Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Kisah Dua Kakak-beradik

anakpatirsa's picture

Mudah sekali memahami alasan anak-anak menganggap tanah kosong di bawah pohon mangga ini sebagai taman bermain. Pertama, pintu pagarnya tidak pernah dikunci dan rumah di dalamnya adalah rumah kontrakan berpenghuni dua lelaki yang terlalu malas mengurus halaman sendiri. Kedua, adanya sebatang mangga yang selalu berbuah lebat di musim buah dan cemara miring setinggi sepuluh meter yang tidak pernah merasakan hiasan natal. Ketiga, adanya bangku-bangku semen kecil yang mengelilingi sebuah meja yang juga dari semen, tepat di bawah pohon mangga yang dahannya membuat pohon cemara kami menjadi miniatur menara Pisa.

Karena sudah begitu terbiasa melihat orang tua membawa anaknya bermain di halaman seluas setengah lapangan voli ini, jadinya kami hanya saling bertukar senyum, tanpa perlu basa-basi. Sama sekali tidak memperhatikan mereka dan juga tidak merasa terganggu, hanya kadang-kadang merasa bersalah karena apa yang sering kulakukan di situ malam-malam sebelum masuk kamar.

Sabtu siang tidak ada yang istimewa di halaman rindang ini, tidak ada suara ribut di bawah pohon mangga. Seandainya pun ada, aku tidak akan mempedulikannya. Jika dua anak yang sedang berjongkok di belakang Panther merah itu duduk di atas bangku halaman sekeras batu, mereka akan lolos dari perhatian. Masalahnya, mereka ada di luar pagar, sehingga sesaat aku memberi perhatian. Perhatian itupun hanya sekilas jika keduanya bersembunyi dengan memanfaatkan mobil yang diparkir entah oleh siapa, diparkir sembarangan, yang penting catnya tidak mengelupas kepanasan. Perhatian itu muncul karena salah satunya menutup mata dengan pergelangan tangan sebelah luar, artinya menangis tanpa suara. Entah roh apa pula yang merasuki, aku mendekat, berharap bisa mengetahui penyebab seorang anak perempuan tiga tahun menangis di belakang sebuah mobil.

"Kenapa Dik?" tanyaku ringan, ikut berjongkok di belakang.

Tidak sepatah pun kata keluar sebagai jawaban. Si anak perempuan hanya menurunkan tangannya dan melirik sekilas ke belakang, lalu meraup tanah yang bercampur pasir dan memasukkannya ke lubang knalpot mobil. Dalam hati aku berkata seandainya seumuran itu atau lebih tua sedikit, aku akan melakukan hal yang sama dengan tanah berpasir ini, bahkan akan sabar menunggu pemilik mobil datang menghidupkan mobilnya. Anak laki-laki kecil di sebelahnya bahkan tidak melirik sama sekali. Keduanya pasti kakak beradik, si kakak sedang menangis dan si adik menemani dengan setia.

Si adik kelihatannya lebih muda setahun dari si kakak. Dari garis silang menyilang di depannya, kelihatan sudah cukup lama mengisi waktu menemani si kakak dengan menggambar garis di atas tanah. Ia berjongkok sambil memainkan sebatang ranting kecil, sedang kakaknya sama sekali tidak kelihatan risih duduk begitu saja di atas tanah kotor berpasir.

Sebuah kebisuan. Si kakak mengisi knalpot dengan tanah berpasir, si adik sibuk mencoret-coret tanah dengan rantingnya, dan si penonton hanya bisa berharap tidak ada orang tolol mengintip lubang knalpot bila mobil dihidupkan.

Dalam kebisuan itu, tiba-tiba berharap bisa memberikan mainan buat keduanya. Juga ada keinginan mengajak keduanya masuk ke dalam rumah. Masalah mengajak masuk, sebenarnya tidak mungkin kulakukan. Bukan karena apa-apa, tetapi telah belajar, jaman sekarang bukan jaman orang tua membiarkan pendatang memasukkan anaknya ke dalam rumah kontrakan. Juga bukan jaman ketika bisa bermain di rumah tetangga sampai kakak datang mencari. Televisi telah bercerita bahwa jaman itu sudah lewat.

