Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Canda tembang anak

Purnomo's picture

Balonku ada lima, rupa-rupa warnanya. Merah, kuning, kelabu, merah muda dan biru. Meletus balon hijau. Dor! Hatiku sangat kacau. Balonku tinggal empat, kupegang erat-erat.” Ketika anak-anak TK menyanyikan lagu ini di rumah, ikut kacaulah hati orang tuanya. “Gelo! Anak sekecil ini sudah diajari korupsi. Yang meletus balon temannya, miliknya sendiri ikut disusutkan jumlahnya.”

           Apakah hati kita juga resah bila mendengar anak kita yang masih imut-imut di rumah menyanyi, “Bintang kecil di langit yang biru . . . . . “ Sejak kapan bintang bisa dilihat di langit yang biru? Malam hari langit berwarna hitam. Biru adalah warna langit pada siang hari dan sampai hari ini belum ada bintang yang kesasar muncul siang hari kecuali bintang sinetron.

           Apakah keresahan ini mendorong kita mendatangi guru TK-nya untuk menjelaskan bahwa syair lagu itu telah meninggalkan versi aslinya?

          “Cik Gu, mari kita lihat syairnya.”

                Bintang kecil,

          di langit yang biru.

          Amat banyak,

          menghias angkasa.

          Aku ingin,

          terbang dan menari.

          Jauh tinggi,

          ke tempat kau berada.

          Akhir setiap kalimat lagu didominasi suara “a” dan “i” sementara suara “u” sendirian saja di kata “biru.” Ini melecehkan undang-undang persyairan. Saya masih ingat betul ketika duduk di TK saya diajari lagu itu dengan kalimat pembuka, “Bintang kecil, di langit yang tinggi.”

           Saya tidak tahu mengapa kalimat itu berubah karena tak pernah bertanya kepada guru yang salah mengajarkannya. Mungkin syair lagu itu diubah agar anak-anak selalu ingat mengambil crayon biru untuk mewarnai langit dalam pelajaran memberi warna.

           Atau, bisa saja karena guru kurang bagusnya penguasaan bahasa Indonesia seperti yang saya lihat pada sebuah komentar dalam buletin yang diterbitkan oleh sebuah sekolah musik terhadap lagu di bawah ini.

               “Pada Hari Minggu ku turut ayah ke kota,

               naik delman istimewa ku duduk di muka”

          Apa komentarnya? “Lagu ini gak sopan khan? Masa anak kecil diajari duduk di muka.” Ketika bertemu dengan guru musik yang menulis komentar itu – karena kebetulan saya ada dalam kepengurusan sekolah musik Kristen itu – saya berkata, “Kebanyakan durian di mata juga gak bagus.”

          Saya mengingatkan apa yang ditulisnya bisa membuat orang tua tidak berani mengajarkan lagu itu kepada anak-anaknya. Jika dia sekedar mau bercanda, seharusnya artikel itu ditempatkan dalam kolom canda. Namun dalam bincang-bincang santai saya baru tahu bahwa ia menilai aneh syair sebuah lagu karena ketidaktahuannya atas latar belakang lagu itu. Contohnya ketika dia membahas sepotong syair, “Cangkul, cangkul, cangkul yang dalam. Menanam jagung di kebun kita” dia menulis “Nanam jagung ngapain dalam-dalam. Emang mau bikin sumur?”

          Saya ingat CV-nya ketika dia melamar kerja di sekolah ini. Seumur hidup dia bersekolah di kota-kota besar. “Kamu pernah tinggal di desa?” tanya saya.

         Dia menggelengkan kepala.

         “Kamu pernah melihat orang desa menanam jagung?”

          Dia menggelengkan kepala.

         “Pantas kamu tidak tahu kalau mencangkul dalam itu bertujuan untuk menggemburkan tanah. Setelah itu orang membuat lobang dangkal dengan menusukkan sebatang kayu di permukaan tanah yang sudah lunak. Di lobang itulah orang memasukkan sebutir biji jagung.”

          “Oooo, begitu. Mengapa tidak dijelaskan dalam syairnya?”

