Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Moralitas vs Keberadaan Tuhan (paijobudiwidayanto)
Moralitas vs Keberadaan Tuhan
Dipublikasi Artikel blog by paijobudiwidayanto
Berikut ini adalah percakapan antara dua orang tentang keberadaan Tuhan
dilihat dari sudut moralitas. Salah satu di antara kedua orang tersebut
adalah saya. Untuk alasan privacy saya menggunakan nama samaran untuk
keduanya. Silahkan tebak sendiri mana Paijo! :) Semoga ada manfaatnya!
Byne:
ber-Tuhan belum tentu ber-Moral akan tetapi...ber-Moral sudah pasti
ber-Tuhan. bila seseorang memiliki moralitas maka masih perlukah dia
mencari Tuhan?
Dai:
Menarik memang!
Pertanyaanya adalah apa itu moralitas? Apa standar untuk menentukan
sesuatu itu bermoral atau tidak? Seberapa valid standar itu? Siapa atau
apa yang menentukan validitas standar moral itu? Kriteria apa yang
digunakan untuk menentukan validitas standar itu? Kalau andaikata
memang
standar itu valid, siapa dan dengan standar apa mengharuskan orang lain
mengikuti standar seperti itu?
Byne:
kalau saya pribadu akan menjawab...temukan jawabannya di dalam kitab
suci. Apakah kitab suci itu ada mencantumkan detailnya? atau hanya
intro saja
Dai:
Menarik. Pertanyaan pertama adalah darimana asal-usul kitab suci
tersebut?
Untuk pertanyaan kedua, apa maksud anda dengan detail? Apa maksud anda
detail itu adalah semua harus secara eksplisit ditulis atau bagaimana?
Byne:
aya coba jawab :
Jawaban Pertanyaan Pertama : Saya tidak tahu asal usul dari kitab
tersebut, sebab kitab itu sudah ada sebelum saya lahir.
Jawaban Pertanyaan Kedua: Detail itu seperti kita membaca buku manual
Dai:
Untuk jawaban bagi pernyataan pertama: Excellent! Lalu kenapa apa yang
dikatakan dalam kitab seperti itu dijadikan standar moralitas?
Untuk jawaban bagi pertanyaan kedua, jadi yang anda inginkan adalah
sebuah dokumen dimana orang yang membaca tidak perlu lagi melakukan
inferensi karena semuanya sudah dikatakan secara eksplisit?
Byne:
saya coba jawab :
pertanyaan pertama : Lalu kenapa apa yang dikatakan dalam kitab seperti
itu dijadikan standar moralitas?
Jawaban saya : Itu karena "katanya" bahwa kitab suci itu merupakan
suara dari Tuhan melalui seseorang yang jabatan sosial di dalam
masyarakat yang di sebut dengan Nabi.
Dan kita yang lahir pada generasi saat ini "dituntut" wajib meyakini
akan sosok Nabi itu, yang mana Nabi adalah kepanjangan lidah dari
Tuhan.
( sebab kalau nggak percaya, nanti dapat ancaman/hukuman...nggak
kebagian tiket dan kursi di surga..he..he...).
Jawaban kedua: Ya, itulah yang disebut dengan komplit dan lengkap.
Tidak perlu ada Revisi karena perubahan Zaman. :)
Dai:
Menarik. So, kriteria yang anda gunakan untuk menjadikan sesuatu
pandangan sebagai standar atau tidak adalah "kata orang" atau yang anda
tuliskan "katanya". Menarik sekali. So berdasarkan pandangan itu kalau
"kata orang" 'Tuhan ada' maka anda tidak mau tidak mau harus menerima
bahwa 'Tuhan ada'. Kalau kata orang anda tidak boleh membunuh, maka
anda
tidak akan membunuh. Kalau kata orang Tuhan harus ada agar kita
bermoral, maka Tuhan harus ada. So, jawaban terhadap pertanyaan anda
tidak sulit seperti yang anda katakan.
Bagaimana kalau kata orang anda tidak boleh lagi menjawab postingan
saya? :) hehehehehe
Kedua, dapat darimana standar "tidak perlu revisi itu"? Seberapa valid
standar itu? Kriteria untuk mengatakan valid tidaknya kriteria itu apa
saja? Dapat darimana kriteria tersebut?
Byne:
>>Menarik. So, kriteria yang anda gunakan untuk menjadikan sesuatu
pandangan sebagai standar atau tidak adalah "kata orang"
itulah om yang disebut dengan "mengIMANI" ( jangan salah loh, "kata
orang" ini adalah sosok mulia yang di sembah dan dipuja yaitu NABI),
Mana mungkin murid bisa belajar tanpa ada guru (panutan/sumber), mulai
dari warna baju, model baju, potongan rambut....semua di tiru dengan
tujuan mencerminkan pribadi Nabi pada individu tsb.
