Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Menabur benih di jalan tol

Purnomo's picture
        Kita tak tahu dengan tepat di mana benih itu akan jatuh. Tetapi pasti lebih banyak di atas jalan aspal yang panas. Kalaulah jatuh di tanah, tanah itu pasti tak subur karena hanya kena air bila hujan turun. Mungkin saja sampai di ujung tol kita memutar balik mobil untuk melihat bagaimana nasib benih yang kita tabur. Namun kita akan berada di sisi lain jalan sehingga tak bisa melihat di mana benih itu jatuh. Jadi, itu urusan Tuhan. Kalau Tuhan perintahkan kita membagi Alkitab atau memberi bantuan pengobatan kepada orang yang tidak kita kenal, just do it. Jangan coba menghitung setelah itu ada berapa banyak orang bertobat. Kalau kita bersikeras, kita akan kecewa sehingga kemudian menghentikan pelayanan kita.

       Itulah yang sering saya katakan apabila orang yang saya ajak melibatkan uangnya dalam sebuah kegiatan pelayanan mempertanyakan hasil akhirnya. Jika kita tidak yakin dari orang-orang yang kita beri Alkitab gratis ada yang bertobat, buat apa kita mengeluarkan biaya dan tenaga sebanyak ini? Jika kita tidak yakin dari anak-anak yang kita santuni uang sekolahnya kelak ada yang mau menjadi anggota gereja kita, buat apa saya menyumbang pelayanan beasiswa gereja? Jika warga jemaat tidak yakin melalui sekolah-sekolah Kristen banyak siswa yang akan menerima Yesus sebagai Juruselamatnya, buat apa gereja terus mendanai yayasan pendidikan ini?

       Lidah saya kelu ketika seorang warga jemaat kaya menolak ikut membantu biaya pengobatan seorang mantan penatua yang sudah tua dengan berkata, “Jika dokter sudah menyatakan penyakitnya tidak bisa disembuhkan, buat apa kita susah-susah membelikannya obat?” Saya tidak menanggapi pernyataannya sebab saya tidak suka orang memberi karena terpaksa atau dipaksa.

       Dua bulan kemudian di gereja saya bertemu kembali dengannya dan ia berkata, “Apa kata saya. Orang itu akhirnya meninggal juga, bukan?”
      “Betul,” jawab saya. “Tetapi ia meninggal di rumah ketika tidur, dengan tenang dan tanpa merasa sakit. Ia meninggal dengan bahagia karena tahu walau miskin ia punya banyak saudara seiman yang peduli akan keadaan dirinya. Saudara-saudara seiman yang setia datang membawakan makanan kesukaannya, obat-obatan dan uang. Saudara-saudara seiman yang menyayanginya seperti anak-anak yang menyayangi ayah kandungnya sendiri.”
       Ia pergi meninggalkan saya tanpa berkomentar. “Tambah musuh satu lagi, Pur,” kata saya dalam hati.

       Saya punya keyakinan yang sampai hari ini tidak goyah bahwa setiap kegiatan pelayanan yang saya lakukan dengan tulus sebagai ungkapan terima kasih kepada Tuhan Yesus, tidak akan sia-sia walaupun mata saya tidak melihat hasil akhirnya. Jika saya ingin sebuah jembatan dibangun sementara saya hanya memiliki satu batang batu bata, saya tidak akan membuang impian ini. Saya akan membawa batu ini ke tengah sungai untuk meletakkan di tempat yang tepat walau orang menertawakan ketololan ini dan saya harus menanggung risiko basah kuyup kedinginan dan digigiti lintah. Jika Allah berkenan akan tindakan saya ini, pasti Ia akan menggerakkan orang lain untuk meletakkan batu-batu lain di atasnya sehingga pada suatu saat sebuah jembatan akan berdiri kokoh di situ.

       Keyakinan ini makin teguh ketika beberapa hari yang lalu saya menerima sebuah kartu undangan pernikahan dari koster gereja. Nama kedua calon mempelai tidak saya kenal. Nama empat orang tua mereka juga tidak saya kenal. Pernikahan mereka diteguhkan di gereja lain. Alamat mereka ada di perumahan kelas menengah.
      “Ini dari siapa?” tanya saya.
      “Tidak tahu. Aku juga tidak kenal yang mengantarnya.”
      “Siapa lagi yang menerima undangan ini?” saya berharap bisa mencari informasi dari penerima lainnya.
      “Hanya Pak Yulianto.”
       Informasi secuil itu agak lama diolah oleh otak saya sehingga muncul bayang samar-samar dan kembali saya meneliti nama 4 orang tua mereka. Eureka! Nama ibu calon mempelai wanita mengingatkan saya pada sebuah peristiwa yang telah lama berlalu.




