Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Dio
Hampir setahun aku menghabiskan waktu bersamanya. Awalnya ia pasti mengira aku hanya tamu yang datang ke rumah orang tuanya, muncul begitu saja, menghilang begitu saja, lalu satu-dua tahun kemudian muncul lagi. Ia salah, tamunya kali ini datang setiap hari, menonton televisi sambil membaca koran sampai ibunya berkata, "Makan dulu." Lalu pergi. Untuk muncul di waktu yang sama esoknya lagi.
***
Ia menderita Asperger’s Syndrome, sebuah gejala autisme di mana para penderitanya memiliki kesulitan dalam berkomunikasi dengan lingkungannya. Denganku, ia tidak kesulitan berkomunikasi. Ia bahkan tidak memperlakukanku sebagai paman, tetapi teman. Teman panas-panasan.
Ia tidak pernah mau kalah, termasuk dalam masalah siapa yang lebih kaya di antara kami. Aku berkata aku lebih kaya. Ia bilang tidak. Ia yang lebih kaya, "Punya dua mobil."
Satunya itu mainan milik Vania, adiknya.
"Aku punya seratus," balasku.
"Iyong punya dua ratus."
"Aku punya tiga ratus."
"Iyong punya empat ratus."
Setelah mulutku berbusa, ia sudah memiliki sepuluh milyar mobil. Ia tidak akan berhenti. Aku yakin itu. Apa sulitnya menyebutkan angka yang lebih besar sedikit tanpa perlu mengerti arti milyar ataupun trilyun?
Mobil khayalan tidak berguna, tetapi aku masih punya senjata pamungkas.
"Aku lebih kaya karena punya komputer," kataku.
"Iyong juga punya."
"Ya, laptop rusak."
Ia terdiam. Kalah telak.
"Sudahlah Yong, terimalah kenyataan: Om kaya, Iyong miskin."
Ia tetap diam. Lalu berkata, "Mengapa orang kaya suka makan di rumah orang miskin?"
Ibu datang ke kota.
Dio duduk di depannya. Menatap.
"Gigi nenek tinggal berapa?"
Ibu balas menatap, "Kalau gigi Iyong tinggal berapa?"
Dio diam. Pergi. Mati kutu. Giginya sudah habis. Menyikat gigi baginya berarti menyikat bentol-bentol di bola karet oleh-oleh dari Solo. Itu yang ia lakukan setiap mandi.
Tetapi ia tidak benar-benar menerima kekalahan. Di rumah, selama berbulan-bulan, ia menyanyikan sebuah lagu.
Hanya sepotong:Nenek sudah tua
Giginya tinggal dua
Ia penuh rasa ingin tahu. Tentang asal usulnya, ia juga ingin tahu.
"Mah, Iyong dari mana?"
"Dari perut mamah," jawab kakakku.
Ia menatap perut ibunya.
"Mah, Iyong keluar lewat mana?"
"Diiris," jawab kakakku.
Dio lahir prematur melalui operasi caesar.
Hobinya selalu berubah, tergantung musim. Melihat AC sudah lewat; main komputer sudah lewat; membakar sampah juga sudah lewat. Ia sedang keranjingan binatang. Kelinci, hamster, marmut, anak anjing, dan anak bebek menjadi mainannya. Supaya rumah tidak sumpek. kelinci, anak bebek dan marmut tinggal di kandang berpintu tiga di samping rumah.
Rumah menjadi lebih bersih. Masalahnya, Dio tidak menjadi lebih bersih. Ia ikut masuk ke dalam kandang kelinci dan marmut. Hanya pintu kandang bebek yang tidak berani ia masuki, ketujuh ekor anak bebek yang tinggal di dalam melakukan pengusiran dengan mematuk kakinya.
Selasa pagi yang tidak cerah. Mendung.
Jam enam kakakku membangunkan anaknya, "Yong, sekolah Yong."
Ia tidak mau bangun.
"Dio, sekolah Dio."
"Mau hujan, Mah."
