Submitted by Evylia Hardy on

Tiga puluh satu Oktober. Perempuan muda itu mendapati dirinya bersimbah peluh dengan kedua kaki terpentang lebar di sebuah ruang yang kental dengan sapuan warna putih. Untuk sesaat napasnya terasa nyaris putus. Sekali lagi! Sekali lagi! Kata-kata itu terus berdengung memenuhi kepalanya. Tak jelas dari mana asalnya. Dari suster-suster yang mengurungnya, atau dari pikirannya sendiri. Dengungnya bertalu-talu seiring desakan-desakan di rahim yang membuat serasa nyaris jebol!

Bertepatan dengan surutnya badai yang mengobrak-abrik segenap ketahanan perempuan muda itu, sebuah tangis keras mengoyak kebisuan malam. Gemanya terdengar sampai ke lorong-lorong. Ah, itu dia. Si biang keladi kecil mulai menggunakan segenap kapasitas paru-parunya.

Lantang benar. Perempuan muda itu menebak-nebak. Mungkinkah bayinya ... laki-laki? Tak sabar rasanya menanti kabar dari sang dokter.

Orok mungil kemerahan itu dibawa mendekat pada ibunya. Sehat. Normal. Dengan hidung kecil yang berwarna lebih merah dibanding warna kulit di sekitarnya. Perempuan muda itu berupaya menepis bayang raut muka suaminya begitu tahu jenis kelamin si bayi. Ditatapnya paras mungil itu lekat-lekat. Masih terlalu dini untuk meramal apakah orok ini akan menjelma menjadi seorang dara berparas ayu ataukah biasa-biasa saja.

Diam-diam perempuan muda itu menyimpan harap agar si bayi mewarisi keelokan paras yang selama ini menjadi kebanggaannya. Barangkali saja itu bisa meluluhkan hati sang ayah.

* * *

Untuk beberapa saat dada lelaki perlente itu berdesir mendengar kabar kelahiran bayinya. Namun desir itu langsung sirna begitu ia mengetahui jenis kelamin si bayi.

Dengan tenang kembali ia meraih mike-nya. Memberi isyarat kepada pemetik gitar. Menuntaskan lantunan lagu demi lagu di tengah temaram cahaya lampu. Mengecap nikmat setiap pujian yang terlontar dan tepuk tangan yang berhamburan. Menebar senyum. Melambai. Dan melangkah surut. Tanpa merasa perlu bergegas.

* * *

Dari tiga puluh satu Oktober ke tiga puluh satu Oktober berikutnya, si orok yang sudah bukan orok lagi mulai merasa heran. Mengapa ayahnya baru hadir ketika perayaan ulang tahunnya telah berakhir. Lebih sering ia malah tak muncul sama sekali.

Mengapa ayahnya tak pernah mengucap lebih dari sekedar 'selamat ulang tahun' dipoles senyum lebar yang persis sama dari tahun ke tahun. Mengapa ayahnya selalu terburu-buru pergi lagi meski baru saja tiba. Mengapa tak pernah mereka berjalan-jalan bertiga. Atau sekedar bersantai bersama. Bertubi-tubi kata 'mengapa' menghujani batin si orok yang telah tumbuh menjadi gadis kecil yang, apa boleh buat, tak seayu ibunya.

* * *

Menjelang tiga puluh satu Oktober, pada suatu malam. Gadis kecil yang telah merekah menjadi remaja putri berjerawat itu menolak tegas tawaran ibunya. Pesta ulang tahun ketujuh belas.

Suatu kejutan sebenarnya. Bukan cuma mengingat kas keluarga yang bakal menjerit bagai engsel kekurangan oli. Tapi karena hubungan ibu dan anak yang sudah lama membatu. Sejak sang ibu menikah lagi. Dan mempunyai orok baru. Sejak ibunya jarang berkunjung. Dan marah bila dikunjungi.

"Mau apa kamu ke sini!" Itu sambutan yang diterima si gadis remaja pada suatu sore begitu ia turun dari becak di depan toko ibunya.

Sedetik ia tergagap menatap ibunya tak percaya. Di tengah kepungan berpasang-pasang mata milik para pelanggan toko. Detik berikutnya, tanpa mengucap sepatah kata ia berbalik ke arah tukang becak yang ikut terpana.

"Pulang, Pak," tukasnya singkat dengan mata nyalang, wajah membara. Panasnya aliran sungai yang menuruni pipinya tak sepanas amarah yang berkobar di dadanya.

Kini, ibunya datang dengan sebuah proposal. Walau teman-teman perempuannya kebanyakan merayakan ulang tahun ketujuh belas dengan sebuah pesta, gadis remaja itu sama sekali tak tergiur. Ibunya tak perlu membayar rasa bersalahnya dengan menggelar sebuah pesta.