         “Pertama, dulu orang kota juga tahu cara menanam jagung karena hampir setiap rumah pasti punya pekarangan yang cukup luas. Kedua, kalau dijelaskan dalam lagu, lagunya jadi panjang dan tidak cocok untuk anak.”

           Adanya perbedaan budaya sewaktu sebuah lagu diciptakan dengan saat lagu dinyanyikan juga bisa menimbulkan kebingungan. Dalam sebuah blog seorang netter melihat bau pornografi dalam lagu ini.

               Pok ami-ami

               belalang kupu-kupu

               Siang makan nasi,

               kalau malam minum susu.

          “Karena minum susunya malam hari, berarti ini lagu orang dewasa,” ia menyimpulkannya.

          Padahal dulu – semasa lagu ini diciptakan – ada mitos yang mengatakan susu sapi lebih berkhasiat bila diminum menjelang tidur malam. Sebetulnya ini hanya untuk penghematan saja. Karena, jika diminum siang hari dan anak tahu enaknya, maka ia akan minta minum lagi pada malam hari. Untuk diketahui saja saat itu belum ada susu kaleng.

          Ada kemungkinan atas sebab yang sama sebuah lagu tidak lagi dinyanyikan. Misalnya “Amrin membolos” yang bait keduanya berbunyi “Ibu amat susah si Amrin lari, pergi dengan ayah untuk mencari. Ayah ke polisi dan pusat pandu, yang segra mencari. Amrin pulang kembali.” Anak sekarang pasti bingung dengan kata “pusat pandu.”

          Demikian juga dengan “Aku seorang Kapiten, mempunyai pedang panjang. Kalau berjalan, prok-prok-prok. Aku seorang Kapiten” karena sekarang guru tidak bisa menunjukkan orang yang disebut kapiten itu seperti apa.

           Lagu dalam mendidik anak usia dini punya posisi strategis. Pertama, ia menambah kosa kata si anak. Kedua, ia membantu anak melafalkan sebuah kata dengan betul karena lagu itu dinyanyikan berulang kali. Ketiga, ia menanamkan pesan ke ingatan anak yang lewat lagu lebih lengket dan tidak mudah terlupakan daripada mendengar petuah gurunya. Saya pernah terpaksa membuat lagu untuk mengajari anak saya membedakan kanan dan kiri. Dalam 2 hari dia telah mengerti padahal sebelumnya dia tidak pernah mengerti walau sudah dijelaskan berulang kali.

           Tidak saja bagi anak kecil, begitu pula bagi orang dewasa ketika belajar bahasa asing. Guru akan menyisipkan lagu-lagu ketika mengajar. Waktu saya kursus bahasa Mandarin, guru mengajari lagu “ming tien wo pu hwe cia.”

          “Miss Chen, kapan mau cerai?” tanya saya.

          Perempuan muda ini tertawa. “Wo ajar ini lagu bukan karna wo mau cerai. Tapi latih ni ucap cepat kata-kata Mandarin karena lagu ini pakai bit cepat.”

          Hehehe, padahal sudah terlanjur senang.

           Pesan yang ada dalam lagu janganlah diabaikan karena diam-diam mengendap dalam bawah sadar anak dan kelak sedikit banyak ikut membentuk karakternya. Karena itu ketika anak berusia 3 tahun yang duduk di samping saya yang sedang menyetir mobil mengulang-ulang sepotong kalimat lagu “ding-ding-dong-dong” yang rupanya baru diajarkan guru play group-nya dan ia lupa the whole song, saya coba menebak syair lengkapnya.

          “Dik dik dok dok,” saya menyanyi sepotong syair dari lagu “Nabi Nuh membuat bahtera.”

          “Bukan! Bukan itu,” teriaknya.

          “Ding dong lonceng berdentang,” tebak saya dengan lagu Natal.

         “Bukan!”

          “Dip dip don don.”

          “Ya, ya, itu.”

          “Deep deep down down, deep down in my heart,” saya segera menyambar. Dan ia segera mengikuti dengan wajah berseri-seri. Sepanjang perjalanan pulang ke rumah kami terus menerus mengulang-ulang lagu itu.

