Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Dongeng Pertama Anakku
Perkembangan kemampuan verbal Kirana, anak kami, cukup mengesankan. Setiap kali kami makan di luar atau melancong, banyak orang yang terkesan dengan caranya berbicara. Pada umur 4 tahun, dia sudah bisa memimpin doa secara sederhana.
Suatu malam, kami mencari makan di warung kaki lima. Setelah makanan terhidang, maka Kirana memimpin doa. Ritualnya adalah bernyanyi lebih dulu: "Kumelipatkan tanganku, ku berdoa pada Tuhan. Tuhan mendengar doaku. Dia kasih padaku."
Dia lalu mengucapkan doa dan kami menirukannya.
"Tuhan yang baik. Terimakasih untuk makanan hari ini,"ucap Kirana,"Kiranya Tuhan memberkati makanan yang TERSISA. Dalam nama Tuhan Yesus, kami berdoa. Amin!"
"Lho, kok makanan yang TERSISA sih?" tanyaku heran.
"Iya dong. Soalnya nasinya banyak sekali!" sahut Kirana. Isteriku memandangiku sambil tersenyum geli.
***
Pulang dari makan, kami bercengkerama sejenak di tempat tidur. Aku mendongengkan "Kancil Mencuri Timun" dengan alat peraga boneka-boneka yang biasa dikeloni Kirana.
Selesai aku mendongeng, Kirana menyela. "Aku juga punya dongeng. Mau dengerin nggak?" tanyanya. Kami mengangguk.
Kirana membenahi duduknya.
"Semangka adalah anak yang baik," Kirana mulai bercerita. Aku dan isteriku saling melempar senyum geli. Masa' tokohnya diberi nama semangka! Mungkin dia terinspirasi "timun" dari dongengku tadi, lalu dia menamai tokohnya dengan nama buah.
"Dia pandai memasak, mencuci dan setrika."
"Suatu malam Semangka bermain ke rumah temannya, Tiba-tiba terdengar suara hu....hu...hu...." lanjut Kirana.
"Suara apa itu?" tanya isteriku.
"Itu suara burung hantu," jelas Kirana. "Suaranya medeni (menakutkan)..hu...hu...huuuuuu.....," katanya dengan suara yang melirih dan melambat.
Dia berhenti bercerita, lalu tiba-tiba menyembunyikan wajahnya ke tubuh mamanya. "Aku juga takuuuut!"
Setelah itu dia langsung tertidur dengan wajah tetap nyungsep ke badan mamanya.
Aku tertawa geli, lalu menghidupkan laptop dan menulis catatan ini.
Cambuk api
Semoga tulisan ini bukan termasuk blog sampah
------------
Communicating good news in good ways
- Purnawan Kristanto's blog
- Login to post comments
- 3171 reads
nge-gemes-in
ketika bertemu Kirana pertama kali di SS (bukan SabdaSapce tapi Solo Square) waktu kopdar ama Hai2 dan M23. Melihat cara Kirana tersenyum dan cara bicara lucu. Soo bila Kirana mendongeng pasti nggemes-ke.. ya..
Bakat bapak-nya menurun tuh Wan, bila melihat pilihan kata-kata Kirana, baik ketika berdoa maupun mendongeng.
Semalam, entah karena dongeng Kirana atau karena kilat bermain blitz, juga membuat Joli nyungsep di balik selimut he..he..
"Semoga tulisan ini bukan termasuk blog sampah"
Bagi saya kalimat pengharapan ini yang menarik dalam blog ini.
Kekaguman ortu terhadap kecepatan pertumbuhan kecerdasan anaknya yang berusia dini membuat mereka ingin orang lain juga mengetahuinya. Ortu anak-anak play group dan teka yang berkumpul di halaman sekolah akan saling mengisahkan kehebatan anak-anaknya. Ini sesuatu yang natural. Bahkan saya sering berpikir, di saat-saat seperti inilah Tuhan sedang menunjukkan kehebatan-Nya dalam membentuk manusia setelah lepas dari rahim. Saya tidak tahu bagaimana anak seusia itu bisa mengucapkan dan mengerti kata-kata abstrak, semisal "setelah itu" atau "sebetulnya."
Hanya saja dalam memaparkan kehebatan anak kita, selain juga untuk mensyukuri campur tangan Allah dalam pertumbuhan kecerdasannya, tidak ada jeleknya kita mewaspadai respon lawan bicara kita. Tidak setiap orang suka mendengar cerita "kehebatan" anak orang lain.
Karena itu Pak Wawan menutup blognya dengan kalimat "semoga tulisan ini bukan termasuk blog sampah."
Bagi saya tidak kok karena saya baru saja tercengang-cengang mendengar seorang anak yang berusia 3 tahun yang baru pulang berlibur di Jogja bercerita dengan jelas bagaimana ia naik flying fox tanpa digendong sampai dua kali. Ketika saya berkomentar 'tidak percaya,' ia menunjukkan rekaman videonya.
Salam.
bukan sampah kok
bagus kok..