* * *

Tiga puluh satu Oktober demi tiga puluh satu Oktober berlalu. Sebagian perjalanan sudah tertuang dalam tulisan, sebagian lain tengah menunggu untuk diungkapkan.

***

Menjelang tiga puluh satu Oktober 2009. Seorang perempuan duduk di atas kasur tanpa dipan di loteng kayu rumahnya. Sebatang pensil 2B bergerak terbata-bata di tangan kanannya. Sesekali gerakannya terputus. Perempuan itu terdiam. Sejurus kemudian pensil itu bergerak lagi.

Setelah berminggu-minggu sia-sia memberangus hasrat menulis, akhirnya ia menuruti kata hatinya. Mengorek-ngorek timbunan sampah busuk memang menyesakkan dada. Itulah sebabnya mengapa ia menghindarinya. Namun ibarat pemulung, tak tenang hatinya menyia-nyiakan bahan-bahan yang nyata-nyata besar manfaatnya bila didaur ulang. Berbekal sebuah buku, sebatang pensil dan sepotong setip, menceburlah ia ke dalam gunungan limbah memorinya.

* * *

Menjelang tiga puluh satu Oktober 2009. Seperti yang telah disadari perempuan itu bertahun-tahun sebelumnya, merambatnya hitungan usia membuatnya bertambah nyaman dengan dirinya dalam banyak hal.

Hadirnya uban yang agak mengganggu pemandangan dan kerut-kerut halus yang ikut muncul mengiringi senyum atau derai tawa bukanlah hal yang perlu dibesar-besarkan. Apa yang dahulu menakutkan kini bisa dihadapi dengan wajar. Apa yang dahulu menyakitkan kini lebih mudah dimaafkan. Apa yang dahulu dicengkeram erat kini rela dilepaskan.

Banyak hal yang berubah. Bukan karena hal itu sendiri yang berganti rupa, melainkan karena cara pandang yang berbeda. Bila si gadis kecil dipusingkan dengan 'mengapa' dan si gadis remaja terbentur-bentur kenyataan yang tak sesuai harapan, inilah pemahaman si perempuan dewasa ....

Betapa ia diberkati dengan hadirnya orang-orang yang ditempatkan Kristus di dalam hidupnya. Seorang Opa yang penuh kasih. Seorang guru agama SD yang mengajar dengan sepenuh hati. Teman-teman SMA yang setia melayani di persekutuan sekolah. Seorang suami yang luar biasa sabar. Dua orang putri yang menggemblengnya menjadi seorang perempuan yang layak dipanggil 'ibu'. Seorang teman yang muncul tepat di kala ia membutuhkan. Dan tentu saja, seorang ibu yang pantang menyerah membesarkannya. Meski berkali-kali harus jatuh bangun dan babak belur dalam menjalankan perannya. Dialah manusia yang paling disyukuri kehadirannya dalam hidupnya.

Tiga puluh satu Oktober tahun ini. Awal sebuah babak baru. Kejutan baru? Ah, acapkali kejutan itu datang selapis demi selapis. Demikian tipisnya hingga nyaris tak disadari, sampai akhirnya lapis terakhir tertuang. Dan kala perempuan itu menoleh ke belakang, saat itulah ia mendapatkan kejutan. Sebuah perubahan.



------------------------------
Terima kasih untuk artikel 'Life begins at forty' dari Pak Purnomo.

Submitted by Tante Paku on Fri, 2009-10-30 16:53
Permalink

Lihatlah,
hidup anda,
mengisi kekosongan,
pujian-pujian adalah semangat,
penolakan dan kritik membuat sedih putus asa,
menenangkan amarah, menyenangkan orang lain,
cinta yang menumbuhkan,
mencapai kebebasan,
adalah kunci yang harus dipupuk dan dipelihara.

     Dimana-mana pun bisa muncul simfoni, dengan melodi yang berbeda-beda serta pada situasi yang berlainan. Anda telah mengarungi hidup dari saat ke saat, sepenuhnya menekuni masa kini dan meninggalkan masa lalu sehingga jiwa dapat lolos melewati lubang jarum.

     Seperti burung-burung di udara, anda tidak khawatir dengan hari esok. Perubahan itu adalah mencintai kehidupan itu sendiri dengan segenap hati, jiwa, pikiran dan kekuatan. Hati anda telah menyingkapkan jawaban atas pertanyaan anda.

Selamat ,  tanggal 31 Oktober 2009, usia anda telah berkurang, tapi kebijaksanaan bertambah.