      “Kamu lihat gadis remaja itu? Sekarang dia duduk di kelas 3 SMP. Ibunya janda tak punya kerja tetap, adiknya dua. Sering dia diambil-paksa dari sekolah oleh ibunya untuk diajak mengemis. Dia berkeliling Pecinan mengikuti ibunya sambil menangis. Aku diam-diam membayari uang sekolahnya sejak dia kelas 3 SD sampai sekarang. Aku ingin dia meneruskan sekolahnya ke Sekolah Asisten Apoteker agar setelah itu dia bisa langsung bekerja. Tapi uang sekolahnya mahal sekali, 8 kali SMA. Aku tidak kuat membayarinya lagi. Tolong kamu ke majelis minta beasiswa buat dia.”

       Begitulah cerita Yulianto seorang guru Sekolah Minggu kepada saya. Saya menjelaskan kepadanya bahwa gereja kami memberikan beasiswa kepada anggotanya saja. Sedangkan gadis itu belum ikut katekisasi. Jikalau diberi, itu pun jauh di bawah SPP yang harus dibayarnya nanti. Tetapi ia terus mendesak. Siapa tahu ketrampilan salesmanship saya bisa merubah peraturan gereja.

       Majelis menolak walau sudah saya jelaskan gadis ini sejak kecil rajin ke Sekolah Minggu dan Kebaktian Remaja. Teman saya marah. Saya coba menenangkannya.
      “Kata kamu gadis itu berkelakuan baik. Aku lihat wajahnya lumayan juga. Apalagi kalau sedang sendu dan melankolis begitu. ‘Kan gampang solusinya.”
      “Usulmu apa?” tanyanya dengan gairah tinggi.
      “Begitu dia lulus SMP, kamu nikahi dia.”

       Dia mengumpat berkepanjangan. Habis, mau gimana lagi? Gereja yang duitnya banyak saja tidak bisa membantu, lalu kita yang gajinya pas-pasan ini bisa apa? Tetapi ia tidak berhenti berusaha. Ia menggalang dana dari beberapa teman. “Daripada kamu memberi perpuluhan ke gereja pelit ini, berikan saja kepadaku,” begitulah ia membujuk sambil menodongkan Yakobus 1: 27 “Ibadah yang murni dan yang tak bercacat di hadapan Allah, Bapa kita, ialah mengunjungi yatim piatu dan janda-janda dalam kesusahan mereka, dan menjaga supaya dirinya sendiri tidak dicemarkan oleh dunia.”

       Saya ditugasi untuk menyampaikan donasi yang terkumpul sementara para donatur tidak mau menampakkan wajahnya. Suatu siang dia ke rumah saya bersama ibunya. Ibunya menuntut saya selain memberi uang SPP juga memberi beras. Saya menolak sehingga ibunya marah.
      “Buat apa Lili sekolah jika tidak bisa makan?”
      “Bagaimana saya bisa memberi Ibu beras kalau saya sendiri miskin? Lihat rumah saya dan banjir yang hampir selutut ini. Rumah kecil ini dijejali 11 orang. Ini rumah liar, tidak punya surat. Kalau saya punya uang, saya sudah lama pindah dari sini,” jawab saya.
      “Kalau begitu lebih baik Lili tidak sekolah saja. Biar saya suruh dia bekerja.”
      “Bagus! Besok pagi keluarkan dia dari sekolah. Saya akan sampaikan kepada orang-orang yang membayari uang sekolahnya. Uang untuk Lili bisa dialihkan membantu paling sedikit 5 murid SMA.”
       Langsung ibunya tanpa berpamitan menyeret Lili keluar dari rumah saya menerjang banjir. Saya masih sempat melihat Lili menangis.
 



       Hari Minggu saya menemui Lili di gereja.
      “Maaf kalau kemarin saya memarahi ibumu. Para donatur tidak ingin kamu keluar dari SAA walau biayanya tinggi.”
       Dia menganggukkan kepala.
      “Mereka memasukkan kamu ke SAA karena berharap kamu bisa langsung bekerja setelah selesai sekolah sehingga kamu bisa membiayai hidup ibu dan adik-adikmu.”
       Dia kembali menganggukkan kepala.
      “Rajinlah belajar. Jangan mengecewakan mereka yang membantumu.”
       Dia menatap saya dengan diam.

      “Kamu sudah melihat rumah saya. Seorang donaturmu dulu rumahnya jauh lebih parah daripada yang saya tinggali. Pagi ia ke sekolah tanpa sarapan. Selesai sekolah selalu saja ia ikut ke rumah temannya untuk belajar bersama. Siang ini ke rumah si A, siang besok ke rumah si B, siang lusa ke rumah si C. Tujuannya sebetulnya bukan untuk belajar bersama, tetapi ia berharap ditawari makan siang oleh ibu temannya. Tetapi ia tidak pernah mengeluh atau mengatakan Tuhan tidak adil. Penderitaan membuatnya ulet dan kuat. Ia sangat berharap kamu kelak bisa lebih berhasil daripadanya.”
       Lili mengusap matanya. Saya menyalaminya. Dia tidak saya beritahu si tukang numpang makan siang keliling itu adalah Yulianto mantan guru Sekolah Minggunya.

