Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Gesang, Akhirnya Mengalir Sampai Jauuuh...
SIAPA tidak kenal lagu BENGAWAN SOLO yang monumental dan sangat populer sampai ke mancanegara itu? Komponis Gesang Martodihardjo lah yang dianggap sebagai penciptanya. Pria kelahiran Kampung Kemlayan, Pasar Pon 1 Oktober 1917, anak keenam dari sepuluh bersaudara keluarga mendiang Martodihardjo, seorang pengusaha batik waktu itu. Perjalanan berkesenian komponis Gesang cukup panjang, ini diceritakannya ketika saya ngobrol di rumahnya, Perumnas Palur Jln. Nusa Indah Blok 03/008 Solo beberapa tahun yang lalu.
"Saya bukan komponis, hanya kebetulan pernah menciptakan lagu. Itu pun hanya sedikit, sekitar 10 lagu keroncong dan 10 lagu langgam Jawa. Bayangkan selama lima puluh tahun hanya mampu membuat lagu segitu, bandingkan dengan komponis zaman sekarang, dalam setahun dapat membuat lebih dari selusin lagu." katanya memulai pembicaraan.
Di usianya yang kian senja, Gesang sejujurnya mengakui sudah tak mampu lagi mencipta lagu baru, toh diakui atau tidak, banyak lagu ciptaannya tak lapuk oleh hujan tak lekang oleh panas. Selain lagu BENGAWAN SOLO, lagu-lagu seperti JEMBATAN MERAH atau langgam
Jawa CAMPING GUNUNG, sering dinyanyikan di tempat-tempat hajatan
oleh banyak grup keroncong atau campur sari, karena memang banyak digemari.
"Lagu Bengawan Solo itu tercipta di Langenharjo pada tahun 1940. Waktu itu saya melihat Bengawan Solo banjir airnya meluap menggenangi rumah-rumah penduduk di pinggir sungai itu, tetapi ketika musim kemarau, saya datang kembali ke Langenharjo melihat anak-anak kecil bermain sepak bola di dasar sungai. Melihat romantika sungai ini, maka terciptalah lagu keroncong BENGAWAN SOLO," tuturnya menjelaskan awal mula mendapatkan inspirasi lagu monumental itu.
Menurut kisahnya, ketika masih duduk di bangku sekolah ONGKO LORO (Twede Inlander School) di antara 30 murid di kelas, ia memang paling baik suaranya. Hingga setiap hari Sabtu disuruh maju di depan kelas untuk tarik suara, bukan menyanyi namun NEMBANG MOCOPAT, seperti DHANDHANGGULA, MIJIL dan ASMARADANA. Lulus ONGKO LORO tahun 1929, ia tak melanjutkan sekolah, kerjanya hanya keluyuran tiap malam ke rumah teman-temannya yang bermain keroncong.
"Karena saya tidak bisa memainkan alat musik, ya "rengeng-rengeng" mendukung vokalnya. Dulu lagunya masih terbatas hanya itu-itu saja, paling senang lagu KEMBANG KACANG, bahkan lagu yang tidak dikenal siapa penciptanya itu sempat menjadi "lagu wajib" setiap permainan orkes di kampung-kampung," jelasnya.
Setelah menjalani sunat pada tahun 1931, Gesang mencoba uthak-athik not untuk mengarang lagu, walau tidak bisa memetik gitar, hanya mengandalkan suling bambu, sebab hanya alat musik itulah yang bisa dimainkannya, walau tidak mumpuni. Dengan seruling bambu itu tercipta lagu pertamanya KERONCONG PIYATU, sekitar tahun 1938. Setahun kemudian lahirlah lagu baru KERONCONG RODA DUNIA.
Pada tahun 1943, tatkala balatentara Dai Nippon sedang menabuh genderang perang, panasnya gejolak peperangan di bumi Nusantara, mengilhami Gesang untuk merakit lirik lagu bertema perdamaian, maka terciptalah lagu keroncong BILAMANA DUNIA BERDAMAI. Lagu ini sebagai refleksi gejolak jiwanya dan menyimpan sejarah yang tak terlupakan.
"Saat menyanyikan lagu baru itu di Surabaya, di depan balatentara Dai Nippon yang baru pulang dari pertempuran, seorang pejabat kebudayaan Jepang kebakaran jenggot, ia menangkap saya sesaat setelah turun dari panggung pertunjukkan. Dia mengganggap Saya sedang melakukan provokasi yang dikhawatirkan meruntuhkan semangat pasukan Jepang."
