Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Hati Cerdas vs Hati Bijak
Jika abad 20 adalah abab kecerdasan otak, abab 21 adalah abab hati yang cerdas - Paul Pearsall PhD.
Otak selalu diasosiasikan dengan kecerdasan/intelek/nalar, sedang hati dengan perasaan, emosi, insting, instuisi, empati. "Pakai otak, jangan hati", rasanya banyak yang pernah mendengar kalimat ini, situasi dimana atasan menegur karena kita membuat keputusan yang lebih mempertimbangkan perasaan/empati daripada dari sisi nalar, praktis, untung rugi/cost & benefit. Misal ketika dihadapkan pada pilihan harus memecat atau mempertahankan karyawan yang tidak produktif/under-perform.
Dunia barat lebih menekankan ratio dan timur disisi hati?
Kita lihat di barat ilmu pengetahuan/science eksklusif berkembang pesat sejak awal abab sampai dengan abab ke 20/21, sedang dunia timur, selain sisi pelayaran-perdagangan, alon kelakon saja.
Reformasi berpikir yang menekankan reasoning/ratio baru tampak ketika Jepang dipaksa membuka diri oleh barat (reformasi Meiji) dan Jepang mulai belajar dari barat, menerapkan penekanan science, teknologi - fungsi ratio/nalar.
Akibatnya Jepang berkembang pesat, yang kemudian perlahan diikuti negara-negara Asia Timur lain seperti Korea, Taiwan, Tiongkok dan di Asia Tenggara terutama yang terlebih dahulu melesat, Singapura.
Kalau kita melacak sejarah, dimulai dari awal abab Masehi, dari budaya di Yunani kuno, dan kita kontraskan dengan budaya di Asia Timur (Tiongkok), pada awal abab, kita temukan dua arus besar pemikiran/filsafat, dimana yang satu penekanan lebih kepada ratio dan yang satu lebih kepada hati.
Ada dua pemikir besar yang hidup hampir sejaman, Socrates (469 BC – 399 BC) di Yunani dan Konghucu (551 BC - 478 BC) di Tiongkok. Kedua pemikir besar inilah yang mempengaruhi arus pemikiran sisi ratio-critical thinking/reasoning vs hati - ?? Five constant virtues of Confucianism, namely: benevolence ?, righteousness ?, propriety ?, wisdom ? and fidelity ?. Lima pokok kebajikan menurut Konghucu: Prikemanusiaan, kebenaran/keadilan-dikaiosune, kesusilaan, kebijaksanaan, kesetiaan.
Itulah sebabnya menurut Stephen Tong, orang-orang di dunia timur, kalau mau belajar pengetahuan/teknologi, kuliah di negara barat dan orang-orang barat yang mau belajar agama/mencari ketenangan jiwa, arti/makna hidup pergi ke India, Tibet, Nepal atau ke Jepang/Tiongkok.
Seorang filsuf, teolog besar yang hidup jauh sebelum kedua filsuf besar tersebut diatas, yaitu Musa, telah jauh memahami hubungan antara ratio dan hati didalam proses berpikir seseorang. Salah satu kutipan teolog/filsut ini ada di kitab Mazmur:
Mazmur 90:12 TB (1974) Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana.
?? 90:12 Chinese New Version (Simplified) (CNVS) ???????????????, ??????????.
Psalm 90:12 King James Version (KJV) So teach us to number our days, that we may apply our hearts unto wisdom.
"Hati yang Bijaksana", bukan hanya "hati yang cerdas" ala Paul Pearsall PhD.
Original Italian text: Filosofo, matematico e scienziato, Blaise Pascal un giorno scrisse: “il cuore ha le sue ragioni, che la ragione non conosce”.
Philosopher, mathematician and scientist, Blaise Pascal wrote one day: "the heart has its reasons, which reason does not know."
- sincere's blog
- Login to post comments
- 2840 reads