Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Kesan Hamba Tuhan - Pdt.Amin Tjung
Saya terima sms dari seorang teman yang memang adalah jemaat GRII yang berisikan tentang perginya seorang Hamba Tuhan yang memang hanya saya kenal melalui Sekolah Alkitab awam yang dikelola GRII di Jl.Tanah Abang 3 No.1 Jakarta. Saat itu, Pdt.Amin Tjung adalah seorang dosen yang mengajar Etika Kristen di Sekolah Alkitab awam tersebut pada tahun 2002 ( Sekolah Alkitab awam itu bernama STRIJ = Sekolah Teologia Reformed Injili Jakarta ). Saya hanya mengenal Beliau paling 5 x pertemuan dan hanya 5 x 2,5 jam.
Saat mendapatkan sms tersebut pada hari Minggu pukul 11.00 WIB ( kurang lebih ). Yang terpikir saat itu hanyalah membuat janji dengan teman untuk ke Rumah Duka dan Rumah Dukanya saat itu adalah Rumah Duka Dharmais dengan dua tempat yang digabungkan menjadi satu ( Kalau tidak salah ingat G dan H ). Awal berangkat ke sana, saya tidak berpikir apa-apa. Saya duduk sendiri , karena memang saya bukan anggota Jemaat GRII, jadi agak sedikit bengong juga ( Saya adalah jemaat GKY Greenville ). Kebetulan teman yang berjanji ke Rumah Duka adalah anggota paduan suara, jadi dia duduk terpisah.
Kebaktian saat itu berlangsung dari pukul 19.00-22.00 ( kurang lebih ). Ada puji-pujian dan khotbah dari Hamba Tuhan, seperti biasa yang kita lihat pada saat kebaktian duka Orang Kristen. Hari itu, ada 3 kesaksian yang diberikan dan Tuhan bekerja melalui kesaksian yang diberikah hari itu. Saya tidak mengerti kenapa saya bisa ikut-ikutan menitikkan air mata. Ternyata saya melihat sebagian besar dari peserta Kebaktian Rumah Duka juga melakukan hal yang sama, karena terdengar tangisan dan ada bunyi tisu yang dilap di hidung.
Salah satu yang memberikan kesaksian hari itu adalah istri Pdt. Amin Tjung. Saya boleh melihat seorang wanita yang begitu tegar di depan memberikan kesaksian dan ucapan terima kasih. Dan dari kesaksiannya, saya hanya mengingat satu perkataan dia " Suami saya beberapa saat lalu masih memeriksa ujian mahasiswa, dan saya sempat menasehati suami untuk membaca sekilas, dan kemudian memberi nilai. Tapi suaminya menjawab, kamu tidak bertanggung jawab di hadapan Tuhan. Saya menjadi malu. Walau dalam keadaan sakit, Dia masih berusaha melakukan tugasnya sebagai seorang dosen di Institut Reformed dengan bertanggung jawab di hadapan Tuhan" . ( Kalimatnya tidak persis sama, tetapi kurang lebih begitu ).
Saya juga boleh melihat 3 orang anak lelakinya yang duduk di pojok depan tanpa meneteskan air mata sedikitpun, tapi dalam wajah mereka kelihatan sepertinya kesedihan yang dibalut dengan sukacita karena mereka tahu Papa yang mereka cintai telah melakukan tugasnya di dunia dengan begitu baik dan telah kembali kepada Bapa yang di Surga.
Saat meninggalkan Rumah Duka Dharmais, sedikit kaget juga, ternyata banyak yang berdiri di luar ruangan karena ruangan Kebaktian tidak mencukupi ( padahal kebaktian itu selama 3- 4 hari sebelum pemakaman , kalau tidak salah 3 hari ). Setelah pulang dari Kebaktian tersebut, saya berdoa kepada Tuhan dan sangat bersyukur untuk kesempatan boleh datang ke Rumah Duka tersebut. Saya boleh mendapatkan kekuatan dari Kesaksian yang diberikan baik melalui orang yang memberikan kesaksian maupun dari Video Rekaman Pdt. Amin Tjung.
Video itu memang singkat, tetapi kalimat yang diucapkan itu adalah kalimat yang bermakna, menguatkan dan banyak ayat alkitab yang disebutkan secara lengkap oleh Beliau. ( Kebanyakan dari ayat-ayat yang disebutkan diambil dari kitab yang ditulis Rasul Paulus , mungkin lebih dari 5 ayat ).
Kesan Hamba Tuhan ini begitu melekat bagi saya. Walaupun saya tidak mengenal Beliau secara dekat, dan saya bukan jemaat GRII, tapi saya boleh berkata melalui apa yang saya lihat dan rasakan di Rumah Duka tersebut, bahwa Hamba Tuhan ini memberikan dampak yang sangat besar buat jemaatnya.Bukan saja buat jemaatnya, tapi juga orang-orang yang boleh mengenal Beliau.