 

 

Submitted by Evylia Hardy on Sat, 2009-10-31 15:51

In reply to by Tante Paku

Permalink

sayangnya aku malah menghabiskan hari ini di tempat tidur. Ni bangun bentar niliki SS.

Makasih buat kata-kata yang indah dan dalam. TP emang komplet. Nulis model apa aja bisa.

Tumpenge kubungkus yah, biar buat orang rumah, aku sih sementara ni cuma bisa makan nasi putih ma kuah aja, hahaha ....

eha

Submitted by cahyadi on Sat, 2009-10-31 07:09
Permalink

Mbak Eha... met ultah ya... panjang umur dan moga selalu berlimpah berkah dariNya... salam terkasih...

Submitted by joli on Sat, 2009-10-31 07:22
Permalink

Eha.. Tiga puluh satu Oktober tahun ini. Awal sebuah babak baru. Kejutan baru? Ah, acapkali kejutan itu datang selapis demi selapis. Demikian tipisnya hingga nyaris tak disadari, sampai akhirnya lapis terakhir tertuang. Dan kala perempuan itu menoleh ke belakang, saat itulah ia mendapatkan kejutan. Sebuah perubahan.

Kemarin Joli ke Semarang untuk urusan dengan yang terhormat, rencana mau dolan ke rumah singgah Viction, namun apa yang direncana tinggal rencana, hingga akhirnya belum kelar, tidak jadi mampir ke Viction. Lanjut pagi ini, mau jalan lagi ke Semarang, Insyaallah, nanti siang mau mampir ke rumah singgah. Mau join rayain ultah di rumah singgah??

Ok dah, selamat menikmati kejutan-kejutan kehidupan yang membuat hidup lebih hidup (kata-nya) padahal ketika menjalaninya.. ya ampun dah..

HAPPY BIRTHDAY Eha,selamat memulai hidup (life begins at forthy kan?)

Submitted by Evylia Hardy on Sat, 2009-10-31 16:06

In reply to by joli

Permalink

aku kok ketinggalan dewe? Yang lain pada ngumpul di Unta, aku malah kumpul ama bantal guling dan tissue ... hu hu ....

Tapi seneng kok di-sms, diteleponin, dinyanyiin rame-rame ... suenenge pol

Tq joli, ojo lali, foto kopdar di Unta diunggah komplet yo

 

eha

Submitted by minmerry on Sat, 2009-10-31 09:14
Permalink

Happy birthday... Miss Eha...

Kapan2 ke @Double Esspresso yah, biar Keira dan lain bisa ngerayain.. ^^ To celebrate all things happened in our life. 

Wish u the best for life, Miss.

Regards,

http://minmerry.com

 

Submitted by Evylia Hardy on Sat, 2009-10-31 16:17

In reply to by minmerry

Permalink

Kalo nekat minum kopi perut ini suka berontak, min ... jadi aku lagi lirik-lirik menu apa ya yang aman buat orang sakit maag ... hehe ....

Tapi biarpun lirik-lirik dari jendela aku tau lho apa yang terjadi di dalam ... gaya nulis min lain dengan gaya ngobrol min ... bagai dua orang yang berbeda deh. Nulis lagi, min, jangan macet-macet kayak aku, haha ....

O iya, tq buat wish-nya ya

 

eha

Submitted by sandman on Sat, 2009-10-31 17:02
Permalink

Met ultah yah mbak semoga semakin bijaksana, semoga panjang umur panjang rejeki, panjang sabar, panjang menulis.. :D

 

Sebagian menginjakan kaki di gerbang kehidupan...

Sebagian selangkah melewati gerbang kehidupan..

Sebagian berlarian meninggalkan gerbang kehidupan..

Sebagian merasa gerbang baru sungguh menakutkan..

 

tapi paling tidak mereka ada ditempat yang dituju....

bagi sebagian orang pertanyaan masih menggelayut...

apakah akan sampai ke gerbang itu..

berbahagialah yang sudah telah dan sedang melewati gerbang itu...

 

 

Karena kita sungguh berharga bagi-Nya dan Dia mengasihi kita.

Submitted by antowi on Sat, 2009-10-31 20:59
Permalink

Sebagai gantinya pada waktu remaja nggak dirayakan sekarang banyak yang peduli dan mengucapkan selamat ulang tahun. Tuhan memberkati

Semut,bangsa yang tidak kuat, tetapi yang menyediakan makanannya di musim panas, Amsal 30:25

Submitted by antisehat (not verified) on Sun, 2009-11-01 14:17
Permalink

happy birthday bu EHA...

___________________________ 

giVe tHank’s wiTh gReaTfull heArt

www.antisehat.com