           Tetapi beberapa hari kemudian ia mengamuk karena saya tidak bisa menyanyikan the whole song berdasarkan sepotong syair yang ia nyanyikan berulang-ulang, “dong dong dong dong.” Terpaksa keesokan harinya saya menemui gurunya untuk meminta catatan lagu-lagu yang dia ajarkan kepada anak-anak asuhnya. Beberapa hari kemudian guru memberi saya selembar fotokopi. Di rumah baru lembar itu saya simak. Lagu “dong dong dong dong” itu ternyata syair lengkapnya begini.

               Dong dong dong dong dong

               ada setan di bawah kolong

               hatiku takut dibopong

               Tuhan Yesus datang menolong

           Astaga! Karena pikiran kosong saya bengong dengan mulut melompong. Lagu yang pernah saya larang dinyanyikan di seluruh pos Sekolah Minggu gereja saya 30 tahun yang lalu ternyata masih ada di sebuah play group milik sebuah gereja besar. What should I do?

           Syair lagu itu berisi doktrin bengkong sementara guru di mata anak adalah orang yang paling benar bahkan jauh lebih pandai daripada orangtuanya. Menemui guru untuk beradu argumentasi saya malas karena sudah 2 kali kalah bertanding seperti yang pernah saya tulis dalam blog “Roh dari Las Vegas.” Cara yang sedang populer saat ini adalah membuat petisi masal. Sayangnya, tidak ada orangtua lain yang resah. “Hanya sekedar lagu, mengapa diributkan. Anak-anak terlalu kecil untuk mengerti maksudnya.”

          Tetapi anak usia 3 tahun di rumah terlanjur dididik berpikir kritis. Maka ketika menyanyi sampai “ada setan di bawah kolong” ia tiarap di lantai memeriksa kolong tempat tidurnya.

          “Setannya tidak ada? Mengapa?”

          “Setan itu ada di mana-mana,” jawab ibunya yang guru Sekolah Minggu. “Mungkin sudah pindah ke dalam gentong.”

          Maka bersama-sama mereka menyanyi “Dong-dong-dong-dong-dong, ada setan di dalam gentong” sambil mendekati gentong plastik besar di belakang rumah. Si anak membuka tutup gentong.

          “Setannya tidak ada? Mengapa?”

          “Setan itu ada di mana-mana,” jawab ibunya yang tahu tidak boleh mengatakan kepada anaknya bahwa gurunya salah. “Mungkin sudah pindah ke dalam kantong.”

          Maka bersama-sama mereka menyanyi “Dong-dong-dong-dong-dong, ada setan di dalam kantong” sambil mendekati gantungan pakaian dalam kamar tidur. Si anak memeriksa setiap kantong celana yang ada.

          “Setannya tidak ada? Mengapa?”

          “Setan itu ada di mana-mana,” jawab ibunya sambil menekan-nekan perut si anak. “Mungkin sudah pindah ke perut kosong.”

          “Terus lihatnya ‘gimana?”

          “Kamu makan nasi dulu. Nasi kamu kunyah, kamu telan, masuk perut, setan dalam perut pasti lari ke luar takut kena nasi.”

          “Lari keluar? Lewat mana? Lewat mulut?”

          “Setan tidak berani keluar lewat mulut karena takut kamu gigit. Setannya nanti keluar lewat pantat.”

          “Lewat pantat? Mengapa?” tanya si anak sambil memegangi kedua pantatnya. Sejenak ia diam, kemudian “duuuuut” teriaknya.

          “Duuuuuut,” ibunya menjawab.

          “Duuuuuut,” teriak mereka berdua sambil terbahak-bahak.

          Betul juga mereka. Ada lagu anak yang seperti kentut.

 

(03.09.2010)

 

erick's picture

Syair lagu yang benar

 Balonku ada lima, rupa-rupa warnanya. Merah, kuning, kelabu, merah muda dan biru. Meletus balon hijau. Dor! Hatiku sangat kacau. Balonku tinggal empat, kupegang erat-erat.” 