       Lili menepati janjinya. Dia tidak pernah tinggal kelas. Gadis ini kemudian bekerja di laboratorium sebuah rumah sakit swasta dan berhasil mengentaskan keluarganya dari kemiskinan. Pernah dalam suatu kebaktian saya melihatnya hadir bersama suaminya. Saya berbisik kepada teman wanita di sebelah saya.
      “Masih ingat siapa perempuan muda itu?”
      “Ya. Saya senang apa yang kita lakukan dulu berhasil menolongnya. Seandainya teman kita yang edan itu tidak merampok perpuluhan kita, ngeri rasanya membayangkan di mana dia sekarang berada. Omong-omong, dia tahu tidak siapa-siapa yang membayari uang sekolahnya dulu?”
      “Sampai kapanpun dia tidak akan saya beritahu. Dia hanya kenal saya sebagai penghubung para penyantun gelapnya.”

       Lili juga tidak akan sempat bertanya karena beberapa kali bertemu kami hanya saling menganggukkan kepala. Kejarangan kami bertemu dikarenakan setelah bekerja dia tidak lagi berjemaat di gereja saya. Saya sudah melupakannya ketika meninggalkan kota ini pergi merantau ke kota-kota lain di Jawa dan Sumatera mencari nafkah.

       Di pintu masuk ruang pesta 4 orang tua mempelai menyalami para tamu. Ketika saya menyalami Lili, dia masih mengenali saya walau hampir 20 tahun kami tak berjumpa. Dia menyebut nama saya dan mengucapkan terima kasih atas kedatangan saya. Dia cantik dalam pakaian pesta. Dari penuhnya ruang pesta saya memperkirakan ada hampir 1500 tamu undangan yang hadir. Saya duduk semeja dengan Yulianto. Di sebelahnya duduk seorang pendeta emeritus.

       Ketika sedang menyantap hidangan saya mendengar Yulianto berkata kepada tetangganya, “Kalau selama 60 tahun kelenteng Gang Lombok bisa menyelenggarakan SD gratis, mengapa gereja-gereja kita sampai sekarang tidak bisa melakukan hal yang sama?”
       Ups, pasti ia sedang menceritakan proyek terbaru kami.

       Ketika saya kembali ke kota kelahiran, ia selalu mengungkit-ungkit keberhasilan Lili dalam menyemangati saya untuk menghidupkan kembali “konspirasi diaken bayangan” (begitulah kami menyebut mereka yang dengan senyap melakukan pelayanan diakonia di luar organisasi gereja). Walau tidak ikut dalam kelompok yang sedang merintis proyek “SD Kristen Gratis” karena ia ada dalam kelompok lain yang menyantuni mahasiswa teologi, saya selalu mengabari perkembangan proyek ini. Setelah berlangsung selama 8 bulan, kami sudah berhasil mengambil alih SPP sekitar 80 siswa yang duduk di kelas 6 sampai 3. Sekarang kami sedang mencari donatur baru agar pada bulan Juli-2010 siswa kelas 1 dan 2 bisa ikut terbantu.

       Lili tak akan pernah tahu bahwa perjuangannya untuk tidak mengecewakan para donaturnya telah menyemangati mereka untuk meneruskan pelayanannya.
     
       Lili tak tahu dia telah memberi andil besar dalam proyek-proyek yang telah membantu biaya pengobatan dan pendidikan puluhan orang tanpa memandang etnis, denominasi dan usia serta memperbaiki tempat ibadah dan membantu beberapa penginjil menambah pengetahuannya.

      Lili tidak pernah memberikan uangnya, tetapi kegigihannya untuk terus berjuang dalam penderitaannya telah memotivasi banyak orang untuk berbagi. Berbagi dalam senyap, berbagi tanpa wajah, berbagi karena bersyukur atas kasih Tuhan Yesus yang telah dianugerahkan kepada mereka.

       Dan kami makin meyakini sekalipun kami harus menabur di jalan tol, Tuhan tak pernah membiarkan benih itu terbuang percuma.

                                                           (07.03.2010)

*** semua nama telah disamarkan.
*** gambar diambil dari google sekedar ilustrasi.

 

billy chien's picture

@purnomo

Tetapi jika engkau memberi sedekah, janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu.

terkadang Tuhan menguji bukan dikala kita baik baik saja....

seperti lilin , dia akan sangat membantu di kala kegelapan, tetapi di siang benderang cahaya lilin tidak akan bersinar...

itulah yang Tuhan mau lihat dalam hati kita....

seperti persembahan janda miskin....

adakalanya kita merasa sudah jatuh tertimpa tangga.... dan berkata "TUHAN GA LIAT APA YAH.... BUAT MAKAN SAJA SUSAH, APALAGI PERSEMBAHAN...."

Apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu? Bukankah pemungut cukai juga berbuat demikian?

Tuhan memberkati..

__________________

Kerjakanlah Keslamatanmu dengan takut dan gentar...

Purnomo's picture

BC, ada nasihat dari PlainBread

kepada seorang blogger yang mengatakan lebih enak dibaca bila kata "kamu" atau "kita" diganti dengan kata "saya."

Salam.

lentin's picture

@Purnomo : kamu saya kita aku - nasihat dari PlainBread

Saya rasa apa yang sudah di utarakan BC sudah sangat logis, penggunaan kata kita tidak perlu dinganti dengan saya (BC sendiri) karena hal yang BC utarakan memank menggambarkan kehidupan orang kristen bukan hanya BC sendiri

Saya heran disisi lain ada seorang yang sungguh ribut dan protes dengan penggunaan aku, gue, terlalu banyak aku lah, gue lah, keaakuan lah. Disisi lain ada juga yang protes jangan pake kamu atau kita tapi aku. Bisa gila rasanya klo kita mengikuti semua saran, apa lagi saran-saran yang tidak penting dan berlawanan.

Cukup pahami maksud dari BC. Dan yang dia maksud memank benar.

C:/

itulah yang Tuhan mau lihat dalam hati kita....

seperti persembahan janda miskin....

kalo dia pakai kata saya, itu jg gk benar, karena Tuhan memank mau melihat itu di seluruh hati kita umat-Nya.

Cobalah jangan memperdebatkan hal yang tidak perlu dan tidak logis, apalagi mendikte.

 

Debu tanah's picture

@ Lentin, jangan pusing

Saya heran disisi lain ada seorang yang sungguh ribut dan protes dengan penggunaan aku, gue, terlalu banyak aku lah, gue lah, keaakuan lah. Disisi lain ada juga yang protes jangan pake kamu atau kita tapi aku. Bisa gila rasanya klo kita mengikuti semua saran, apa lagi saran-saran yang tidak penting dan berlawanan.

 

Hehehe.. yang ribut dan protes si Smile ya? Hehe jgn dipikirin deh, dia lagi dapet kalee..

Lentin, saya setuju dengan mu, kalimat Billy menurut saya sudah tepat. Saya termasuk yang sangat suka dan sering menggunakan kata "KITA".

Menurut saya, penggunaan kata "kita" justru tidak berkesan menggurui tetapi untuk memposisikan diri si pembaca dalam tulisan itu sehingga pembaca tak sadar menyetujui apa yang kita tulis (bila benar loh).

Kalo penggunaan kata "kamu", saya setuju berkesan menggurui, misalnya waktu Yesus "menggurui" orang Farisi:

"Hai kamu keturunan ular beludak"..

hehehe...

__________________

Debu tanah kembali menjadi debu tanah...

lentin's picture

@Debu tanah gk pusing kok, hehehe

Gk pusing cuma heran aja, hehe... Yang diributin kok lucu bgt. Hehehe...

Iya, sya baca banyak renungan dan mereka yg menulis renungan2 Kristen itu menulis kta KITA untuk menunjukkan kepada orang-orang Kristen atau orang-orang yang mengikut Kristus, mereka tidak pernah menggunakan kata kamu atau aku (diri mereka sendiri) untuk pesan dalam Firman Tuhan yang disampaikan. Mereka pakai kata aku untuk membagi pengalaman pribadi mereka sendiri. Dan ini kita temukan bukan hanya direnungan Kristen saja, tapi saya baca di setiap buku renungan kepercayaan lain.

Sebenernya hal ini anak kecil pun mengerti. Saya heran saja sama org2 yg meributkan hal ini.

Makasih ya... Tuhan memberkati.

 

PlainBread's picture

Bertobat dari Kekristenan

Salah satu alasan kenapa saya belum/tidak keluar dari kekristenan adalah karena melihat orang2 seperti yang diceritakan Purnomo di atas. Saya masih bisa melihat Kristus ada di mana2, yang bisa kasih makan orang kelaparan, jenguk orang sakit dan orang di dalam penjara, yang kasih baju buat orang yang gak punya baju, yang kasih uang sekolah buat anak2 gak mampu.

 

The only difference between a sarcasm and a satire is the first one is usually done with anger while the later one is done with a smile - PlainBread

Purnomo's picture

PB, thanks

untuk sharingnya.

Salam.

Purnawan Kristanto's picture

Pak Purnomo, apakah ada

Pak Purnomo, apakah ada rencana untuk membukukan tulisan-tulisan ini?


__________________

------------

Communicating good news in good ways

Purnomo's picture

Mas Wawan, pertanyaan sederhana

ini sampai sekarang jawabannya masih "belum ada rencana."

Salam.