( Saat pemakaman, saya mendapatkan juga sekilas info bahwa banyak sekali yang mengantar ke pemakaman, kalau tidak salah ada 5-7 mobil Hiba dan juga kurang lebih 40-50 mobil pribadi - info teman yang mengikuti acara pemakaman tersebut ).
Jawaban untuk artikel Saudara Hai-hai , siapa yang merekam video tersebut ?
Rekaman itu direkam oleh seorang yang bernama Jimmy Setiawan, yang saat ini sedang melanjutkan sekolah teologia juga.
Ini tulisan dia yang dikirimkan ke salah satu milis - metamorphe@yahoogroups.com
Saya mengenal Pdt. Amin Tjung sejak saya masih kecil dan dia masih belum masuk Seminari. Dia pernah menjadi anggota kelompok PA yang dipimpin oleh kakak saya di GKBJ. Itu sebabnya, saya lebih sering memakai panggilan "Ko Amin" sampai sekarang ketimbang panggilan lain seperti "Pdt. Amin" atau "Muse", karena bagi saya panggilan itu lebih akrab.
Di samping adik kandungnya, Johan Hasan, yang adalah sahabat karib, Ko Amin menjadi seorang hamba Tuhan yang sangat berpengaruh dalam pembentukan rohani saya di masa remaja. Saya ingat sekarang bahwa Ko Amin adalah satu-satunya hamba Tuhan yang saya tangisi kepergiannya dari GKBJ. Saya merasa begitu kehilangan seorang figur yang baik saat itu.
Banyak memori saya dengan Ko Amin, namun ada beberapa yang saya ingin sebutkan sebagai yang paling berkesan dan tertanam dalam hati saya sampai sekarang,
Pertama, Ko Amin menginspirasikan saya untuk membaca buku sebagai proses pembentukan pikiran. Salah satu ucapannya yang saya ingat jelas, "Jim, kamu harus rajin membaca buku sebelum usia 30 tahun sebab setelah itu daya serap otak kamu akan berkurang." Ditambah dengan persahabatan saya dengan adiknya, Johan Hasan, yang juga seorang pecinta buku, maka benih kecintaan saya terhadap buku pun disemai saat saya masih muda. Ini saya selalu syukuri karena sekarang saya dapat menikmati hobi membaca buku. Saya tidak terbayang seandainya saya tidak mencintai buku maka saya pastilah menjadi orang yang berbeda sekarang. Buku telah dipakai Tuhan untuk membentuk saya begitu rupa. Dan semuanya diawali dari inspirasi yang ditularkan oleh Ko Amin. Dia adalah hamba Tuhan yang menyadari pentingnya membaca dalam "pembaharuan akal budi" seorang anak Tuhan (Roma 12:2).
Saya sering melihat banyak hamba Tuhan yang mengkoleksi buku begitu banyak tapi tidak diimbangi dengan kecintaan dan kedisiplinan membaca. Khotbah mereka menjadi dangkal dan terasa hambar. Berbeda sekali hamba Tuhan yang hidupnya selalu diisi dengan membaca buku, khotbah mereka terdengar dalam, tajam dan segar. Khotbah Ko Amin adalah salah satu contohnya.
Kedua, saya ingat dengan nasihat Ko Amin ketika saya menjabat Ketua Remaja sekian tahun lalu. Dia nasihatkan saya supaya pengurus yang saya pimpin harus memiliki nilai yang baik di sekolah. Dia tidak setuju bila seseorang giat dalam pelayanan tapi jeblok di sekolah. Nasihatnya adalah lebih baik seseorang tidak melayani terlebih dahulu bila nilainya buruk di sekolah. Saat itu, saya sempat tidak menerima nasihat ini. Masak orang mau melayani dilarang. Tapi sekarang saya memahami maksud baik di balik pesan Ko Amin. Bagi Ko Amin, seorang pelayan haruslah memiliki teladan dalam segala aspek hidupnya. Betapa sering seorang pelayan melarikan diri ke pelayanan sedemikian rupa sampai banyak aspek hidup lainnya dikorbankan.
Seminggu sebelum Ko Amin pulang ke Rumah Bapa, saya sempat bertemu beliau di apartmentnya. Saya merekam kesaksian dia dengan videocam. Dia memberkati saya melalui kesaksiannya. Sebelum saya ke sana, saya sudah bilang sama keluarga saya bahwa tujuan saya ketemu Ko Amin bukanlah untuk menghibur dia tetapi supaya kehidupan rohani saya disegarkan. Berjumpa dengan seorang teladan iman seperti dia, kita hanya bisa disegarkan dan dikuatkan kembali. Tubuhnya boleh lebih lemah dan rapuh daripada kita yang sehat, tapi kebesaran rohnya pasti memberkati kita. Pertemuan terakhir saya dengan Ko Amin sungguh menambatkan motivasi yang baru kembali di hati saya untuk mencintai Tuhan lebih dalam.