Pengalaman pahit di Surabaya itu sangat membekas di relung hati Gesang sampai di usianya yang kian rapuh itu. Gesang yang sering mengikuti muhibah ke luar negeri, semakin merasakan betapa kian pentingnya peranan seniman sebagai wahana untuk menciptakan suasana damai. Seniman dan budayawan sudah selayaknya jika menempatkan diri dalam diplomasi kebudayaan untuk mewujudkan kedamaian. Banyak pihak menempuh cara meredakan ketegangan antarbangsa, antarnegara, bukan hanya ketegangan politik, tetapi juga ekonomi dan sosial, lewat diplomasi kebudayaan, Gesang, secara langsung atau tidak, termasuk salah seorang di antara banyak seniman yang berpengalaman sebagai pelaku diplomasi
kebudayaan itu sendiri.
Tatkala memasuki masa-masa pendudukan balatentara Jepang, dia seringkali diajak menghibur para prajurit Jepang. Gesang memainkan
perannya sebagai seorang seniman penyanyi keroncong sekaligus
sebagai pengemban misi perdamaian. Kota-kota tempat pemusatan
balatentara Jepang yang pernah dikunjunginya, tercatat Jakarta,
Bandung, Cilacap, Semarang, Yogyakarta, SUrabaya dan kota-kota kecil lainnya. Waktu itu Gesang ikut grup antara lain KUSHINKEI dan kelompok kesenian Jawa AIGASHA. Gesang muda bergabung dalam musik keroncong pada tahun 1935 dengan grup musik MARCO di Kampung Munggung.Juga pernah bergabung dengan grup keroncong SINAR BULAN,
MONTE CARLO, KEMBANG KACANG dan orkes keroncong IRAMA SEHAT.
Tak heran di kalangan masyarakat Jepang, lagu Bengawan Solo dan Gesang sendiri sangat populer. Bangsa Jepang sendiri sepertinya memberikan penghargaan cukup tinggi kepada Gesang, karena dianggap sebagai salah satu jembatan persahabatan Indonesia-Jepang lewat diplomasi kebudayaannya di masa lampau.
"Saya berprinsip, tugas seniman itu berkarya yang bisa menyenangkan orang lain. Sebagai penyanyi, sejak dahulu saya terus saja menghibur dengan menyanyi. Dalam pikiran saya tidak ada gagasan macam-macam kecuali membuat lagu dan menyanyi. Karena menyanyi itu juga kebudayaan dan yang pasti kebudayaan yang anti perang. KENIKMATAN ITU TIDAK ADA YANG MELEBIHI SUASANA DAMAI."
Gesang memang sangat berkesan bagi warga Jepang, bahkan ada warga Jepang yang bernama Hirano Widodo (barangkali ini peranakan Jepang Indonesia) yang mengetuai DANA GESANG sebagai bentuk kepedulian terhadap kehidupan seniman Gesang. Bahkan Gesang sudah
beberapa kali ke Jepang, ia menceritakan bahwa generasi muda
Jepang dewasa ini sudah merasa muak dengan lagu yang mengobarkan
semangat bertempur yaitu lagu ANAKAODE. Begitu kesannya ketika tampil ke Jepang dalam konser musim salju di Tokyo dan Saporo.
Kesetiaan Gesang menekuni jalur musik keroncong sejak muda hingga menjelang ajalnya, hampir tak pernah mengalami masa jeda, hingga kesetiaannya itu membuahkan hasil yaitu memperoleh anugerah tanda kehormatan BINTANG BUDAYA PARAMA DHARMA dari Presiden Soeharto, bersama komponis IBU SUD dan PAK KASUR pada tahun 1977. Sebuah lembaga konsulat ekonomi dan kemasyarakatan OISCA dari Jepang juga memberikan penghargaan, karena Gesang dianggap komponis yang ikut berperan besar dalam mempererat jalinan kerjasama antarbangsa Asia-Pasifik lewat diplomasi kebudayaan. Penghargaan itu diserahkan Ketua OISCA Internasional, Miss Yoshiko Y Nakano pada tanggal 25 Oktober 1978. Gesang juga pernah diangkat menjadi Warga Kota Surakarta Teladan Kelas II pada tahun 1973.
Menyimak besarnya perhatian masyarakat internasional, setidaknya negara-negara yang pernah dikunjungi Gesang, selain Jepang adalah Cina, Singapura dan masih banyak lagi, barangkali Gesang tidak pernah menyadari betapa besar peranannya.
"Saya tidak pernah tahu tentang seluk beluk diplomasi, apalagi diplomasi kebudayaan," katanya lugas, polos dan tidak merasa aneh-aneh dalam menjalani hidupnya.