 

joli's picture

Purnomo, sms-an

Purnomo, kemarin kado ultah yang bisa buat "sms" an, sudah Joli gunakan untuk sms-an bersama beberapa teman. Sebentar lagi akan terbit diakonia bayangan di Solo, mean, sebentar lagi pula akan banyak PM ke anda untuk menanyakan informasi..

Setuju ama Purnawan, perlu dipikirkan untuk mulai merencanakan untuk menerbitkan buku. Btw, bolehkah tulisan in di print untuk sambungan sms berikutnya? dengan format sms, bukan buku gede, sulit bawa-nya ;)

 

hai hai's picture

@Mas Wawan, Mas Purnomo

Mas wawan, ketika anda bertanya apakah mau diterbitkan sebagai buku? Saya tidak memberi komentar karena sudah tahu jawaban mas Purnomo namun berharap dia sudah bertobat. Ternyata belum!

Mas Purnomo, si tua bodoh itu nampak seolah-olah pengecut karena tulisan-tulisannya nggak mau diterbitkan sebagai buku. Sesungguhnya dia cerdik seperti merpati.

Dia nggak mau tulisan-tulisannya diterbitkan sebagai buku karena takut bangkrut. Anda bisa bayangkan bila tulisan-tulisannya terbit menjadi buku? Dia akan NGETOP. Saat ini dia sudah NGETOP dan bila tulisan-tulisannya diterbitkan sebagai buku, dia akan tambah ngetop. Anda tahu apa akibatnya? Dia akan bangkrut! Benar-benar bangkrut! Kenapa demikian? Karena yang akan curhat semakin banyak dan yang minta sumbangan jauh lebih banyak.

Dari pada membujuknya tuk terbitkan tulisannya dalam bentuk buku lebih baik jadilah Gost writer baginya. 50 - 50 akan buat dia senang setengah mati. Dia hanya butuh duit tuk dibagi-bagikan kepada anak-anak Allah namun takut jadi ngetop karena itu kan bikin dia benar-benar bangkrut.

Si tua Purnomo,  walaupun tampil bodoh namun sesungguhnya cerdik luar biasa seperti merpati. Sayangnya dia sering sekali gagal ketika tampil tulus seperti ular. Dia beruntung karena punya istri bijaksana dan anak-anak teladan. Bila tidak, dia pasti disebut si tua bodoh oleh anak istrinya.

Mas Wawan, anda tahu si tua Purnomo jarang berdoa? Dia jarang berdoa dalam arti memejamkan mata dan menundukkan kepala lalu memohon. Kenapa demikian? Karena dia termasuk orang-orang yang di dalam ajaran Tiongkok kuno disebut: Orang yang ketika menatap ke atas tidak merasa minder; Ketika menatap ke depan tidak merasa rendah dan ketika menatap ke bawah tidak merasa tinggi. Dengan Alkitab sebagai standard kebenaran, dia adalah manusia yang tahu PASTI bahwa dia anak Allah.

Mas Wawan, anda tahu saya sering berdoa agar si tua Purnomo nasibnya jelek sehingga panjang umur? Hal itu saya lakukan karena dia seperti anda, manusia yang BERAKSI bukan MENGANTISIPASI. Nasibmu jelek mas Wawan, setelah tua anda akan berprilaku seperti si tua Purnomo. Ha ha ha ha ha ha ....

Kalian bisanya hanya memberi karena nggak mau meminta!

Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak

__________________

Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak

Purnomo's picture

hai hai nyaris bangkrut?

Anda tahu apa akibatnya? Dia akan bangkrut! Benar-benar bangkrut! Kenapa demikian? Karena yang akan curhat semakin banyak dan yang minta sumbangan jauh lebih banyak.

It's absolutely correct! Dan pengalaman mengatakan pernyataan di atas hanya bisa diucapkan oleh mereka yang pernah nyaris bangkrut karena sebab yang sama.

Salam.

Purnawan Kristanto's picture

Pragmatis

Saya sih berpikir pragmatis saja. Saya membayangkan royalti yang didapat dari buku ini. Saya membayangkan buku ini dicetak secara lux, diberi harga agak mahal, lalu menekan penerbit untuk memberikan persentase royalti yang lebih banyak, kemudian pada kaver buku ditulis: "Semua royalti buku ini disumbangkan untuk biaya pendidikan anak miskin."

Jika buku itu dicetak 5000 eksemplar dan royaltinya Rp.8000,-/buku maka bisa mendapat tambahan dana Rp. 40 juta. Itu hitung-hitungan pesimis. Kalau bisa masuk Gramedia, maka sekali cetak bisa di atas 10 ribu eksemplar.

Gimana pak Purnomo? Tergoda nggak?


__________________

------------

Communicating good news in good ways

Purnomo's picture

Mas Wawan terpaksa pakai rok mini untuk menggoda

Saya setuju tulisan saya diikutkan bila buku itu,

** memuat tulisan-tulisan blogger SS lainnya yang ada di situs ini,

** blog yang telah dibukukan tetap terpajang di situs ini sehingga bisa dinikmati oleh mereka yang tidak bisa membeli buku itu (Rp.80.000 ?).