Saya teringat juga dengan ucapan dia sewaktu memimpin kelas Pra-Remaja beberapa tahun lalu. Saya lupa dengan apa yang diajarkannya waktu itu, tapi saya ingat ucapannya tentang kerinduannya untuk bertemu Tuhan di Surga. Dia bilang dengan gaya yang sentimentil bahwa bila dia meninggal dia pastilah senang karena akan bertemu dengan Tuhan Yesus yang sangat dicintainya. Dia pun berkata bahwa dia akan segera mencari Rasul Paulus sebagai orang pertama yang ingin diajaknya bicara bila dia di Surga nanti. Saya ingat mimik wajahnya berubah ketika bercerita tentang imajinasi kerinduannya bila di Surga. Ada semacam campuran sukacita dan keharuan. Saya ingat dia menangis sewaktu cerita demikian. Saya jarang melihat Ko Amin menangis termasuk dalam khotbah-khotbahnya. Saat itu, saya baru pertama kali melihat dia menangis. Saya tahu itu bukan tangisan biasa, itu tangisan kerinduan eskatologis seorang anak Tuhan yang membayangkan bila dia bertemu dengan Allah yang dikagumi dan dikasihinya.
Kini Ko Amin telah tiada dan bertemu dengan Bapa di Surga. Mungkin juga, sekarang dia sedang bercakap-cakap dengan Rasul Paulus, Rasul besar yang begitu dikaguminya. Entah kenapa, tiba-tiba saya menjadi iri dengan Ko Amin. Selama hidup, dia telah menjadi teladan yang luar biasa. Sekarang pun dia telah pulang terlebih dahulu ke Surga. Saya mengenang Ko Amin sebagai alat anugerah Allah yang telah membentuk diri saya sampai akhirnya saya mempersembahkan diri menjadi hamba Tuhan.
Jimmy Setiawan Agustinah
teologibadah.blogspot.com
jimmysetiawan.blogspot.com
Satu lagi kenangan yang saya luput masukkan dalam obituari:
Tahun lalu, sebulan sebelum saya berangkat ke Amerika untuk studi teologi, Ko Amin ajak saya bicara empat mata. Dia mendoakan saya dan satu hal yang saya tidak bisa lupa, dia memberikan saya amplop berisi uang US$ 200.
Saat itu, saya sempat menolak, "Ko Amin, bukankah Ko Amin lebih membutuhkan uang ini? Saya sudah cukup kok."
Dia menjawab, "Mengenai gue, lu ga usa kuatir. Tuhan selalu cukupkan. Ini buat lu beli buku. Beli buku ga ada istilah cukup."
Dalam jawabannya yang singkat dan sederhana terkandung pemahaman yang utuh dan mendalam akan providensia Allah dalam hidupnya. Dia tidak kuatir akan apapun kebutuhan dirinya. Dia yakin Tuhannya adalah Tuhan yang setia (1 Tes 5:24).
Pesan itu juga seakan-akan menguatkan kembali akan nasihatnya yang pernah dikatakan sekian tahun lalu kepada saya mengenai pentingnya buku dalam kehidupan anak Tuhan, apalagi bagi saya yang terpanggil menjadi hamba Tuhan.
Selamat Jalan Pdt. Amin Tjung
- Yenti's blog
- 6491 reads
Yenti, kalau kamu punya Rekaman Kesaksian, ...
Yenti, waktu itu saya duduk di luar karena di dalam sudah penuh, bahkan di luar banyak yang berdiri karena tidak kebagian bangku, saya datang bersama billyjoe. Saya sudah minta tolong pada banyak teman agar dapat memperoleh rekaman kesaksian Pendeta Amin, namun belum dapat hingga kini. Mau bantu saya untuk mendapatkannya?
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
Balasan u/Saudara Hai-hai
Thanks Yenti
Thanks Yenti! Saya amat sangat membutuhkan rekaman tersebut.
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
lebih cantik dari sebelumnya
Yenti, avatar kamu yang sekarang lebih cantik dibandingkan dengan avatar sebelumnya. Kayaknya avatar yang sekarang benar-benar mencerminkan pribadi kamu yang sebenarnya. Setuju nggak teman-teman?
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
hahahaha
awas yenti, ada om2 mau ngerayu tuh
*lirik2 ke "oknum" nya*
Oncom
He dennis, oncom lu! Fitnes itu lebih kejam dari pembunuhan! Jangan main fitnes sembarangan ya?
Tapi elu setuju kan, avatar yanti yang sekarang benar-benar mencerminkan kepribadiannya? Ha ha ha ...
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
*..kabuuuuuuurrrrrrrrrrrrr..*
*...kabuuuuuuuuurrrrrrrrrrrrrrr...*
Waduh......sampe si Dennis kabur