Ketika Gesang tampil di SHANGHAI ART FESTIVAL dari tanggal 18-28 Mei 1996 misalnya, dampaknya secara tidak langsung mengangkat citra Indonesia di Negeri Tirai Bambu itu. Bukan hanya kalangan pemerintahan Cina yang memberikan perhatian besar terhadapa grup keroncong Gesang, tetapi masyarakat pers di Cina pun memberitakan diplomasi kebudayaan itu secara besar-besaran.
Festival seni di Shanghai yang tergolong sebagai salah satu kota terbesar di Cina, bukanlah sebuah peristiwa budaya biasa. Di festival tersebut, selain Indonesia hadir juga duta-duta seni dari Cekoslovakia, Swedia, Rusia, Prancis, Spanyol dan lain lain. Namun komponis Gesang memperoleh tempat luar biasa dan karya monumentalnya di tulis besar-besar LUEN LI TE SO LO HE yang dalam bahasa Indonesia berarti BENGAWAN SOLO YANG PERMAI.
Secara khusus Gesang juga menciptakan sebuah lagu berirama keroncong yang berjudul TEMBOK BESAR, yang menggambarkan
seakan-akan tembok besar Cina itu seekor naga raksasa, pengagum
seni di negeri Tirai Bambu itu menerjemahkannya menjadi CHAN CEN.
Walau Gesang telah menciptakan lagu monumental dan popularitasnya sebagai komponis lagu Bengawan Solo tak diragukan lagi, toh kehidupannya jauh dari glamouritas layaknya selebritis papan atas. Kenyataannya sehari-hari hidup seperti masyarakat biasa, dulu masih suka bermain bulutangkis atau senam burung, artinya ia memelihara beberapa burung dan merawat sendiri sebagai olah gerak tubuhnya yang makin renta itu. Kehidupannya yang serba bersahaja itu tidak pernah mengurangi kenikmatan yang dia rasakan selama ini.
Gesang mengakhiri masa bujangnya pada tahun 1941 dengan Walijah gadis dari Kampung Jayengan Solo. Namun tidak ada keserasian dalam menempuh bahtera rumah tangganya, pada tahun 1963 terpaksa melakukan perceraian. Sisa hidupnya ia pernah ditemani Ny. Ngainah, perempuan yang membantu keperluan sehari-hari sejak di rumah Kampung Gumunggung hingga ke perumahan Palur, serta beberapa keponakan-keponakannya yang sering datang menemaninya. Gesang memang tidak mempunyai keturunan.
"Hidup itu bisa dilalui dengan damai dan nikmat, segala kekurangan hidup tak perlu menjadi masalah," katanya mengakhiri perbincangan dengan saya beberapa puluh tahun yang lalu, saat usianya menginjak 80 tahun-an.
Petang hari 20 Mei 2010, pukul 18.10, sang maestro keroncong itu meninggal dalam usia 92 tahun di Rumah Sakit PKU MUahammadiyah Solo. Usia yang cukup panjang dibandingkan rekan-rekan seangkatan Gesang yang sudah banyak mendahuluinya.
Selamat jalan mbah Gesang, kini engkau sudah mengalir sampai
jauh...jauh...jauh meninggalkan riwayatmu dulu.......
jauh...jauh...jauh meninggalkan riwayatmu dulu.......
Lagu Bengawan Solo
bengawan solo, riwayatmu ini
sedari dulu jadi perhatian insani
musim kemarau, tak seberapa airmu
di musim hujan air meluap sampai jauh ...
mata airmu dari solo
terkurung gunung seribu
air mengalir sampai jauh
akhirnya ke laut ...
itu perahu, riwayatmu dulu
kaum pedagang s'lalu naik itu perahu
Semoga Bermanfaat Walau Tak Sependapat.
Semoga Bermanfaat Walau Tidak Sependapat
- Tante Paku's blog
- Login to post comments
- 5900 reads
Tante : gesang dan Ismail Marzuki
Gesang meninggal begitu heboh,...kenapa Ismail Marzuki engga? Apakah nanti sepeninggalan beliau beliau anak anaknya susah hidup sesusah anak Bpk.Ismail Marzuki, (yang notabene hidup susah dengan rumah kontrakan yang kecil yang dindingnya berhiaskan banyak sekali penghargaan penghargaan yang didapat oleh Ismail Marzuki, dan hanya berjualan minuman dipinggir jalan dengan sebuah meja sebagai tempat menaruh minuman minuman itu, yang tidak lagi mendapatkan lagi royalti sebesar 200rb/bulan dari lagu yang dipakai sebagai lagu wajib...)
sungguh mengenaskan....dan lagi,...lagu2nya sudah menjadi milik umum dengan sendirinya.....kejamnya dunia.....
Mau dibawa kemana pahlawan pahlawan ini????????