** "Semua royalti buku ini disumbangkan untuk biaya pendidikan anak miskin" tidak dicantumkan karena sudah menjadi "reklame" di rumah-rumah makan dan tidak setiap blogger yang tulisannya diikutkan punya minat yang sama dengan saya. Royalti bagian saya biar dimasukkan ke kas YLSA karena saya berhutang banyak kepadanya.

       Ini kalau disetujui oleh Kopdar 2010, berarti kutukan si Empek yang dikirim ke diri Mas Wawan dan saya jadi kenyataan. Panjang umur untuk menghasilkan lebih banyak dan lebih lama. Saya kuatir kalau saya mati duluan dan si Empek diangkat jadi panitia burial organizer pasti ia membuat VCD pra-dying sebagai bonus bagi mereka yang menyumbang di atas 100 ribu rupiah. Sumbangan di atas 200 ribu rupiah ditambah 2 buku kumpulan blog saya. Pantas saja, musuhnya banyak.

Salam.

king heart's picture

@Pak Purnomo

Kalau si empek "menubuatkan" kesialan anda, lalu bagaimana nasib si empek sendiri menurut "nubuatan" anda ? ha ha ha ditunggu jawabnya....

 

 

Apakah dengan mengatakan kebenaran kepadamu aku telah menjadi musuhmu?

__________________

Apakah dengan mengatakan kebenaran kepadamu aku telah menjadi musuhmu?

sandman's picture

pertarungan ..

Walau tampak halus lembut dan tak betenaga, tapi pertarungan para mpek ini sungguh dahsyat dengan jurus-jurus yang sangat mematikan.

 

Karena kita sungguh berharga bagi-Nya dan Dia mengasihi kita.

__________________

Purnomo's picture

Nubuatan atas diri hai hai

          KH, ditunggu sampai kapan pun saya tidak bisa menjawab pertanyaan itu karena saya belum pernah dan tidak akan belajar bernubuat atau ber”nubuat.”
        Jika pertanyaannya adalah apa yang saya harapkan terjadi pada diri Empek ini, jawaban saya adalah –
          Saya berharap usianya 30 tahun lebih panjang dari usia saya dan sampai tarikan nafas terakhir masih sehat; matanya masih betah melek dan tidak pakai kaca mata baca yang tebalnya seperti pantat botol kecap; tulang punggungnya tidak keropos sehingga tubuhnya tak perlu dibebat tali pada sandaran kursi bila ia duduk; jari-jari tangannya tidak kena rematik, kalau memang diharuskan kena rematik biar jari-jari kakinya saja yang kena; agar supaya ia bisa terus menunggui Sabdaspace dan rajin berkunjung ke lapak-lapak blogger lain. Ketika waktunya tiba ia masih sempat menulis blog pamitan ‘Selamat tinggal, baterai gue abis’ agar tidak dikira menghilang karena buron.
         Saya tahu lebih banyak orang yang tidak menyukainya. Saya juga. Bagaimana tidak bila setiap mampir ke lapak saya selalu saja ia berkoar-koar ‘purnomo si tua jelek dan goblok yang tidak pernah pintar-pintar.’ Mau diusir susah karena dalam tradisi kuno seorang keponakan tidak boleh kurangajar kepada Empeknya. Tetapi diam-diam saya juga senang ia mampir karena mendatangkan berkat. Hit blog saya langsung lompat tinggi karena mereka yang menggandrungi dan juga yang membencinya setia mengintili (ini kata Jawa yang diIndonesiakan) ke mana ia pergi. Dan sebagai pedagang saya bergegas memanfaatkan kedatangannya dengan memasang berbagai poster di depan lapak saya. Ada yang bertema “hai hai nyaris bangkrut” dan sekarang temanya “nubuat atas diri hai hai.”
          Salam ha ha.

 

joli's picture

Asiiiiiiiiiiiikkkkkkkkkkkkkk

Saya setuju tulisan saya diikutkan bila buku itu,

Asiiikkkk, ayuk cepetan buat buku. Ini sudah keinginan luama para member SS loh kayaknya sejak kopdarnas 2008 di SOlo pernah terlontar, lanjut lagi di kopdarnas 2009 di Tawangmangu, nah sekarang segera wujudkan..

Cepetan... nanti kopdarnas 2010 buku sudah jadi, sehingga bisa langsung di market oleh para peserta kopdar..

Segera bentuk panitia,

mulai double Pur (Purnawan, Purnomo)

hai hai's picture

@Purnomo, Buta dan Lumpuh

Ms Purnomo, seorang teman bertanya, "apa yang akan lu lakukan bila elu lumpuh dan buta?" Waktu itu saya bertanya, "apakah otak gua masih normal dan gua masih bisa ngomong?" Dia bilang Iya. Saya menatapnya tajam dan berkata, "Semoga Tuhan menjauhkan hari-hari demikian dari kehidupan kita, namun bila hal itu terjadi, silahkan urunan tuk gaji seorang sekretaris tuk ngetik semua ocehan gua dan mengatur jadwal perjalanan gua keliling Indonesia."

Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak

__________________

Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak

Purnomo's picture

Menyebarluaskan blog Sabdaspace

      Saya belum berencana membukukan tulisan-tulisan saya. Memublikasikannya sudah, melalui buletin gratis yang pernah saya bagikan sampai ke gerejanya Mas Wawan, melalui bundel-bundel khusus All About Money dan All About Love misalnya seperti yang Joli terima (menyusul nanti All About "Skul" untuk cari donatur), atau dikutipi oleh majalah-majalah gereja yang beroplah 3000 exemplar, dikutip tanpa permisi oleh seorang penulis yang bukunya diterbitkan oleh Metanoia (seperti informasi dari Sandman), dikutip untuk bahan paper oleh mahasiswa teologi S2.

    Karena itu bila Joli ikut menyebarluaskan, ya monggo. Saya tidak menuntut royalti karena risikonya ditanggung Joli sendiri. Motivasi saya menulis adalah sharing dengan sesama saudara seiman tanpa beban. Kalau ada ide-ide saya yang pas dengan selera mereka, silakan dinikmati dan digandakan tanpa sungkan.

    Tentunya ini tidak berarti saya tidak setuju dengan hasrat Mas Wawan. Saya telah melakukan ide ini melalui buletin MLMm-13. Melayani Lewat Majalah mini yang 1 edisi terbit setiap 3 minggu, yang 1 edisi terdiri dari 3 halaman folio fotocopi bolak-balik (=12 halaman), yang 1 penerima diharap menggandakan 3 exemplar, yang rencana semula hanya disebarkan di 13 kota, yang bahannya mengkopas blog-blog yang ada di internet termasuk SS karena tidak semua orang punya komputer dan tidak semua pemilik komputer mau bersusahpayah blusukan di rimba internet.

    Mungkin bisa diperbincangkan di kopdar nanti bagaimana menyebarluaskan blog-blog dari Sabdaspace. Langkah awal bisa saja Mas Wawan yang memilih blog-blog yang akan diterbitkan; Tante Paku yang menghiasi dengan gambar; Joli yang menggandakan lewat fotokopi hitam putih untuk menekan biaya; lalu setiap distributor YLSA dikirimi 1 exemplar untuk digandakan kemudian dijual di gerejanya yang harganya sama dengan biaya fotokopi (sebaiknya tidak lebih dari goceng, pinjam istilah Indonesia-saram). Para penulis yang blognya ada dalam edisi itu juga dikirimi 1 exemplar dengan kewajiban menggandakan dan menjualnya di gerejanya masing-masing paling tidak 20 exemplar. Dalam buletin ini YLSA diberi 4 halaman (@ setengah folio) untuk mengiklankan situs-situsnya dan kiprahnya di dunia maya. Dari pembaca diminta masukan blog mana yang paling disenangi dalam 1 edisi itu. Dari masukan inilah nanti sebuah buku bisa disusun di mana YLSA yang menanganinya dengan 3 pendekar di dalamnya.

    Dengan cara ini kita bisa membantu YLSA dengan tindakan kongkrit.

    Menyebarluaskan lewat sms memang lebih murah. Tetapi tidak semua orang punya hape dengan fasilitas itu.

   Salam. 

.

     

sandman's picture

@Purnomo Kaget saya..

dikutip tanpa permisi oleh seorang penulis yang bukunya diterbitkan oleh Metanoia (seperti informasi dari Sandman)

Ketika membaca tulisan koment pak purnomo saya sedikit kaget, karena ada kekeliruan atau kesalahpahaman dalam mengartikan PM yang saya kirim waktu pertama kali saya membaca tulisan pak purnomo, ada baiknya saya jelaskan kembali PM saya ke pak Purnomo

 

bagus puisinya, seandainya puisi bagus ini dapat dimasukkan ke dalam buku pengabdian yang ternoda.

sekarang, aku lagi nulis buku bab satunya berjudul SEREMUK YAKUB, bab 2 bahas ttg proses pembuatan bejana, judul bab 2 ini adalah HATI DITANGAN PENJUNAN. dan bab 3, ttg perjlanan hidup Yusuf, judulnya, BERADA DALAM TABUNG PANAH ALLAH.

mungkin hanya 3 bab saja.
tapi baru bab 1 saja yang mulai finish.

itu tulisan adalah salah satu balasan PM dari si penulis setelah saya berikan PUISI Purnomo, saya copas jadi satu, hanya sekedar informasi bahwa ada seorang penulis buku yang suka puisi purnomo, dan ingin memasukan kedalam bukunya, akan tetapi terlambat karena buku pertamanya sudah terbit.

