itu benar milik orangnya atau tidak. Toh jawaban iya atau tidak bakal membuat dia rugi. Kalo dia jawab iya, berarti dia memang provokasi. Kalo dia jawab tidak, berarti pengikut2nya selama ini di FB merasa kecolongan.
asli
itu akun sudah lama saya tau (apalagi wallnya emang dibuka), sebelum ada masalah hkbp ini.. jadi kalo ada orang sampe memalsu nama orang tak terkenal macam muhali barda rasanya mustahil deh
@y-control
Untuk masalah agama dan negara, saya biasanya memang berada di grup minoritas alias melawan mainstream.
Soal akun itu asli atau palsu, kita tunggu saja di pengadilan. Kalo alasannya "akun sudah ada sebelum ada masalah hkbp", buat saya masih kurang kuat. Jemaat hkbp sudah berbulan2 konvoi dari gereja lama mereka ke lahan kosong tempat baru mereka beribadah. Potensi ke sana sudah ada. Plannya bisa dibuat. Tusuk jemaat --> konvoi berbulan ---> bikin akun FB.
Memang rasanya terlalu pintar kalo ada seorang dari mereka berbuat seperti itu, karena biasanya mereka bertindak reaktif. Tapi mungkin juga bukan salah satu dari mereka alias tangan dari luar.
Kalo pun itu asli milik orangnya, yah saya juga bisa mengerti. Toh teriak2 God is great dan mengharamkan kristen dan barat/amrik, dan pada saat yang sama buat akun di FB, adalah sesuatu yang lucu (baca: bodoh) buat saya. Karena FB sendiri adalah made in amrik.
Kita lihat saja nanti pembuktiannya gimana. Toh katanya jangan buru2 menghakimi.
@PB
yep, ikut pendapat minoritas sebenarnya emang enak.. kalo bener bisa bilang "see, i told u" tapi kalo salah ya nggak malu-malu amat ya hehehe.. :P
soal FB murhali barda saya malah gak terlalu berharap itu akan bisa jadi bukti yg kuat juga sekalipun itu jelas asli, soalnya polisi ri kalo saya liat masih gaptek dan jarang mau pake bukti dari jaringan sosial, apalagi hakim2nya, sama aja (kalo ingat soal sidang prita dulu).. tapi printscreen FB itu paling enggak bisa berguna buat masyarakat, baik muslim atau non muslim (yg banyak yg lebih pinter dan melek teknologi dari polisi & aparat hukum) sadar kalo fpi bener-bener teroris berbahaya yang makin lama makin besar (terbukti tahun ini gubernur dki aja sowan ke milad mereka dan mendagri mau jadiin mereka mitra pengamanan bulan puasa) dan kalo pemerintah sikapnya begini-begini terus maka kalangan grass root yg terbujuk sama propaganda mereka juga makin banyak..
maka mau tidak mau kita harus menekan pemerintah dan polisi agar lebih tegas sama FPI dkk.. ini belum lagi di youtube juga ada beberapa video "khotbah" hasutan2 ulama mereka yg isinya juga ga beda jauh sama status-status FB si murhali itu
Soal FPI
Yah biang keroknya memang selalu ada di situ. Namun di satu sisi saya bisa mengerti, karena di hampir setiap negara sekuler, ada ormas garis keras dari kalangan mayoritas. Baik itu di Amrik dengan kristennya, India, atau Indonesia dengan islamnya. Yang ditindak selalu JIKA ada tindak kejahatan/kriminal, bukan organisasinya yang ditumpas. KKK sendiri masih ada sampai sekarang di amrik.
Kalau Ahmadiyah saja mereka bisa garang, maka dimaklumi kalo mereka bisa garang dengan agama lain. Yang aneh, HKBP itu bukan grup kristen yang radikal dalam arti menyebarkan injil mati2an setau saya. Kenapa itu targetnya? Apakah karena mau mengepung DKI dengan menguasai kota2 satelit seperti Depok, Tangerang dan Bekasi seperti misi 1-2 parpol berbasis agama?