Aku hanya bisa bertahan satu menit dalam kebisuan itu, kusentuh bahu keduanya satu persatu lalu bangkit berdiri. Sedih tidak bisa melakukan sesuatu untuk menghibur kakak yang sedang menangis ataupun memberi perhargaan kepada adik yang setia menemani kakak. Aku masuk rumah dengan perasaan seorang yang telah mengalami kekalahan.

Di kamar, masih memikirkan kedua anak di depan. Dalam hati bertanya mengapa si kakak menangis? Karena dipukul atau dimarahi? Karena menginginkan sesuatu dan tidak mendapatkannya? Banyak kemungkinan tetapi tidak bisa mengetahuinya. Kuputuskan untuk melakukan sesuatu. Paling tidak memberi mereka makanan ringan, hanya itu yang bisa kupikirkan untuk berkata kepada mereka bahwa aku peduli terhadap kesedihan itu. Jadi, Novel Alistair MacLean yang kupegang untuk melupakan keduanya kuletakkan kembali. Keluar kamar, merasa yakin masih ada dua anak kecil di belakang mobil.

Sebuah kekecewaan menyergap begitu saja ketika membuka pintu depan. Tidak ada lagi orang di belakang Panther merah, padahal hanya sekitar lima menit aku di dalam rumah.

Dengan perasaan sesal keluar pagar, sama sekali tidak bisa menahan senyum ketika melihat kakak beradik itu berada di dalam gerobak yang didorong oleh seorang tetangga. Anak perempuan yang tadi menangis sedang tertawa senang, adik juga tertawa keras di gerobak yang sama. Pemilik rumah sebelah kiri kami sekaligus pemilik rumah yang berjarak dua rumah di sebelah kanan. Beberapa barang dipindahkan dari rumah yang sebelah kanan, itulah sebabnya kedua anak kecil itu boleh naik gerobak yang sedang kosong ketika kembali mengambil barang lain. Gerobak kosong membuat si kakak lupa lima menit sebelumnya ia menangis sedih dan si adik lupa kalau ia telah menjadi adik setia -- Anak-anak, mereka begitu mudah melupakan kesedihannya.

Lalu aku melirik ke arah mobil yang tadi mereka gunakan untuk bersembunyi. Garis-garis di tanah masih ada. Melihat keadaan knalpot itu, jadi ingat sudah lama tidak main meriam bambu.

joli's picture

Ari.. pinjam tembok-mu ..

Kenapa orang dewasa tidak bisa sesederhana anak-anak?

Ketika sedih, lakukan yang bisa dilakukan... setelah itu carilah gerobak supaya bisa tertawa ngakak... juga kalau pusing Yell silahkan  pinjam temboknya ari_thok untuk benturin kepala, setelah lega silahkan ngakak.. 

Ketika ada teman/saudara sedih, menemani tanpa menghakiminya itu sudah menolongnya..

menemani ketika sedih, menemani ketika ngakak di gerobak Smile

 
Mat. 6:34 Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari."

 

Priska's picture

Itulah anak2...

Anak patirsa ternyata perhatian juga ya sama anak2 (perhatian beneran atau sok perhatian... he he he...). Tapi, menurutku, si kakak itu tadi menangis karena kamu dateng ke mereka. Coba, kalau kamu tidak datang... pasti kedua anak itu akan bermain dengan senangnya... ha ha ha... :P Tapi bener sih, yang dibilang Tuhan kalo kita harus datang ke Tuhan seperti anak2 karena mereka lah yang akan empunya Kerajaan Surga (Matius 19:14). Karena memang terbukti, anak2 itu dapat dengan mudahnya melupakan suatu kesedihan, dendam yang mereka alami ganti dengan sukacita yang luar biasa. Anak patirsa, jangan ngambek dengan comment ku ini lho ya... ini tu cuman comment sebelum pulang sekolah, jadi maaf ya... he he he.... :) GBU ^_^ "I can do all things through Christ who strengthen me"
__________________

"I can do all things through Christ who strengthen me"

clara_anita's picture

AP: namanya juga anak-anak . . .

Jadi ingat tebak-tebakan konyol yang pernah dishare oleh seorang teman: Kenapa anak kodok hobinya lompat-lompat jawabnya: namanya juga anak-anak . . .:) Memang indah ya dunia anak. . . nggak ada yang namanya dendam.. semuanya polos.... rasanya pingin balik lagi deh jadi anak-anak GBU