 

pak Pur maaf sebelumnya saya lancang ambil puisi pak pur, tanpa izin, tapi semua itu saya lakukan karena puisinya pak pur sangat bagus menurut saya dan cocon dengan sebuah buku. Nah puisi itu saya kirimkan kepada penulisnya. Surat diatas adalah comment dari beliau. Sayang buku beliau sudah terbit terlebih dahulu.

salam,

Ini adalah Permintaan maaf saya kepada pak purnomo.

 

Semoga dengan koment ini tidak akan ada kesalahpahaman yang terjadi di kemudian hari yang menyebab pihak-pihak tertentu merasa dirugikan ataupun di cemarkan namanya.

 

Karena kita sungguh berharga bagi-Nya dan Dia mengasihi kita.

__________________

Purnomo's picture

@Sandman, saya salah

Ini untuk kedua kalinya saya menulis komen IMPROMPTU dan untuk kedua kalinya saya salah. Yang pertama terjadi 2 tahun yang lalu ketika menulis komen di blognya Anita sekalian mengucapkan selamat ultah. Saya baru tahu itu salah setelah ada blogger teriak “Jangan nyolong start.” Ternyata ultah ybs 2 hari lagi.


Setelah membaca komen Sandman, ternyata kesalahan ada di kalimat yang dikutip oleh Sandman yang bisa memunculkan “multi tafsir” dan membuat pembaca menuding Sandman-lah yang mengutip tanpa permisi.


Paragrap di mana kalimat di atas itu ada, menjelaskan bahwa penyebaran tulisan saya telah dilakukan oleh saya sendiri dan juga orang lain (baik dengan permisi maupun tidak), yang kemudian saya jelaskan mengapa saya tidak mempermasalahkannya pada paragrap berikutnya.


Motivasi saya menulis adalah sharing dengan sesama saudara seiman tanpa beban. Kalau ada ide-ide saya yang pas dengan selera mereka, silakan dinikmati dan digandakan tanpa sungkan.

 Dan itu sama dengan apa yang pernah saya katakan kepada Sandman lewat PM.

Pak Sandi, tidak perlu minta maaf, karena memang apa yang saya tulis boleh dikopi atau disebarluaskan oleh siapa saja tanpa harus meminta ijin saya. Ketika saya meminta kemampuan menulis artikel dari Tuhan saya sudah berjanji, "talenta ini hanya untuk kemuliaan Nama-Nya." Lain tidak. Karena janji inilah saya mengosongkan data pribadi saya di Sabdaspace. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

Saya yang harusnya berterima kasih kepada Pak Sandi.


Untuk kekurangjelasan saya dalam menulis komen “Menyebarluaskan blog Sabdaspace” di atas, saya minta Sandman mau memaafkan kesalahan saya.


Saya akan menghapus komentar itu bila Sandman menghendaki. Bila tidak, komentar itu akan menjadi peringatan bagi saya untuk tidak lagi menulis komentar IMPROMPTU.


Salam.

 

sandman's picture

@pak purnomo

Pak Purnomo biarkan begitu saja,  saya pribadi tidak ada masalah dengan komentar pak purnomo, concern saya adalah dari pihak penulis dan penerbit metanoia, saya cuma takut ada masalah yang lebih besar di kemudian hari, bukan menyangkut saya dan pak purnomo pribadi, akan tetapi YLSA sendiri.

Jadi dengan ini saya harapkan semua masalah clear, tidak ada pihak yang merasa dirugikan ataupun dicemarkan, karena semua ini hanya kesalahpahaman saja.

Sepertinya itu bukan kesalahan yang disengaja, hanya sekedar salah paham , sudah sepatutnya kita saling mengingatkan, beruntung saya masih ada copy PMnya.

Sayapun akan memaafkan dan  meminta maaf karena PM saya yang kurang jelas, sehingga terjadi kesalahpahaman ini.

 

Karena kita sungguh berharga bagi-Nya dan Dia mengasihi kita.

__________________

si Om's picture

Mas Pur..minta ijin copy

Mas Pur..minta ijin copy paste beberapa dari blognya untuk teman2 di gereja ya ^^

Mas Sandman, kl boleh saran , si" penulis " buku tersebut diajak main main dimari ^^

Supaya bisa sharing2 ^^..mungkin teman2 beliau juga boleh main di mari ^^

gosipnya buku ke dua beliau telah terbit..^^ sedang gencar2 promosi di FB tuh ^^

Thanks

Purnomo's picture

si Om bebas copas tetapi

saya harap mau mencantumkan alamat URL-nya untuk numpang promosi situs ini. Agar yang membaca print-out itu ingin sekali tempo masuk ke situs ini dan membaca blog-blog dari penulis lain.

Salam.

si Om's picture

siap mas Pur, alamat URL dan

siap mas Pur, alamat URL dan penulis akan selalu ada, Thanks