Ibunya tidak memaksa.
Jam delapan mereka keluar. Tiga tahun ini mereka membeli nasi kuning di warung yang sama. Pemiliknya sudah tahu, bila tidak membuka warung, ada anak berusia lima setengah tahun yang tidak makan.
Mereka melewati sebuah sekolah.
"Mah...?"
"Ya?"
"Mengapa kita tidak sekolah hari ini?"
Ada dua hal yang sulit ia selesaikan: Nasi kuning dan Pekerjaan Rumah.
Pekerjaan rumah baru ia dapati satu-dua bulan ini. Sepuluh butir soal setiap hari. Menulis ulang kata-kata yang ditulis bu guru di buku tulisnya. Ia memulainya sepulang sekolah dan menyelesaikannya sekitar jam tiga sore. Duduk, menulis satu huruf lalu pergi ke kandang kelinci. Tinggal di sana sampai ibunya menyuruh menyelesaikan huruf kedua. Lalu pergi lagi.
Minggu lalu, ia berebutan sebatang pensil dengan adiknya. Lalu terjadilah pertengkaran yang baru berhenti setelah ibunya mematahkan pensil itu.
"Sana, kerjakan PR kamu."
Ia menurut, duduk manis.
Beberapa saat kemudian ibunya kembali.
Dio berkata, "Mah, pe-er-nya sudah selesai."
Ibunya hampir tidak percaya. Ia tadi hanya pergi ke dapur, membuka pintu, membuang potongan pensil itu ke tempat membakar sampah lalu kembali. Tulisan mangga, duku, pisang, durian, sirsak, langsat, pepaya, tomat, semangka, dan manggis itu sudah selesai.
Ia tidak terlalu peduli dengan para sepupunya.
Kecuali satu, Vero.
Dua kali Vero datang dari pedalaman sana, dua kali ia melepasnya dengan wajah sedih. Kami kehilangan aksi-aksinya menarik perhatian Vero setelah sekian lama tidak bertemu, seperti kejadian Desember lalu
Ia menjulurkan tangan dengan gaya resmi.
Vero menyambutnya.
Dio mengambil tangan Vero, menciumnya.
Kami yang kaget. Dio tidak biasanya seperti ini.
Vero diam.
Dio mendekatkan kepala, lalu mencium pipi sepupunya.
Vero malu, tetapi tidak melawan.
Kami bertepuk tangan.
Vero menyembunyikan wajah di tubuh ibunya.
Dio mendapat lampu hijau, ia memeluk Vero.
Terdengarlah lengkingan yang begitu keras.
Dio tidak pernah jera. Setiap kali main ke rumah, ia selalu berusaha mengulanginya.
Sekali tidak ia lakukan. Begitu masuk ke rumah, ia melihat penyedot debu. Bukannya mendekati Vero, ia malah sibuk mengelilingi rumah mendorong penyedot debu.
Vero mengeluarkan teriakan melengkingnya, menyuruh ibunya mengusir Dio. Ia tidak bisa menerima kalau Dio menyuekinya.
Tybyt (Titus, Y...., Billy, Yochan, Therra) adalah komputer yang kubawa dari Solo. Benda ini yang membuatnya kalah telak. Aku lebih kaya dari keponakanku karena adanya komputer ini.
Ia mengagumi komputerku. CPU kecil yang menempel di monitor; kabel yang malang melintang di belakang monitor; CDROM terpisah (kuberi kaki dari karet penahan goncangan mesin); USB hub yang bisa menyala warna-warni--semuanya itu membuatnya memandang komputerku seperti seorang seniman mengagumi sebuah karya seni.
Laptop miliknya sendiri sudah rusak. Bukan karena bongkahan hitam di layarnya. Separuh Layarnya sudah berwarna putih polos. Aku sudah tahu apa yang terjadi bila lubang colokan speaker laptop dimasuki colokan adaptor 12 volt.
Suatu siang, ia mendekatiku.
"Om?"
"Apa?"