Dalam setiap negara sekuler, orang mau menyembah apapun, baik itu menyembah Tuhan, setan, bahkan sapi pun, harusnya dibiarkan selama tidak mengganggu KEAMANAN. Tapi mungkin Indonesia mau mencontoh Malaysia, bukan Amrik atau India.
indonesia
pemikirannya di sini memang begitu dan memang sudah sering dilakukan begitu, memang beda karena kalo soal bubar membubarkan organisasi kan indonesia sudah biasa :P .. wong PKI yang organisasi resmi, banyak jasanya, dan punya wakil di pemerintahan aja bisa dibubarkan dan bahkan dibantai, apalagi FPI yg organisasinya kurang jelas dan bisa dibilang selalu bikin resah, ya setidaknya secara organisasi FPI perlu diaudit dan hasilnya diinformasikan ke publik, biar ketahuan juga dari mana dana mereka dan siapa yang di belakang mereka
Berdasarkan bisik-bisik
Berdasarkan bisik-bisik tetangga, ormas-ormas seperti ini sengaja dipelihara untuk melakukan aksi-aksi extra-law. Masih ingat PAM swakarsa? Pemrakarsa jelas sekali berasal dari militer.
Jauh sebelum itu ada Pemuda Pancasila dan Pemuda Panca Marga. Namanya sangat keren dan luhur, tapi perbuatannya jauh panggang dari api.
Seperti yang saya tulis, FPI itu bukan sekadar geng remaja yang suka keributan denga gaya hit dan run. Mereka punya resources yang membuat penguasa berpikir berkali-kali untuk menindaknya.
------------
Communicating good news in good ways
@ PB: Terimakasih
Point 1: Saya bisa memahami. Memang pemerintah akan serba salah. Jika tidak melakukan tindakan medis yang memadai, mungkin penatua HKBP itu bisa menjadi martir. Akibatnya kemarahan orang Kristen akan semakin membara.
Untuk komentar yang sisanya, tanggapan saya adalah: "Terimakasih. Komentar itu sudah memperkaya diskusi di sini."
------------
Communicating good news in good ways
mas wawan -)
Tulisan Purnawan Kristanto :
"Membuat laporan ke Presiden terkait situasi terkini dan menyampaikan apresiasi terhadap pelayanan kesehatan di RS Mitra Keluarga Bekasi Timur yang tetap beroperasi meski pada hari Lebaran," katanya.
Begitu gawatkah kondisi pasien sampai harus ditangani oleh menteri kesehatan sendiri? Lalu dengan gagahnya, menteri kesehatan berujar bahwa pemerintah akan membebaskan mereka dari beban biaya rumah sakit. Mohon maaf, tanpa bermaksud menyombongkan diri, saya rasa HKBP mampu membiayai perawatan dua jemaatnya.
Tanggapan smile :
Menurut smile,pemerintah mempunyai suatu kecemasan bahwa masalah ini bisa menimbulkan krisis keamanan karena menyangkut tentang agama, maka dari itu semuanya jadi serba sibuk, selain ingin menjaga jangan sampai terjadi kerusuhan, atau apapun yang menyebabkan kecemasan dalam masyarakat, juga mengantisipasi karena peristiwan tersebut berdekatan sekali dengan issue di US tentang rencana pembakaran Alquran.
Tulisan Purnawan Kristanto :
Yang lebin aneh lagi kepolisian juga tergopoh-gopoh menitipkan sejumlah uang kepada rumah sakit untuk pengobatan dua korban.. Tugas kepolisian itu adalah melindungi masyarakat dan menegakkan hukum, bukan mengambil alih fungsi departemen sosial. Mengapa polisi harus mengurusi soal biaya rumah sakit, alih-alih memusatkan perhatian mengusut penusukan ini? Asal uang itu juga patut dipertanyakan mengingat junlahnya tidak sedikit. Apakah dalam anggaran resmi kepolisian memang ada anggaran untuk biaya pengobatan?
Tanggapan smile:
Ini bisa saja polisi merasa bersimpati karena kelambanannya dalam mengungkap kasus, maka untuk meredamnya,kemudian kepolisian sedikit memberikan 'ehm" agar kelambanannya tertutupi, itu yang pertama.
