Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Kamis Putih

guestx's picture

Setahu saya, perayaan Paskah hanya berpasangan dengan perayaan Jumat Agung.Di gereja tempat saya biasa beribadah yang beraliran Protestan tak pernah ada ibadah seperti Rabu Abu, Kamis Putih dan Sabtu Sunyi dalam rangkaian perayaan Paskah. Tradisi itu, sepengetahuan saya, hanya ada di Gereja Katolik.

Ternyata saya kurang update.

Sudah beberapa tahun gereja  mengadakan ibadah pada hari Rabu, Kamis dan Sabtu menjelang perayaan Paskah. Saya belum pernah mengikuti ibadah seperti itu. Kemarin menjadi kali pertama bagi saya mengikuti ibadah Kamis Putih.

Ketika diberitahu bahwa salah satu mata acara adalah pendeta akan membasuh kaki jemaat, saya berencana akan menyelinap keluar gereja pada saat tersebut. Ada perasaan tak nyaman membayangkan pendeta membersihkan kaki saya. Bagaimana bisa saya merendahkan pemimpin gereja seperti itu ?

Sialnya, saya dihampiri oleh seorang panitia hari besar gereja dan meminta saya untuk bersama-sama dengan beberapa anggota jemaat lain menjadi perwakilan umat yang akan dibasuh kakinya. Saya mencoba menolak, tapi mereka terus meminta karena jemaat yang akan dibasuh harus merata mewakili komisi-komisi dan wilayah-wilayah pelayanan. Alih-alih memilih tokoh dan aktivis gereja sebagai perwakilan, panitia tampaknya memilih sembarang orang dari tengah-tengah jemaat.

Setelah beberapa pujian penyembahan dan doa, akhirnya tibalah saat pembasuhan kaki itu. Dua belas orang yang telah ditetapkan sebagai perwakilan jemaat duduk di kursi-kursi yang disusun sejajar. Dengan membungkuk Ibu Pendeta mengambil kain lap dari baskom berisi air dan perlahan membersihkan kaki jemaatnya. Ketika giliran saya tiba, ingin rasanya menarik kaki dan meminta agar dilewat saja.

Sungguh tak pantas rasanya memperlakukan pemimpin seperti itu. Jemaat duduk nyaman di kursi sementara pendeta bertelut di lantai bukanlah gambaran ideal saya tentang relasi jemaat dengan pendeta. Tapi, Bu Pendeta tampaknya tak canggung. Beliau melap kaki setiap orang tanpa terburu-buru.

Sementara Bu Pendeta melap kedua kaki saya tanpa saya berani memandang kepada beliau, perasaan tidak nyaman berubah menjadi perasaan hormat yang dalam. Mengapa Bu Pendeta bersedia melayani seperti  ini ?  Beliau telah menempatkan diri sebagai pelayan bagi jemaat yang dipimpinnya.  Bu Pendeta telah melakukan apa yang diteladankan oleh Gurunya. "Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamupun wajib saling membasuh kakimu."

Kamis Putih mengingatkan saya lagi tentang esensi mengikut Kristus: kesediaan merendahkan hati bahkan merendahkan diri untuk melayani orang lain.

__________________

------- XXX -------