Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Nasionalisme Ala Kumbakarna
Kumbakarna merupakan salah satu tokoh wayang yang saya sukai. Ia memang berbentuk raksana, bahkan boleh dibilang super raksana karena ukuran tubuhnya yang besar sekali melebihi kebanyakan raksana namun hatinya justru baik. Bersama dengan adiknya, Gunawan Wibisono, ia sering kali menentang pendapat Rahwana, sang kakak yang ia lihat cenderung ugal-ugalan dan mau menangnya sendiri.
Bersama adiknya pula, ia menentang sikap Rahwana yang waktu itu mencuri Sinta yang sudah menjadi istri Rama. Karena tidak suka dengan pendapat adiknya maka Rahwana menggusir mereka berdua keluar dari istana Alengka. Dalam kemarahannya Kumbakarna pergi ke hutan untuk tidur. Ya, inilah salah satu permintaan Kumbakarna kepada Dewata. Sebagai raksasa ia sadar bahwa ia perlu makan banyak dan kalau sedang marah, ia bisa lepas kendali dan merusak apa saja yang ada disekitarnya, sekalipun sekelilingnya tidak bersalah. Dengan tidur ia bisa menghilangkan dua kebiasaan yang ia anggap bisa menimbulkan efek buruk bagi lingkungannya. Kumbakarna tidur untuk menenangkan diri.
Sedangkan Wibisono justru memilih memihak Rama yang jelas menjadi musuh Rahwana. Hal inilah yang kemudian membuat rakyat Alengka yang sebelumnya memuja Wibisono berbalik membencinya dan menuduh kalau Wibisono tidak memiliki rasa cinta tanah air.
Ketika Rama menyerang Alengka, Rahwana meminta Kumbakarna untuk membela negaranya. Awalnya Kumbakarna menolak dan menganggap serangan tersebut sebagai akibat perbuatan buruk Rahwana, tetapi setelah dipaksa iapun bersedia. Versi lainnya mengatakan ancaman Rahwana yang akan membunuh Kumbakumba dan Aswanikumba, anaknya Kumbakarnalah yang membuat ia bersedia maju berperang. Sedangkan versi yang lain mengatakan bahwa Kumbakarna mendapatkan penglihatan tentang hancurnya Alengka. Hal inilah yang lalu mengusik hatiNya yang kemudian membuatnya bertekad untuk maju berperang.
Apapun versinya, catatan yang Kumbakarna ajukan tetaplah sama "Ia berperang untuk membela negara bukan Rahwana".
Di medan laga ia mengamuk tanpa peduli tenaga dan tubuhnya tidak berbentuk lagi. Ia berperang sampai titik darah penghabisan. Jika Bhisma berperang dan gugur dengan tubuh mati dipenuhi anak panah, maka Kumbakarna gugur karena badannya sudah hancur.
Kisah kepahlawanan Kumbakarna inilah yang kemudian digambarkan sebagai sikap nasionalisme. Kumbakarna tahu kakaknya salah, dan ia tidak tinggal dia begitu saja. Tapi ketika tegurannya tidak diterima ia tidak mengamuk apalagi mengadakan kudeta, walau sebenarnya ia bisa saja melakukannya. Ia memilih tidur; penggambaran dari mengekang diri dari kemarahan dan tindakan anarkis.
Namun di saat negara membutuhkan iapun siap membela, karena Alengka adalah negaranya. Ia tidak membela atasannya, ia membela negaranya.
Dirgahayu Indonesia
Nyari beasiswa di sini aja
- waskami's blog
- 7212 reads
Jadi bagaimana Dhik Waskami,
Secara pribadi
Nyari beasiswa di sini aja
Wahyuning Ratu
Satu hal yang (mungkin sengaja? ) dilewatkan oleh Waskami adalah bahwa Wibisono akhirnya diangkat oleh Rama menjadi Raja Alengka. Wibisono memutuskan memihak Rama setelah dia gagal membujuk kakaknya untuk mengembalikan Sinta kepada Rama. Dia yakin kakaknya salah dan satu-satunya cara menyadarkannya adalah dengan berpihak pada yang benar.
Tokoh Alkitab yang mungkin bisa dibandingkan dengan Wibisono adalah Yonatan, yang memihak Daud melawan ayahnya sendiri, Saul, karena dia percaya bahwa "Wahyuning Ratu" (Wahyu Kerajaan) tidak lagi di tangan ayahnya, tapi sudah berpindah kepada Daud.
Anda Benar
kalau saya tida ada di rumah, cari saya di sini
Ha na ca ra ka
Ha na ca ra ka, da ta sa wa la, pa da ja ya nya, mang ga ba tang a
bagaimana dengan kisah cerita ini? Siapa yang benar dan siapa yang salah? Saya suka cara Eyang Aji Saka menuliskan kisah ini.
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
Kumbakarna