Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Malaikat Keberuntungan Turun Ke Bumi
Permainan sepakbola memang mengasyikkan
sama asyiknya dengan merangkai angan demi menebak keberuntungan
seolah-olah dalam olahraga
tidak habis-habisnya dikaitkan dengan keberuntungan
nasib dan semacam ketagihan lainnya.
Orang lain berolahraga
para penonton bertaruh
para cukong bermain kayu
para pemain bermain "sabun"
tentunya sambil mengerling
sebagai tanda tahu diri
jangan salahkan penyelenggaranya
jangan salahkan pertandingannya
jangan salahkan siapa-siapa
itu sudah lumrah
sejak zaman beheula
orang sudah menikmati permainan seperti itu.
Betapa tidak
rakyat bisa kehilangan ingatan
walau tidak dapat dibuktikan secara pasti
apakah memang ada yang menyebabkannya
ataukah karena unsur genetika
atau memang ada kecenderungan turunan
yang diwariskan dari leluhurnya?
Kisah tentang ini akan panjang
bila harus dibuktikan secara ilmiah.
Sejarah manusia telah membuktikan
unsur fanatisme terhadap keberuntungan sudah mapan
bangsa-bangsa yang sudah maju
memanfaatkan unsur yang terpendam
dalam lubuk manusia ini
dengan menyalurkan pada titian yang berguna
kepentingan orang banyak
uang berlebih yang tidak produktif di tangan masyarakat
digunakan melalui saluran nasib
bagi mereka yang suka me-REKA angan
merangkai harapan
ketiban rejeki nomplok.
Rakyat kecil, ikan teri
me-REKA angan demi keuntungan yang lumayan
rakyat bertaruh dengan gembira
dengan sorak-sorai
semua orang berspekulasi dengan hiburannya
lama-lama ada orang yang mengecoh harapannya sendiri
membenamkan diri dalam lubuk impian yang bukan-bukan.
Tidak mudah membayangkannya
seorang anak dengan jari sakti
dicelupkan ke air menjadi obat mujarab
disebut-sebut di seluruh media
rumah kumuh tiba-tiba menjadi gaduh
pasar taruhan bergema di pojok-pojok dusun
bertaruh dengan dirinya sendiri
mencari kesembuhan tanpa kesadaran.
Ketika Goliath melawan Daud
pertarungan paling aneh di dunia
barangkali para prajurit Filistin bertaruh juga
mungkinkah kurcaci bisa menang melawan raksasa?
Kalah tetapi menang
yang merugi yang paling malang
yang malang justru yang mayoritas
karena yang beruntung jumlahnya pasti sedikit
sedangkan yang merugi besar
jumlahnya pastilah banyak.
Rakyat miskin semakin dimiskinkan
uang mereka ada, tidaklah seberapa
tidak cukup untuk membeli makanan bergizi
semua telah diganti dengan harapan
yang sulit terwujud
karena berjuta manusia ikut berebut angan itu.
Orang-orang yang terhormat
seperti yang dimuat di surat kabar
seperti yang keluar di layar kaca
siap memberikan janji-janji manis
kepada rakyat yang memilihnya
menjadi Bupati
menjadi Walikota
menjadi Gubernur
menjadi Wakil Rakyat
menjadi Presiden
mereka memalsukan angan-angan hatinya
merasuk hingga ke tulang sumsum
bila tuan yang terhormat
sudah berani berjanji
apalagi yang bisa diperbuat rakyat jelata yang diwakilinya?
Menjadi pejabat selalu merangsang angan
tidak ada seorang pun yang sudah menjabat berniat berhenti
mereka seperti ketagihan
undang-undang kepatutan disiasati
anak istri disuruh menggantikannya
kalau perlu istri muda pun oke
jabatan seperti memiliki daya pukau yang tidak tertahankan
dan sejumlah rakyat kecil seperti disihir
dirasuki hantu untuk tidak mampu melawannya.
Jabatan seperti binar-binar cahaya di bola mata
yang mampu membutakan pemandangannya
ia berkonsentrasi ke satu arah saja
ke angan-angan yang melambung
dengan segudang harapan
benaknya terpusat kepada sejumlah uang
yang akan mendatangkan kebahagiaan padanya
ia membayang
ia berkhayal
apalagi nyaris berhasil
impian-impian yang muluk
semakin menggebu-gebu
tanpa melakukan sesuatu untuk rakyatnya
yang penting memperoleh yang diidam-idamkannya
ia memusatkan perhatian pada modal pengembalian saat berkampanye.
Rakyat hanya mampu menampik kemiskinan dan derita
ditampik dengan impian muluk
ia jelmakan harapan di teluk yang berlubuk dalam
tetapi tangannya tak mampu menangkap ikan dari dalamnya
sang pejabat pongah menyumbang
demi kenikmatan angan-angannya
sama-sama merangkai harapan demi harapan
namun rakyat miskin terseok-seok
menyeret sandal jepit
melalui lorong-lorong kehidupan
mengumpulkan sedikit demi sedikit penghasilan.
Rakyat polos ingatannya mengada-ada
siapa yang peduli nasibnya?
Rakyat melarat tengah me-reka-reka nasibnya
bersama berjuta orang yang sama nasibnya
merambah kehidupan yang kejam ini
mereka hanya bisa membina dunianya, dunia fantasi
dan sang pejabat siap memberikan fantasi bagi mereka semua.
Rakyat kecil tidak pernah tahu apa yang bakal terjadi
kecuali suatu saat
ada malaikat keberuntungan turun ke bumi
meletakkan berjuta-juta uang di telapak tangannya
atau menghimpun dedaunan
dan tersenyum lega
menyangka daun itu telah berubah menjadi uang.
Uang
uang
uang
telah membuat orang ber-uang
tetapi juga menjadi Beruang
rakyat di ruang pengap
tidak pernah menjadi manusia ber-uang
namun pikirannya telah ditelan Beruang!
Tetapi, duka mana yang harus diratapi?
290510.
Semoga Bermanfaat Walau Tak Sependapat
Semoga Bermanfaat Walau Tidak Sependapat
- Tante Paku's blog
- Login to post comments
- 6460 reads
Me like :)
"When all think alike, no one is thinking very much." - Walter Lippmann
“The Roots of Violence: Wealth without work, Pleasure without conscience, Knowledge without character, Commerce without morality, Science without humanity, Worship without sacrifice, Politics without principles.” - M. Gandhi