 

Mohon diajarkan untuk menyanyi lagu ini dengan syair yang benar:

 

Balonku ada lima, rupa-rupa warnanya

Hijau, kuning, kelabu, merah muda dan biru

Meletus balon hijau, dor! Hatiku sangat kacau

Balonku tinggal empat, kupegang erat-erat



__________________

Lord, when I have a hammer like YOU, every problem becomes a nail. =)

Purnomo's picture

Mbak Ericka, thx

sudah melengkapi blog saya.

Salam.

erick's picture

Pak pur nee

 Hu .....

Pak pur, pagi tadi kan aku membenarkan warna-warna dalam lirik lagu balon ku!

Masa malam hari harus mengedit lagi nick yang ku pakai.......

Erick pak pur...... Erick! bukan Ericka.

 

 

Pak pur.... Nick aku kan Erick :)

*kedap kedip ke dReamZ yg susah payah cari aku di FB

__________________

Lord, when I have a hammer like YOU, every problem becomes a nail. =)

Purnomo's picture

Mbak Erick, tak usah diedit

ya, walau ada fasilitas edit. Memang sengaja saya "menabrak" Mbak gara-gara bete lihat SS sepi dari kehadiran karya para seniornya. Kalau pakai bahasa politik, "kalo sudah bertengger di atas, tidur deh."

     Tentu alasan tidak menulis lagi bukan karena tidur karena rohnya masih gentayangan di SS.

     Hiskia22 sudah sumpah mati angka 300 is the limit. Untungnya ia bisa berinkarnasi.

    Tante Paku enggak tahu mengapa tahu-tahu setop di belakang Hiskia. Mungkin sudah teken perjanjian. Gosip yang beredar mengatakan ini tante sedang operasi plastik. Mudah-mudahan tidak kelamaan dia mencari model yang mau ditirunya.

          Pak Wawan masih muncul dengan blog berisi tip-tip bermanfaat.

          Si Empek agaknya sedang pergi ke gunung bermeditasi. Semoga sekembalinya tidak posting sekaligus 10 blog memonopoli seluruh halaman depan menyaingi Tasya.

         JF setelah mengirim kopi ke kopdarnas menghilang. Jangan-jangan sedang merintis kebun kopi di perantauan.

        Anakpartisa setelah ke Bank Indonesia tidak muncul lagi. Mungkin sedang sibuk di pinggir jalan buka usaha penukaran uang kecil menjelang Lebaran.

        Clara Anita pakar puisi ini kelihatannya memberi kesempatan Smile malang melintang dengan puisinya.

        Erick, lha ini yang lama banget tidak lagi berbagi blog. Sedang menyuburkan tubuh 'kali.

       Smile, begitu bertengger di atas hilang gaungnya.

       Saya, bisa bertengger di atas hanya kalau ada bloger tingkat tinggi yang digrounded.

      

Mereka yang tidak bertengger di atas tapi I miss them karena karyanya punya greget adalah,

       Min - mungkin sedang sibuk cari lapak baru di Singapore. Kabar-kabarnya tidak akan buka warung kopi lagi. Tebakan saya sih kalo tidak buka pet shop pasti sedang hamil muda karena waktu foto bareng Joli di rumah sakit bajunya longgar banget.

       Joli - sedang memperindah interior FB-nya. Nggak tahu mengapa pernik-pernik indahnya di FB tidak dibagikan ke mari.

      Jadi, ditunggu blognya, Mbak Erick.

   

 

minmerry's picture

Pak Pur, ga ada yang medium...

Min - mungkin sedang sibuk cari lapak baru di Singapore. Kabar-kabarnya tidak akan buka warung kopi lagi. Tebakan saya sih kalo tidak buka pet shop pasti sedang hamil muda karena waktu foto bareng Joli di rumah sakit bajunya longgar banget.

