Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Dunia Sastra Indonesia: Identik dengan "Seberang"?
Sejujurnya, saya bukan tergolong pencinta sastra yang sejati. Saya juga jarang membaca novel-novel sastra, puisi-puisi, apalagi drama meskipun ketiganya pernah saya pelajari. Meski demikian, ada satu hal mengenai sastra Indonesia yang saya mulai pikirkan beberap waktu belakangan.
Ada banyak perguruan tinggi negeri yang membuka program sastra Indonesia. Kalau melihat daftarnya, hampir di tiap perguruan tinggi negeri menyediakan jurusan tersebut. (Istilah jurusan kabarnya sudah diganti dengan departemen.) Sebut saja, misalnya UI, Unpad, UGM, USU, bahkan universitas-universitas yang dulunya berlabel IKIP.
Bagaimana dengan yang swasta? Bidang sastra Indonesia sama sekali tidak dilirik. Memang benar, bahwa sastra Inggris jauh lebih menarik minat para calon mahasiswa. Dengan kata lain, sastra Inggris jauh lebih menjual ketimbang sastra Indonesia.
Lalu benarkah bahwa sastra Indonesia lebih identik dengan saudara-saudara kita di seberang sana? Harus kita akui, saat ini demikianlah yang terlihat. Padahal tidak demikian! Coba lihat nama-nama seperti J.E. Tatengkeng atau Wilson Nadeak (juga sejumlah nama lain yang belum sempat saya lacak).
Terkhusus J.E. Tatengkeng, secara jelas puisi-puisinya mencerminkan kekristenannya. Panggilan Sabtu-Minggu menjadi salah satunya.
Fakta bahwa banyak orang yang tidak suka sastra Indonesia tidak bisa dielakkan. Namun, sudah saatnya untuk memikirkan bidang ini secara lebih dalam lagi. Apalagi sastra Indonesia juga milik Maestro Agung kita.
Yah, sekadar wacana.
_____________________________________________________________
Peduli masalah bahasa? Silakan bertandang ke Corat-Coret Bahasa saya.
- Indonesia-saram's blog
- 8172 reads
Wah saya komentar dong
Saya hanya numpang lewat
Fak. Jur.Sastra Indonesia menguntungkan kok...