Yang kedua, saya tidak bisa menyebutkan disini, ilustrasinya begini saja :
Perusahaan bis,salah satu supir yang mebawa busnya itu menabrak orang hingga luka. KArena sang supir tersebut berada dibawah naungan PO tersebut. maka dari PO itulah yang menanggung semua biaya perawatan.
Tulisan Purnawan Kristanto :
2. Menyalahkan korban
Menurut Kepala Polres Metropolitan Bekasi Kombes Imam Sugiarto, penusukan dan pemukulan terjadi karena jemaat HKBP membandel. "Ada penolakan dari warga sekitar. Warga sekitar resah. Tetapi, mereka tetap membandel," kata Kombes Imam ketika dihubungi Kompas.com.
Tanggapan smile :
Wah ini statement yang sangat kerdil dan tidak berwawasan.Cenderung berpihak dan mengakui keberadaan hukum rimba.
Jadi, jika ada yang membandel menyuarakan pendapatnya, dan ingin mengungkapkan haknya untuk berbicara atau bertindak sesuai nilai nilai demokrasi, kemudian harus dikerasi, ditusuk atau bahkan ditembak? Memperbolehkan walaupun nyata nyata nya hanya polisi dan TNI lah yang memegang senjata baik api maupun tajam? KArena bandel....?
Sepertinya tidak pantas seorang Kapolres yang berpendidikan,mengatakan kalimat kerdil seperti itu....ditakutkan kepada anakbuahnyapun akan suka ada perintah sikat saja!!!! = walahualam....)
Tulisan Purnawan Kristanto :
Kesadaran tentang plurallitas rupanya memang belum dimiliki oleh sebagian besar orang. Seorang pemuka masyarakat di Bekasi mengatakan, "Silakan datang di Bekasi, tapi jangan sebarkan agama di sini." Dalam pernyataan ini terkandung pesan bahwa Bekasi adalah wilayah ekslusif untuk agama tertentu. Agama lain tidak mendapat hak untuk berkembang di wilayah Bekasi.
Smile setuju...Pluralitas..hanya sebuah slogan dan trade merk di republik ini...hanya sebagai suatu manuver politik, hebat diperbincangkan, gencar digemborkan, tapi sebenarnya nol besar untuk dilakukan. MAsih terlalu dini Indonesia untuk mengaku bahwa mereka berbhinneka tunggal Ika, semuanya seperti bom waktu, yang kapan saja bisa meledak. Pemicunya telah disiapkan, bomnya rtelah ditanam disemua penjuru, sewaktu waktu bila diperlukan, tinggal ditekan, maka kaaabbbboooooooommm.....
Jika khawatir bahwa ajaran agama lain dapat mempengaruhi keluarganya, maka yang seharusnya dilakukan adalah memberikan ajaran yang benar kepada keluarganya. Jadi bukan dengan menghalang-halangi umat lain beribadah! Pelarangan dengan alasan dapat merusak akidah sebanarnya cerminan bahwa kelompok itu sebenarnya kurang percaya diri dengan tingkat keimanannya sendiri.
Benar sekali, mereka memaksakan agama mereka kepada turun temurunnya.dan sedari mula, kebanyakan masyarakat kecil dan kurang mengenal pendidikan mengajarkan suatu hal yang tentunya hanya bisa dicerna oleh (maaf)...daya pemikiran mereka yang konservatif.
Bagi saya untuk semua keluarga, seharusnya mengenalkan agama yang dianut keluarganya, tapi juga tidak mendoktrin bahwa ajaran agama lain itu tidak ada yang benar dan semua diluar agama yang dianutnya adalah kafir yang harus diperangi. Cobalah kaum muslim berpikir lagi tentang apa yang dikatakan Nabi Muhammad tentang arti kafir yang sesungguhnya.