Pak Pur, warung kopinya masi buka. hahaha. Cuma masih Jet Lag. Urusan immigrasi lum kelar, :D Kadang pas nae MRT atau bis, keinget ama kedai kopi. Tapi saking capenya, seringnya malah ketiduran dan hampir lewat station yang mana harus turun. Tapi diantara excuses-excuses, i miss my coffee shop series too. Have to back to my bitter taste writting soon. And Im glad u like it ^^

Min tiap minggu berkunjung ke pet centre. Untuk liat dog yang ga bisa kumiliki sementara ini, dan melihat grommer lagi nyalon-in doggy. I want that skill badly.^^ Memang ada hubungannya dengan petshop, Pak Pur. Tepat sekali.

 

Maafkan kecerewetanku.

 

Dan, min sgt suka ama rompi yang dipake pas ketemu ma Joli. Cuma pas beli ga ada size medium lagi. Yang ada XL. Karena uda suka, dan bergaya Steve Irwing (Irwing apa Irving ya?), nekat beli, hajar aza deh. Dah suka, :D  Ini juga excuses. Sebenarnya gak pernah pake baju ngepas, soalnya ga punya flat belly. Yang ada ndut belly kaya pork belly. Makanya ga pede pake bodyfit. :D

 

Maafkan kecerewetanku, Pak Pur.

Tuh Min baru post movie review yg bikin min nangis bombay. :) Thx, Pak Pur.

__________________

logo min kecil

minmerry's picture

Sunday School, ^^

Pak Pur, itu gimana liriknya ya? Yang Min tahu gini :

Lebih luas dari samudra

Lebih tinggi dari bintang di langit

Lebih harum dari bunga di di taman....

dst.

Ini lagu sekolah minggu fave Min. Pas team drama Ixthus pementasan di sekolah Methodist di Medan,mereka nyanyi lagu ini. Iri banget ama mereka, udah hapal "luar kepala". :D

Setelah itu lagu Bapa Abraham. Lalu, "Its good to see you here with me". Sunday school rocks!!!

__________________

logo min kecil

Love's picture

Kasih Yesus ....

Kasih Yesus indah indah oh indah ...
Kasih Yesus indah indah oh indah ...

Lebih indah dari pelangi
Lebih indah dari bintang di langit
Lebih indah dari bunga di padang
Oh Yesusku ....

Apakah benar lagu itu, Min?
Kalau notasinya.... Pak Purnomo saja yang kasih bocorannya, ya :)

Kalau anak sekolah minggu saya nyanyi, mereka pakai gerakan lucu,
pundaknya digerakkan-gerakkan sedemikian rupa ... :)

minmerry's picture

Thx Love...

Benerrrr. Ini dia. Heheheehe. Thanks Love!

Iya, gerakannya juga begitu. Pundaknya digerak-gerakin. Suka banget ama lagu ini. Its like a fountain of praising in one whole song! Love it. Thx Love.

__________________

logo min kecil

Purnomo's picture

Min, beberapa jam lagi (edited on 5 Sept)

Sunday School dibuka. Tolong sabar dikit ya. Nanti saya tanya murid-muridnya syair dan notasi angkanya.

     Salam.

     Tambahan Minggu malam 5-September-2010

     Min, baru habis baca your blog tentang nangis bombay anjing saya ribut di kandangnya. Saya tengok, ternyata ada anjing kecil warna coklat di dekatnya. Kali ini estimasi saya salah, dia melahirkan lebih awal. Tapi anehnya telinga saya menangkap dua nada berbeda. Saya periksa setiap sudut kandang yang tinggi, lebar dan panjangnya masing-masing 1.5 meter itu. Di sela antara jeruji besi kandang dengan tembok rumah ternyata ada baby anjing warna putih. Agaknya si putih lahir duluan lalu merayap masuk lobang dan sekarang terjepit. Duh, susah mengeluarkannya karena kandang besi itu tidak bisa digeser. Ini kandang pemberian adik yang pernah pelihara anjing mahal. Sementara saya hanya pelihara anjing kampung yang bertugas mengusir tikus dari halaman belakang. Akhirnya berhasil saya congkel walau kulit satu kaki depannya lecet tergores besi.

