Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Menipu Ternyata Diperbolehkan (paijobudiwiyanto)

Menipu Ternyata Diperbolehkan
Dipublikasi Artikel blog by paijobudiwidayanto

Beberapa saat yang lalu pada saat berada di kota asal saya, secara
sekilas saya sempat menonton sebuah acara TV (saya lupa channelnya)
yang menampilkan seorang pembicara muda bertampang Arab yang sementara menyampaikan sesuatu yang tampaknya berbau religius kepada sekelompok besar orang berseragam SMA. Waktu saya nonton, tampaknya acaranya sudah mendekati acara sesi Q&A alias tanya jawab.

Saya masih sempat menangkap beberapa pesan dia sebelum sesi tanya
jawab. Dia berkata bahwa menipu adalah sesuatu yang tidak
diperbolehkan

karena akan berbuntut berbagai dosa yang lain. Tentu saja siapapun
yang berakal dan mengevaluasi diri sendiri (dari latar belakang
kepercayaan akan mengamini hal yang dikatakan si pembicara). Beberapa
saat kemudian ada peserta yang bertanya Apakah ada situasi tertentu
dimana menipu diperbolehkan?. Jawaban yang diberikan benar-benar
merefleksikan kebodohan yang dianut oleh banyak orang (apapun imannya;
entah Sekuler, Kristen, Islam, Hindu, Budha, atau apapun). Dia
mengataakan bahwa ada situasi dimana berbohong diperbolehkan dia
menyebut beberapa situasi (setidaknya ada 3) tetapi yang saya ingat
ada dua yaitu kita boleh berbohong untuk membahagiakan orang lain dan
kita boleh berbohong dalam perang. Untuk situasi yang pertama dia
ambil contoh apa yang dilakukan oleh sosok yang sangat dihormati dalam
agama tersebut. Dalam keadaan lelah setelah sebuah perjalanan atau
(mungkin perang? hehehehe ) si tokoh yang dihormati tersebut meminta
isterinya (yang dinikahinya sewaktu masih sangat muda alias masih
kanak-kanak) untuk membuatkannya minum. Secara tidak disengaja si
isteri salah melarutkan bahan minuman.

Yang dimasukkan bukannya gula tetapi garam. Saat diminum otomatis dahi
si tokoh berkerut. Si isteri lantas bertanya, ada apa. Tetapi si tokoh
tersebut memilih untuk tidak memberi tahu yang sebenarnya demi
menyenangkan isterinya. Contoh lain yang dia angkat untuk situasi ini
adalah ketika dokter harus tidak mengatakan keadaan sebenarnya dari
pasien yang sakit parah demin menghindari shock atau stress berat.
Untuk situasi yang kedua dia tidak mengambil contoh khusus. Dia hanya
meminta audiens untuk membayangkan apa yang terjadi kalau seorang
tentara memberi tahu lawannya tentang waktu mereka akan menyerang dan
jumlah tentara dan kekuatan yang mereka punyai.

Demi mengakomodasi apa yang sudah dipraktekkan selama ini dia
merendahkan sebuah standar mutlak. Karena secara sosial tidak mungkin
jujur dalam situasi tertentu, maka peraturan/hukum dilecehkan dan
dalam situasi seperti itu diperbolehkan untuk tidak jujur. Ini sama
saja dengan apa yang disebut sebagai etika situasi dimana dikatakan
tidak ada hukum yang mutlak dan semuanya tergantung situasi. Kalau
memang kebohongan itu mengakibatkan berbagai kesalahan dan dosa yang
lain mengapa ada pengecualian terhadap kebohongan?