Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Menyimpang
Artikel saya kali ini agak sensitif dan mungkin harus saya cantumkan “untuk kalangan sendiri” agar saya terbebas dari masalah (walau sebenarnya saya sendiri tidak merasa keberatan dengan masalah yang ditimbulkan oleh tulisan-tulisan saya yang dinilai ironis dan nyeleneh). Ya, setelah saya pertimbangkan, akhirnya saya memutuskan untuk memasukkannya ke web, tidak sekedar menjadi catatan di notes saya.
Masih ingat Gereja Bintang Lima yang saya tulis di sini? Tulisan ini masih agak sedikit nyambung dari tulisan saya tersebut. Sebuah artikel yang saya temukan dengan referensi seseorang yang luar biasa. Saya membaca artikel yang berjudul “Seeker-Sensitive” movement tersebut dan berpikir, “aha, ini dia penjelasan yang lebih teologis dari sekedar artikel Gereja Bintang Lima.
Daripada menuliskan ulang artikel tersebut, saya akan membahasnya dengan gaya saya, mudah-mudahan pembaca sekalian tidak keberatan.
Tanpa bermaksud menunjuk seorang pendeta secara spesifik, dalam Gereja Bintang Lima saya menjelaskan tentang seorang pendeta yang menginginkan yang “terbaik” untuk gerejanya. Menjadikannya lebih baik dan lebih menghibur mereka yang hadir. Memanjakan mata dan telinga jemaat dengan sebuah hiburan yang berkualitas.
“Seeker-sensitive” Church adalah gereja yang bertujuan membuat sebuah gereja yang lebih “menarik” untuk mereka yang belum ke gereja sebelumnya (teorinya: untuk orang yang belum mengenal Sang Pemilik Gereja). Kebanyakan gereja yang seperti ini, menggunakan teknologi dan media untuk menjangkau komunitas.
Gereja-gereja ini berusaha menyentuh sisi emosional dari seseorang, membuatnya merasa “nyaman” dan “wow, keren bo!!” ketika datang ke gereja. Idenya adalah, sulitnya PERGI mengabarkan Injil secara langsung kepada mereka yang belum percaya. Lebih mudah membuat suatu hal yang MENARIK sehingga orang akan DATANG karena tertarik. Harapannya? siapa tahu mereka yang datang karena tertarik ini ‘kecantol’ dengan gospel dan akhirnya menjadi orang percaya.
Sepertinya saya berubah pikiran, saya akan mengutip sedikit dari artikel yang saya baca:
“The focus on the seeker-sensitive church is on that of the seeker and not much on God. It is very important on how the seeker feels on issues regarding worship, the program and the teaching environment. The concern is not on the foundation, but on the appearance.
The leaders of this church will ask questions usually pertaining to how they can make the church look more attractive to others. How far can they go without offending Christians? Ministry is no longer ministry, but it has evolved to a stressful weekly job with goals forgetting the main purpose. Offering is even overlooked in fear of the fact that unbelievers might not appreciate the idea. If giving and worshipping to God fully is taken away, then my question would be, “What is left to give to God?”
(Fokus dari gereja “Seeker sensitive” adalah lebih kepada pencari (jemaat) dan tidak banyak kepada Tuhan. Bagi mereka yang terpenting adalah apa yang jemaat RASAKAN selama penyembahan, program di gereja dan lingkungan pengajaran. Concernnya bukan pada dasar iman, tapi pada penampilan.
Para pemimpin gereja ini akan mengajukan pertanyaan mengenai bagaimana mereka dapat membuat gereja terlihat lebih menarik bagi orang lain. Seberapa jauh yang dapat mereka lakukan tanpa membuat orang Kristen merasa tidak enak? Pelayanan tidak lagi pelayanan, tetapi telah berkembang menjadi sebuah pekerjaan mingguan yang melelahkan dengan tujuan yang jauh dari tujuan utama. Persembahan bahkan diabaikan karena takut orang-orang tidak percaya tidak menyukainya. Jika memberi dan menyembah kepada Tuhan sepenuhnya diambil, maka pertanyaan saya akan, “Apa yang tersisa untuk diberikan kepada Tuhan?”)
Diambil dari http://www.christianexaminer.com
Ya, kalau saya boleh katakan, “Seeker-sensitive” Church adalah sebuah gereja yang menolak untuk “pergi keluar”, sebaliknya memilih untuk “diam di tempat dan beratraksi” menunggu. Bukannya domba yang diutus ke tengah serigala, tapi keju yang dipasang dalam perangkap tikus.
Sebuah gereja yang menyerupai panggung broadway dan bukannya tempat para penyembah.
“In the seeker-friendly church there is a lack of biblical analysis and more topical subjects when it comes to the sermon. On Sunday you are more likely to hear a sermon on “How to improve your money situation?” or “How to be successful” rather than an actual biblical breakdown. The church is becoming more of a how-to-better-your-life situation and it doesn’t focus on the meaningful word of God.”
(Dalam Gereja “Seeker-friendly” ada kekurangan analisa alkitab dan lebih banyak subyek-subyek dengan topik populer. Dalam ibadah Minggu, Anda mungkin akan lebih mendengar kotbah tentang “Bagaimana memperbaiki situasi keuangan Anda” atau “Bagaimana menjadi sukses” daripada pendalaman Alkitab. Gereja lebih menjawab kebutuhan mengenai “bagaimana-menjadi-lebih-baik-dalam-situasi-hidup” daripada pada arti dari Firman Tuhan)
Gawatnya adalah, kebanyakan jemaat yang hadir di gereja ini kemungkinan memiliki pengetahuan yang dangkal akan Firman Tuhan. Mereka dipuaskan secara telinga untuk dapat menjadi orang yang berhasil di lingkungannya, atau mendengar apa yang memang ingin mereka dengar.
Well, mungkin sebagian Anda akan membaca tulisan ini dan mengatakan kalau saya menghakimi. Harap dicatat. Artikel kali ini saya benar-benar hanya mengulas sebuah fenomena. Saya akan meringkas ulasan itu sebagai berikut:
Saat ini, terdapat fenomena gereja “seeker-sensitive” atau “Seeker-friendly” dengan cir-ciri
- Malas menjangkau keluar, sebaliknya menunggu kedatangan orang yang tidak percaya
- Memperindah gereja dengan teknologi dan media dengan harapan hal tersebut dapat memancing orang yang tidak percaya
- Menekankan fokus pada jemaat yang “seolah-olah” dipuaskan oleh Tuhan melalui media dan teknologi dan bukannya Tuhan yang dipuaskan oleh jemaat
- Memuaskan jemaat dengan kotbah-kotbah minggu mengenai bagaimana menjadi sukses (biasanya dalam segi karir maupun keuangan)
- Gereja lebih takut mengecewakan jemaat daripada mengecewakan Tuhan.
Jadi bagaimana, setelah Anda mempelajarinya, apakah tempat Anda beribadah termasuk jenis gereja seperti ini?
- Yoanna Greissia's blog
- Login to post comments
- 6633 reads