                 Saya berjaga sampai pk.0300 pagi karena anjing ini baru pertama kali melahirkan jadi ribet geraknya dan dua anaknya nyaris tergencet badannya. Dulu pernah saya tidak menjaga anjing melahirkan. Tahu yang terjadi? Satu mati dan satu lagi yang masih hidup ketika saya mendekati kandang, induknya panik. Yang hidup ditelannya.

                Waktu saya mau pergi tidur, induk ini mendadak panik lagi. Ternyata ada baby lagi. Kantong placenta tergantung-gantung sementara si induk panik karena 2 babynya ribut menyundul-nyundul perutnya. Dengan kain saya tarik kantong itu lepas dari tubuh si induk. Si induk jilat-jilat tapi kantong tak juga pecah. Saya merobek kantong itu karena kuatir babynya mati karena kelamaan dalam kantong. Baby ke-3 warna hitam pekat. Enggak tahu kok bisa muncul putih mulus, coklat penuh dan hitam total padahal bapak ibunya semua warna coklat.

           Si hitam walau lama dijilat-jilat induknya tak juga bergerak. Terpaksa saya ambil dan melap seluruh tubuhnya dengan kain. Tidak juga bergerak. Sayang saya lupa menyediakan pipet di kandang untuk menyedot lendir di mulut dan hidungnya. Saya menggantung tubuhnya dengan kepala di bawah dan memukul-mukul tubuhnya. Kalau bayi manusia cara ini bisa membuatnya menangis. Tetapi cara ini tidak berhasil membuat si hitam bernafas. Saya membuka mulutnya dengan paksa dan menggerakkan rahangnya. E, tubuhnya menggeliat. Saya ketok kepalanya. Dia melengking. Enggak jadi mati deh si hitam.

         Pukul 03.30 baru saya pergi tidur. Pagi tadi ternyata ibadah di gereja di "kuasai" anak-anak Sekolah Minggu. Minggu ini adalah minggu pertama bulan anak-anak. Semua gurunya repot. Jadi saya belum bisa menanyakan tentang lagu yang Min cari.

        Salam..

minmerry's picture

Pak Pur, No Worry... :)

Its okay,Pak Pur. We all have emergency sometimes. :) Dan emergency yang satu ini so sweet. Your dog give birth to babies dog. Yey yey yey. Min belom pernah lihat langsung caranya dog melahirkan. Tapi pernah lihat fotonya di film Quill. Mandarinya "Siao Q" (little Quill). I wish u take photo or video. :) Hehehe.

Dia gak marah pas Pak Pur deketin kandangnya pas dia melahirkan (I mean Mama Dog)? Hahha, aniwe, jangan hide from me, u must do it with smile and tender rite? I know it!

Thanks a lot! Thanks for care of my request. I like sunday school songs. Biasanya Min nyanyi2 sambil jalan bareng Van. Di tempat parkir, pas mandi. Pas nyuci piring. Kontras-nya, kalo lagi blues, nyanyi lagu kharismatik.

Aniwe, aniwe, I'm soooooooo glad to hear the mama dog melahirkan 3 puppy. Terutama si Hitam. Happy ending one!

I can wait until guru guru sunday school-nya santai. (But I really wish mereka gak pernah santai. Haha).

Hv a nice nice day...

__________________

logo min kecil

Purnomo's picture

Minmerry, It's good to see TP & Joli here with us, isn't it?

          Min, lihat


http://www.youtube.com/watch?v=O9MYT4C-nIE

It's good to see you here with me
I'm so glad that you came (TP & Joli sudah datang kembali)
The Lord loves you, so do I
 
Di Jogja beberapa bulan yang lalu saya dengar lagu ini dalam bahasa Indonesia: "Senang, kau ada di sini, Yesus sayang kamu."
 
 
          Untuk lagu yang sudah dicatatkan syairnya oleh Love, lihat


http://www.youtube.com/watch?v=rdVFzU5kR24&feature=related

kata "di padang" ada yang merubah menjadi "di taman"
 
Nah, hutangku lunas. Lain kali aku hutang lagi.