Namun "kata orang" ini juga bermuatan unsur negatif dan positif. Kadang
kala sang Nabi membuat suatu pernyataan untuk melindungi kepentingan
kelompok tertentu dan keberpihakan sebelah..masih mungkin terjadi. Nabi
juga seorang manusia. :D
( kecuali dia bukan manusia maka kita sepakat mengatakan bahwa Dia itu
adalah Alien)
hanya positif atau negatif, tetapi juga ada netral.
menjawab pertanyaan " Bagaimana kalau kata orang anda tidak boleh lagi
menjawab postingan saya? :) hehehehehe"
maka akan saya jawab, Orang bisa berkata tidak namun saya sendiri
memiliki kuasa dalam memilih. Apa yang nanti saya pilih adalah tanggung
jawab saya, apapun resiko dari pilihan saya itu.
Kecuali bila saya berbuat lantas ada pihak lain yang menanggung resiko,
maka alangkah mudah dan nyamannya kehidupan ini. Sebab tindakan koreksi
akan terus diberikan....."Baik ya..." ( seperti iklan GSM Axis)
Wah .... jadi ngelantur berbicara ttg konsep "kehendak bebas nehhh."
menjawab pertanyaan kedua, soal valid dan tidak valid serta revisi.
Saya jadi ingat pelajaran IPA, dimana ada seorang ilmuan yang dihukum
mati karena menyatakan bahwa bumi itu bulat bundar, padahal konsep saat
itu menyatakan bahwa bumi itu ada ujung dan bertepi. Namun akhirnya
ilmuwan itu tetap pada pendiriannya walau dia harus mati mempertahankan
keyakinannya tsb.
Nah sekarang apakah kira-kira bumi ini ada ujung dan bertepi atau bulat
bundar ya?
Dai:
Untuk yang pertama, so, anda mesti memilih. Anda menggunakan "kata
orang" sebagai kriteria untuk mengatakan sesuatu benar atau tidak?
Implikasi jawaban anda sebelumnya adalah anda menggunakan "kata orang"
sebagai kriteria untuk mengatakan apakah sesuatu itu benar/standar atau
tidak. Tapi dalam tanggapan kali ini, kok anda meragukan dan malah
menentang itu. So, silahkan memilih. Kalau tidak menggunakan "kata
orang
sebagai kriteria", lalu apa kriteria itu dan mengapa memilih kriteria
itu? Tahu dari mana kriteria itu tepat?
Kedua, anda tidak menjawab pertanyaan saya. saya tanya: "dapat darimana
standar "tidak perlu revisi itu"? Seberapa valid standar itu? Kriteria
untuk mengatakan valid tidaknya kriteria itu apa saja? Dapat darimana
kriteria tersebut?" Apa yang anda tulis tidak menjawab
pertanyaan-pertanyaan tersebut. Saya tidak meminta anda untuk
mengangkat
contoh atau apapun yang ada hubungan dengan contoh. Silahkan kemukakan
argumen! Saya tidak meminta contoh.
Good luck!
Byne:
....kita sudahin saja pembahasan ini. sebab saya kira bila dilanjutkan
tidak akan membawa banyak manfaat.
sebab sesuatu yang berbeda tidak perlu kita cari agar menjadi sama kan?
bila memang dasarnya berbeda, maka bisa dilakukan adalah menyadari
bahwa
perbedaan itu memang ada pada kenyataannya.
Namun walau kita berbeda tapi saya tetap cinta loh sama situ :)
Dai:
Saya sih setuju aja kalau diskusi ini tidak dilanjutkan. Tiap orang
punya hak untuk berpendapat apapun dan memutuskan apapun. Tetapi saya
ada beberapa hal yang perlu dikemukakan.
1. Saya tidak setuju kalau diskusi ini tidak membawa manfaat banyak.
Diskusi kita selama ini sudah menunjukkan bahwa ada berbagai asumsi
yang
diusung dalam satu argumen. Asumsi-asumsi itu kebanyakan tidak disadari
oleh orang yang menyodorkan argumen tersebut sehingga pada saat
ditanyakan/diklarifikasi lebih lanjut (bahkan dengan bahasa yang
sederhana sekalipun) akan sulit dijawab. Kesulitan menjawab itu bisa
disebabkan karena pada saat diungkapkan, ternyata apa yang diasumsikan
sebagai benar itu saling bertentangan satu dengan yang lain.
2. Diskusi tidak selalu untuk menyamakan yang berbeda. Diskusi bisa
saja bertujuan untuk mengungkapkan ketiadaan kompatibilitas antara dua
posisi. Hal ini terjadi pada diskusi kita tetapi anda memilih untuk
tidak mengungkapkan apa yang anda asumsikan.
3. Saya tidak tahu apa definisi anda tentang cinta. Apakah cinta itu
hanya sekedar perasaan? Atau apa maksud anda dengan cinta? Apakah kalau
seseorang mencintai orang lain maka orang itu menerima saja apa yang
dikatakan orang lain betapapun salahnya? (asumsi saya adalah anda
memiliki standar untuk menilai sesuatu itu salah atau benar).
- 3845 reads