Sincerely,
smile
*Penakluk sejati adalah orang yang bisa menaklukkan dirinya sendiri*
"I love You Christ, even though sometimes I do not like Christians who do not like You include me, but because you love me, so I also love them"
smile,
iya sedih banget ya banyak org2 yg berjasa tapi terlupakan gitu aja..
kyakna dr crita tante si gesang jg hidupnya sederhana, apa hidupnya susah jg ya...
Good Bye Mr. Gesang
Bengawan Solo adalah lagu yang tenang...membuat pendengarnya juga tenang dengan iramanya yang santai... Good Bye Mr. Gesang...
"""Invisible God is not actually invisible. How come? Well, just open your eyes! I already open but I still can't see Him. Well, now I believe you are honest!"""
Quid Est Veritas Kata seorang bajingan bernama PILATUS
http://www.facebook.com/veritasq
Jembatan merah.
Jembatan merah sungguh gagah
berpagar gedung indah....
sepanjang hari yang melintasi silih berganti
mengenang susah hati patah ingat jaman berpisah
Sungguh indah lagu itu,benar-benar indah.....apalagi kalau nyanyinya waktu lagi dirantau......
SELAMAT JALAN GESANG.........
KARYAMU AKAN SELALU MENGHIASI INDONESIAKU TERCINTA.
MEI LI DE SUO LUO HE
LUEN LI TE SO LO HE yang dalam bahasa Indonesia berarti BENGAWAN SOLO YANG PERMAI
TP, maaf saya koreksi dikit nih, Kalau menurut Pinyin ( Cara meng expresikan Chinese Characters dgn menggunakan alphabet) harusnya : MEI LI DE SUO LUO HE. Mengenai lagu Bengawan Solo versi mandarinnya bisa didengar disini.
Huanan
Thanks, Mei Li...
Terima kasih atas masukannya Huanan.
Kata itu saya catat dari ucapan beliau tanpa saya croschek dengan yang ahli dalam hal bahasa itu.
Smile, begitulah kondisi tokoh-tokoh yang pernah mengharumkan nama bangsa di kancah Nasional maupun Internasional, sering seiring dengan pudarnya kejayaannya, pudar pula perhatian pemerintah. Semestinya pemerintah memberi DANA PENSIUN kepada anak bangsa yang pernah membawa nama baik bangsa, dalam bidang apa saja, jangan terus melupakannya begitu saja.Masih banyak tokoh-tokoh yang hidupnya di bawah standar kelayakan, tanpa ada perhatian yang maksimal dari pemerintah Indonesia.
Semoga Bermanfaat Walau Tidak Sependapat
Hanyutlah diriku di sungaimu
TP ini mengingatkan gw akan air sungai yg tenang tp menghanyutkan..
"When all think alike, no one is thinking very much." - Walter Lippmann
“The Roots of Violence: Wealth without work, Pleasure without conscience, Knowledge without character, Commerce without morality, Science without humanity, Worship without sacrifice, Politics without principles.” - M. Gandhi
@all: Turut kehilangan..
Gak bisa bilang banyak.. Turut berdukacita atas kepergian sang maestro keroncong Indonesia...
Shalom!
(...shema'an qoli, adonai...)
(...shema'an qoli, adonai...)
Saya pikir Gesang udah dari dulu meninggalnya
Malah baru tau kalo beliau baru saja meninggal.
Gak pernah kenal atau baca biografinya, jadi gak bisa komen banyak mengenai dirinya. Lagu Bengawan Solo bagus, dari kecil saya suka. Baru beberapa bulan lalu saya melintasi tengah kota tempat saya tinggal.. Begitu saya lewat salah satu club malam, terdengar lagu Bengawan Solo dibikin house remix. Versi remix yang halus alias gak norak, membuat teman saya yang bukan orang Indo pun sempat menggoyangkan kepala.
Atlet, seniman, banyak yang hidupnya menderita. Dulu saya pikir, pemerintah Indonesia keterlaluan. Bahkan untuk negara2 yang tidak punya burung Garuda, mereka menjamin kesejahteraan atlet dan seniman mereka. Tapi akhir2 ini saya mulai berpikir lagi, saya yakin itu gak lepas dari kesalahan rakyat. Pemerintah gak mungkin punya duit jatuh dari sorga, karena duitnya dari rakyat. Kalo memang rakyat mau orang2 ini sejahtera, memang harus rela dipajakin. Tapi kecendrungan manusia memang maunya mengeluh dan menuntut hak, tapi gak mau ambil bagian.
One man's rebel is another man's freedom fighter
Jadi teringat
Jadi teringat klo pas pulang ke kampung halaman.. pasti tiap malem kita nyanyi dan genjreng2 bawainlagu keroncong
Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan (Filipi 1:21)
Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan (Filipi 1:21)