Tulisan Purnawan Kristanto :
3. Polisi sudah menyimpulkan sebagai kriminal murni sebelum penyelidikan
Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Irjen Timur Pradopo menegaskan, insiden penganiayaan itu murni tindakan kriminal Kompas.com. Pernyataan itu prematur karena polisi bahkan belum melakukan penyelidikan dan menangkap pelakunya. Bahkan sekalipun para pelakunya ditangkap, yang paling berhak memutuskan motif penusukan dan penganiayaan ini adalah pengadilan.
Smile berbeda pendapat untuk tulisan anda ini.
Yang memutuskan motif itu adalah penyidik setelah melakukan penyelidikan, berkas yang telah P21 akan diserahkan kepengadilan, dan jaksalah yang akan menuntut hukuman sesuai apa yang sudah disidik oleh polisi, dan kemudian hakim yang menjatuhkan vonisnya.
Mengenai keprematuran pernyataan tersebut smile sangat setuju.
Jarang sekali seseorang menusuk orang lain itu tanpa alasan. Pasti ada alasannya.Alasan nya bisa karena masalah pribadi. Atau masalah lain.Jika masalah pribadi diluar keagamaan, tentu saja kemungkinan besar akan dilakukan bukan dalam keramaian, tapi ketika korban sendirian atau ditempat yang sepi. Bisa juga karena perampokan, karena korban melawan, akhirnya ditusuk. Jika seperti itu pantas dikatakan kriminal murni. Tapi penususkan itu telah jelas jelas karena masalah keributan tentang tempat ibadah.jadi kalau mau dikatakan kriminal murni, sangatlah prematur.
siapa yang terlalu cepat mengambil kesimpulan yang akhirnya menimbulkan keresahan dalam masyarakat?
Boleh gagah dalam seragammu
Tampak hebat dalam pasukan hitammu
Tapi tdak dengan tindakanmu
Juga dengan akhlakmu...
Sungguh kasihannya diri mu.....
Dan kalian semua yang menamakan diri pengayom....
Tulisan Purnawan Kristanto :
6. Surat yang aneh
Tiga hari sebelum kejadian, pihak HKBP Ciketing menerima surat dari Kepolisian Resor Metropolitan Bekasi yang isinya meminta agar jemaat Gereja Ciketing tidak menjalankan ibadahnya di tempat tersebut. Alasannya, ada potensi gangguan keamanan terhadap jemaat. Sepeti diberitakan kompas.com. Selain tampil terbuka, polisi sebenarnya memiliki agen intelijen yang bekerja dibawa permukaan. Dengan mengirimkan surat itu, patut diduga polisi sebenarnya sudah mengantongi informasi klasifikasi A (sangat akurasi), bahwa akan ada tindakan provokasi lagi.
Di sini ada keanehan. Pertama, polisi tidak punya hak untuk melarang umat beibadah. Tugas polisi adalah melindungi dan melayani warga. Mereka digaji untuk itu. Jika ada potensi ancaman keamanan, maka menjadi tugas polisi untuk mengadakan perlindungan. Mereka diberi peralatan, senjata dan kewenangan untuk melakukan tindakan seperlunya dalam menjaga hak warga.
Tanggapan smile :
Sungguh menggelikan, polisi tidak bisa menjaga keamanan? sudahlah,...percuma jadi departemen sendiri, kalau begitu lebih baik kembali menjadi bagian TNI saja. Mungkin 8 tahun masih terlalu dini,...untuk bisa seratus persen menjalankan fungsinya setelah lepas dari TNI.
Jika takut dengan segelintir masyarakat, dan tidak bisa menjaga keamanan dan kenyamanan masyarakat lain, buat apa ada lagi yang namanya POLISI REPUBLIK INDONESIA? apa seharusnya dibubarkan saja????
Kok bisa yah mengambil tindakan memalukan itu? kalau begitu sampai kapan orang akan tenang beribadah?
Oke lah Mas Wawan,...itulah NEGARAKU...itulah Pengayomku...
Hebat tampangmu....
garam wajahmu....
sakti ilmumu....
sampai sampai kalau menembak pun yang ditembak depan kenanya belakang...huahahahaaaa....
