"Iman yang dewasa" oleh gereja kristen biasa dimengerti secara organisasional, sehingga kebanyakan orang kristen mempunyai pemahaman bahwa orang beriman yang sudah bertobat bertahun-tahun dan terlibat dalam pelayanan gereja, dianggap sudah mempunyai iman yang dewasa. Pelayanan yang dimaksud adalah menjadi gembala sidang atau pendeta, majelis gereja, atau paling sedikitnya menjadi guru sekolah minggu. Dengan pemahaman demikian maka mereka sulit menerima pendapat yang berbeda dari pada itu. Bahkan diantaranya ada yang tersinggung bila dikatakan belum dewasa imannya dan membalas mengatai orang itu sebagai "sok" rohani atau merasa lebih rohani dan "sombong rohani" atau merasa diri lebih suci dari orang lain dan "sok" ekslusif atau merasa dirinya lebih tinggi. Dengan demikian maka silang pendapat berkembang menjadi perselisihan pendapat yang justru menunjukkan "ketidakdewasaan iman" mereka. Untuk mencegah silang pendapat itu, gereja kristen harus mempunyai pemahaman yang mendasar tentang "Iman yang dewasa" yang sesuai dengan firman Tuhan dan yang dapat diterima oleh akal sehat, sehingga bisa di "amini" oleh (semua) orang beriman.
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace