Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Fenomena Aneh: Sekadar Menanggapi

Indonesia-saram's picture
Beberapa waktu lalu, saya sempat membaca tulisan Sdr. Ari_Thok di SABDA Space ini. Cukup menggelitik dari segi bahasa. Di sisi lain, artikel itu sendiri sebenarnya tidaklah jelek. Terbukti sampai saat artikel saya ini ditulis, sudah dibaca lebih dari dua ratus kali dibaca, ehm, setidaknya diklik (karena faktanya, sistem belum bisa mendeteksi apakah kita membaca atau hanya sekadar melongok sebentar).

Berikut ini saya kutipkan bagian yang menggelitik itu.

Fenomena "Nikah Tiga Orang" | SABDA Space

Dan ternyata pernikahan yang terjadi waktu itu juga lain
daripada yang lain. Ini pernikahan tiga orang. Loh .. kok bisa? Ya,
maksudku memang benar tiga orang. Satu pria, satu wanita dan satu anak
berusia tujuh bulan lebih, yang ada dikandungan sang wanita.

Ada hal yang lucu sekaligus tidak masuk akal dalam kutipan di atas. Seorang pria menikah dengan seorang wanita, sekaligus dengan jabang bayi yang sedang dikandung oleh si wanita.

Pertanyaan sederhana dari saya: sebenarnya yang dinikahi oleh si pria itu siapa? Si wanitakah? Atau si jabang bayi? Kalau begitu, berapa kali pernikahan yang dilakukan? Bagaimana mungkin seseorang menikahi jabang bayi yang nota bene masih dalam kandungan.

Baiklah, katakanlah Anda bisa menikah dengan si jabang bayi. Mungkin ada teknologi yang memungkinkan seorang pria dewasa masuk ke dalam rahim seorang wanita lalu menikah dengan jabang bayi di dalamnya. Tapi bukankah itu berarti Anda harus membawa serta seorang pendeta ke rahim wanita tersebut? Juga saksi? Lalu meminta si jabang bayi menandatangani akta nikah? Lalu, bagaimana Anda akan menyematkan cincin nikah Anda kepada si jabang bayi? Dan seterusnya, dan seterusnya.

Dengan demikian, menurut hemat saya, penempatan "nikah tiga orang" tersebut tidak tepat. Apalagi setiap pernikahan yang normal hanya melibatkan sepasang manusia, pria dan wanita (meski di sejumlah negara telah dilegalkan pernikahan sesama jenis).

Terlepas dari salah kaprah -- saya anggap demikian -- ini, saya setuju kalau kasus yang banyak berkembang belakangan ini tidak begitu jauh berbeda dengan yang dikemukakan. Ketika begitu banyak orang yang sudah menganggap hal-hal tidak biasa menjadi hal-hal biasa, ini tentu menjadi pertanda relativisme yang berkembang. Apa yang kita anggap benar belum tentu benar bagi orang lain. Tidak heran kalau ada orang yang kemudian berkata, "Silakan kalau kamu memercayai Yesus Kristus, saya tidak menyalahkanmu. Bagi saya Yesus hanya guru moral yang agung."

Yah, beginilah yang disebut posmodernisme. Tidak ada kebenaran mutlak lagi.

__________________

_____________________________________________________________
Peduli masalah bahasa? Silakan bertandang ke Corat-Coret Bahasa saya.