"I love You Christ, even though sometimes I do not like Christians who do not like You include me, but because you love me, so I also love them"
kalo soal
komen smile di atas cuma soal polisi, kalo soal sikap presiden gimana nih, smile?
@Smile
Ini bisa saja polisi merasa bersimpati karena kelambanannya dalam mengungkap kasus, maka untuk meredamnya,kemudian kepolisian sedikit memberikan 'ehm" agar kelambanannya tertutupi, itu yang pertama.
Smile, yang saya persoalkan adalah batasan fungsi, tugas dan kewenangan polisi. Hal ini menyangkut tata kelola pemerintah yang baik. Polisi itu tidak punya kewajiban untuk menyantuni korban kriminalitas. Bayangkan kalau semua korban kejahatan kemudian menuntut hak yang sama! Polisi akan kelabakan kan?
Persoalan yang lain, darimana polisi mendapatkan uang untuk menyantuni korban kejahatan? Kalau santunan tersebut dimasukkan dalam anggaran kepoilisan maka hal itu merupakan kejanggalan karena itu bukan dalam lingkup wewenang polisi. Namun kita tahu rahasia umum bahwa polisi itu punya anggaran non-budjeter (baca: sumber pemasukkan tak resmi yang tidak tercatat dalam perbendaharaan negara).
Yang memutuskan motif itu adalah penyidik setelah melakukan penyelidikan, berkas yang telah P21 akan diserahkan kepengadilan, dan jaksalah yang akan menuntut hukuman sesuai apa yang sudah disidik oleh polisi, dan kemudian hakim yang menjatuhkan vonisnya.
Dalam hukum dikenal asas pressumption of inocent. Seorang terdakwa dinyatakan tak bersalah sebelum vonis dijatuhkan oleh pengadilan. Dalam pengadilan itulah dakwaan-dakwaan jaksa/polisi akan diuji kebenarannya. Di sinilah motif sesungguhnya, insya Allah, akan kelihatan. Bisa jadi dakwaan jaksa/polisi akan gugur jika kekurangan bukti atau salah tangkap.
Sungguh menggelikan, polisi tidak bisa menjaga keamanan? sudahlah,...percuma jadi departemen sendiri, kalau begitu lebih baik kembali menjadi bagian TNI saja. Mungkin 8 tahun masih terlalu dini,...untuk bisa seratus persen menjalankan fungsinya setelah lepas dari TNI.
Jika takut dengan segelintir masyarakat, dan tidak bisa menjaga keamanan dan kenyamanan masyarakat lain, buat apa ada lagi yang namanya POLISI REPUBLIK INDONESIA? apa seharusnya dibubarkan saja????
Saya tidak setuju hanya karena polisi belum ideal maka polisi dijadikan satu lagi dengan militer. Pemisahan itu merupakan sudah pada jalur yang benar. Sama seperti ungkapan dari orang yang frustasi terhadap demokrasi yang belum mapan di Indonesia: "Daripada kacau begini, lebih baik kita kembali ke zamannya Soeharto!" Itu adalah pendapat yang kurang pas. Mungkin mereka menganggap bahwa demokrasi itu seperti obat panasea yang menyembuhkan semua penyakit dalam sekejap. Ini salah. Untuk mencapai kehidupan yang sejahtera maka dibutuhkan kerja keras.
Demikian pula jika kinerja polisi masih acak kadut maka langkah yang bisa dilakukan adalah mendorong reformasi di tubuh Polri. Dalam kondisi yang bagaimana pun peran polisi tetap dibutuhkan. Pembubaran polisi adalah tuntutan yang emosional. Hanya karena nila setitik, jangan sampai itu merusak susu sebelanga. Mereka telah bekerja keras menangkapi penjahat, mengatur arus lalu lintas, menggrebek teroris, dll. Kalau polisi dibubarkan apakah engkau rela negeri ini dihujani bom setiap pekan?
[] [] [] [] [] [] [] [] [] [] [] [] [] [] [] []
Untuk komentar yang sisanya, tanggapan saya adalah: "Terimakasih. Komentar itu sudah memperkaya diskusi di sini."
------------
Communicating good news in good ways