"Om, kalau Om mati, komputer Om untuk siapa?"
"Untuk Iyong."
"Om...?"
"Apa sayang?"
"Kapan Om mati?"
- anakpatirsa's blog
- Login to post comments
- 5156 reads
anak autis ...
"Kapan Om mati?"
Pertanyaan yang pintar... hehehehe
Aku dulu pernah kenal beberapa anak autis di tempat teraphi, mereka yang baru bergabung seringkali terlihat tidak menyukai apa yang harus mereka lakukan, bahkan sampai teriak-teriak namun setelah beberapa lama di teraphi mereka mulai bisa menyesuaikan diri. Dari beberapa mereka yang kemudian ada perubahan (membaik) memiliki kepandaian lebih dari anak-anak pada umumnya...
Lakukan segala sesuatu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia ...
Autis
Dio juga pernah terapi autis. Dengan biaya yang terlalu mahal.
Tanpa menghasilkan apa-apa, sampai akhirnya orang tuanya mengetahui terapi autis yang Dio ikuti tidak tepat. Dio tidak benar-benar murni menderita autis, tetapi Asperger's Sindrome. Secara kemampuan, ia berada di atas teman-temannya. Hanya ia sedikit lain dari yang lain.
Dulu, waktu kakakku yang paling tua mendengar Dio yang kena autis, ia kaget. Ia mengira, autis itu idiot. Ia lebih kaget lagi ketika pertama kali bertemu Dio. Ia mengira akan melihat seorang anak dengan muka mencong atau berjalan dengan kepala mendongak aneh dan tidak bisa bicara. Anak yang katanya katanya menderita autis itu ternyata begitu manis dan sedang main laptop.
mereka
Aku suka anak2 kecil.Bisa saja menghibur hati ngga akan pernah bosen.Ingin rasanya dipeluk & dicium sayang ma mereka.Indahnya hari2 menjadi papa yang sporting gitu.
geadley
@ anakpatirsa....mati vs hiberanate
"Kapan Om mati?"
Tanggapan : setuju dengan ely
Pertanyaan :
1. Mati secara karya dan kerjakah...
atau....
2. oh... my ghost....(mudah-mudahan tidak sesuai dengan terkaan terburuk saya).......he...he...he....
Makan cempedak :
Saya juga pernah mati pertama. Karena kini ada yang lain paling tidak saya bisa hidup lagi..!!!
Tambahan (bagi yang merasa) : Mudah - mudahan tidak mati karena merasa ada yang menutup keterbukaan.
(Ngacir)
......
!!!!!!!!
????
Masih belajar............
Bila salah tolong diperbaiki.......
Bila melenceng tolong ditegur...
God Bless Us...
Mati "yang kedua"
Benar, itu sesuai dengan terkaan terburuk.
Ia begitu menginginkan komputer itu.
bentar
Mending dikasih pinjam bentar ajalah.
geadley
Terima kasih
Terima kasih atas komentarnya.
Maafkan saya, sepertinya Anda kurang teliti [lagi] membacanya.
Ini bukan tentang boleh memakai atau tidak. Ini tentang keinginan seorang anak memiliki sebuah milik orang lain supaya menjadi lebih kaya.
ngerti
Karena seorang anak belum mengerti apa itu usaha utk bisa hidup senang.Keinginan sewaktu masih kecil itu berkobar tapi apabila sudah dewasa,pasti akan paham bahwa usaha sangat penting.
Seorang anak bisa saja melihat itu sebagai perhiasan/barang mainan.Jangan dikasih oprate aja.hahahaha........
geadley
im a different but not less..
disekitar bie banyak orangorang yang autis...
autis ndak menular, for bie mereka genius
they are different but not less..
quotefromtemplegrandin
maaf.. bie kurang pintar
Setuju
Hanya satu kata: setuju
sama-sama jenius
kok dio mirip dengan om-nya ya? sama-sama jenius :)
ngga bosan
Anyway,i also like kids.Rasanya ngga bosen main dengan mereka.
geadley