Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Antara Saya, Hagar, dan TUHAN.
Ini kisah seorang pembantu yang berjuang mempertahankan hidup dan membesarkan anaknya. Namanya Hagar, dia bekerja di keluarga Abram. Awalnya semuanya berjalan normal dan menyenangkan. Masalah mulai muncul ketika Sarai, istri Abram menyadari bahwa dia gak mungkin lagi punya anak. Sarai pun hari demi hari mendesak Abram untuk mengambil salah satu pembantunya untuk dijadikan istri sehingga mereka punya keturunan. Karena setiap hari Sarai “bernyanyi” terus soal itu, maka Abram pun akhirnya mengiyakan apa yang diingini istrinya. Anda para suami pasti bisa merasakan gimana kalau istri “nyanyi” terus tentang suatu hal, bangun pagi nyonya sudah menyinggung hal itu, siang hari pas di kantor, ditelpon ngomomg soal itu. Sorenya pulang kantor ngomong lagi soal itu, eh malam mau tidur, masih ngomong soal itu lagi. Hal yang sama mungkin juga dialami Abram, walaupun terus menguatkan istri soal janji Tuhan, tapi karena istri ngotot, ya sudahlah.
Akhirnya dari beberapa pembantu yang ada di rumah, pilihan jatuh kepada Hagar. Mungkin Hagar gak cuma cantik, tapi dari beberapa pembantu yang ada di rumah kayaknya sikapnya yang paling menyenangkan dan mungkin juga dia yang paling rajin dan paling di percaya. Singkat cerita Hagar naik pangkat, dari seorang pembantu rumah tangga yang di percaya, sekarang menjadi istri kedua Abram. Wah bukan main bangga dan senangnya hati si Hagar, dia memperoleh kedudukan luar biasa dalam keluarga Abram. Apalagi ketika tahu bahwa dia hamil, Hagar lupa bahwa dia itu mantan pembantu. Hagar menjadi sombong, dan bukan hanya itu dia mulai meremehkan Sarai. Anda tahu, di masyarakat Timur Tengah dulu, menjadi perempuan mandul, berarti sebuah aib.
Model Hagar ini sepertinya gambaran dari setiap kita. Seringkali kita ini lupa diri. Kita lupa dulu kita ini modelnya gimana, sampai akhirnya Tuhan mengangkat kita. Kita lupa semestinya kita ini jadi pembantu aja kita gak layak. Tapi ketika Tuhan mengangkat kita menjadi “orang keduanya” Tuhan, kita menjadi sombong, bahkan kita meremehkan orang lain. Kita anggap kita produktif (tidak mandul), kita bisa berhasil karena memangnya secara alamiah bahwa kita memang bisa sukses, kita telah jatuh dalam kesombongan dan meremehkan orang lain. Tuhan kiranya menolong kita agar lewat cerita ini kita gak cuma menuding Hagar, tapi menempatkan posisi kita dalam perspektif Hagar.
Cerita ini masih belum selesai. Tuhan mengijinkan Hagar di tindas oleh Sarai, karena sudah gak kuat akhirnya Hagar lari dari rumah dalam keadaan hamil (ahhh kasihan juga ya). Tapi Tuhan itu tatap baik, dalam pelarian itu Tuhan dengan lembut menjumpai Hagar. Dengan lembut Tuhan itu tanya, “Hagar, Hamba Sarai, dari manakah datangmu dan ke manakah pergimu ?”. Nah, saya tertarik dengan cara Tuhan menyapa Hagar. Tuhan menyapa sambil nanya, “Hagar, Hamba Sarai….” Lewat kejadian ini Tuhan itu sepertinya mau mengingatkan Hagar, kalau dia itu “Hamba Sarai”. Tuhan gak ngomong, “Hagar, istri kedua Abram”, tapi dengan jelas Tuhan ngomong “Hamba Sarai”. Kadang persoalan yang datang dalam hidup kita sebagai alat Tuhan untuk mengingatkan kita, supaya kita sadar, kalau kita ini tetap “Hamba”. Tuhan mengijinkan orang lain menindas kita untuk selalu mengingatkan kita. Dan ketika kita tertindas itulah titik dimana kita punya waktu dan punya telinga serta hati untuk mendengarkan Tuhan. Tuhan memang baik, kita sudah jatuh, tapi dengan lembut Dia datang menghampiri kita. Pertanyaan Tuhan kepada Hagar, “dari manakah datangmu dan ke manakah pergimu”, seakan-akan Tuhan itu menyadarkan kita, dulu kamu itu siapa, lha sekarang itu kamu bisa begini ini karena siapa ?.
Dalam kisah itu, Hagar di suruh kembali ke rumah disertai dengan janji bahwa Tuhan akan membuat keturunan Hagar akan mejadi sangat banyak. Anak yang akan dilahirkan modelnya bakalan kayak keledai liar, waduh ini kayaknya artinya susah di atur. Dan gak cuma hanya itu, keturunan anak itu kayaknya bakalan rame terus, kerjaannya ribut terus. Kalau di pikir-pikir hal itu tergenapi gak ya ?
Bagi saya hal yang paling menarik dan paling menyentuh dari kisah Hagar ini adalah bagian terakhirnya. Perjumpaan Hagar dengan Tuhan memberikan pengertian arti Tuhan dalam hidup Hagar. Bagi Hagar Tuhan itu El-Roi, TELAH KU LIHAT DIA YANG MELIHAT AKU, atau dengan perkataan lain artinya ALLAH YANG MEMPERHATIKAN ("You Are the God Who Watches Over Me"). Allah yang saya sembah adalah Allah yang memperhatikan, tidak satupun hal terkecil dalam hidup ini yang luput dari perhatian DIA YANG MENGASIHI AKU YANG TELAH MATI BUAT DOSAKU. Tidak ada hal yang terlalu kecil dalam hidup ini yang tidak diperhatikan-Nya, Allah selalu memperhatikan setiap detil dalam hidup ini. Saya sudah jatuh, saya telah berbuat dosa, tetapi Dia datang membawaku pulang ke rumah dan memperhatikanku, itulah Tuhan yang saya percaya.
Sumber : http://pikirankristus.blogspot.com/
- Felly Sotanto's blog
- Login to post comments
- 3805 reads