Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Double Esspresso - Ending Intro

minmerry's picture

@ DOUBLE ESSPRESSO

Setiap manusia memiliki caranya sendiri untuk memulai suatu hari.
Ending Intro Board
 
 

 

Setiap pagi...,
Biasanya, aku suka menebak.
Menebak apakah hari ini akan menjadi hari yang menyenangkan, atau hari yang berat.
Lalu aku akan segera lupa dengan tebakkanku.
Aku menilai itu sebagai antusiasme-ku untuk memulai sebuah hari, lagi.

Berbeda dengan saat aku kecil.
Setelah menghabiskan segelas susu vanilla, aku akan langsung naik ke tempat tidur dan berusaha untuk tertidur. Itu adalah saat-saat yang sulit bagiku. Karena aku, Keira yang kecil, takut pada hari esok. Aku tidak bisa mengingat apa yang membuat Keira kecil takut pada hari esok. Di bawah selimut, Keira kecil sering mengeluh pada mum. 'Ma, aku tidak bisa tidur...' Mum duduk tidak jauh dari tempat tidurku, di dalam kamar yang nyaman biasanya dia duduk dan membaca. Dia akan menjawab 'coba berhitung sampai kamu tertidur.'

Lalu Keira kecil akan berhitung, 1-100. Hanya itu yang kukuasai.
Satu.. Dua...Tiga... Sepuluh... Sembilan puluh lima... Seratus. Terlalu mudah. Aku tidak bisa tertidur. Lalu mum memberikan aku ide untuk menghitung 1-100 dalam bahasa mandarin.
Berhasil? Tentu saja.

Terbangun di pagi hari, dengan langit masih gelap. Aku mengusap pelan mata-ku. Aku mengikat rambutku menjadi cepol yang manis. Sedikit menggigil, dingin. Membuka kran air hangat, dan menikmati uap panas yang mulai menyadarkanku dari perasaan kantuk.

Semalaman nonton DVD bersama Glass, aku masih ingin tertidur lebih lama.
Tidak bisa, teriakku dalam hati.
Sikat gigi, mandi, memakai kaos lengan panjang abu-abu yang ditumpuk dengan kaos biasa, aku menyambar tas dan memakai sneakers-ku dengan menginjak bagian belakang-nya. Duduk di depan pintu, menunggu Glass menjemput-ku.

'Tertidur?'
Benar, aku tertidur. Aku tertidur dengan duduk di anak tangga depan rumah, bersandar pada pinggiran tangga, Aku membuka mata-ku, ugh.. berat. Ngantuk.
'Jangan ajak aku nonton sampe malam lagi.' Kataku, sedikit cemberut.
'Haha. Nampaknya mood tuan putri sedang jelek nich...' Glass mulai menggodaku.
Aku tersenyum.
'Aku lapar...'

Sampai di coffee shop, aku membuatkan sandwich untuk Glass, dan dua butir telur mata sapi untukku sendiri.  Aku suka telur ayam. Omelet, orak-arik, rebus, mata sapi, steam, aku sangat menyukai telur ayam. Berbeda dengan Glass. Dia tidak tertarik sedikitpun.

Duduk di dalam coffee bar, bercanda dan tertawa dengan Glass, perlahan membuat kesadaranku pulih. Aku membuat latte untukku sendiri, Glass memilih susu coklat hangat.

Memakai appron hitam-ku, segera memulai hari yang mungkin akan sama. Mungkin akan berbeda.
Glass pamit untuk bekerja. Aku tidak mengantarnya, dia menghampiriku, menepuk-nepuk pipi-ku dengan tangannya lembut. Dan membisikkan sesuatu. Aku melihat punggungnya keluar dari pintu coffee shop.

Satu jam kemudian, aku selesai bersiap-siap. Papan tulis sudah ditulis dengan menu-menu, untuk hari ini, semua meja sudah mendapat bunga yang baru, lantai mengkilat, semuanya. 

Tergoda karena belum ada yang datang, aku membuka kemasan unagi, memotong-nya menjadi beberapa bagian, memasak dengan cepat, menambahkan bawang putih, black pepper, saus tiram. Menambahkan ini dan itu, adukan-adukan kecil, suara minyak yang panas terdengar sangat menyenangkan. Unagi beserta saus itu aku tuang keatas kentang rebus yang tumbuk halus, aku lapar sekali.
 

Tamu-ku datang, beberapa saat setelah aku menyelesaikan sarapanku. Sarapan kedua-ku, tepatnya.
Aku sedikit terkejut. Namun, aku segera mengambil daftar menu dan berjalan ke meja tamu yang baru masuk itu duduk.
 
Pria itu, bukan kehadirannya yang membuat aku terkejut. Aku terkejut karena aku mengenalinya, dan siapa yang datang bersamanya. Aku melihat seorang wanita muda yang datang bersamanya, wanita muda yang wajah dan kehadirannya asing buat-ku. Aku sangat memaksakan diriku untuk tersenyum, saat berjalan ke meja mereka duduk berhadapan dan melayani mereka. Ada sedikit pergumulan kecil bernama keadilan dalam hatiku.

'Pesanannya?' Tanyaku.
'Dua cangkir espresso, satu bacon sandwich. Kamu mau pesan apa?' Tanya pria itu pada wanita yang duduk didepannya.
Wanita itu muda, cantik dan sangat memesona. Dia memiliki mata yang indah.
'Green salad, dan yoghurt.'
'Baik.' Jawabku, tersenyum.
Aku tahu pria ini mengenaliku, dia tampak tak begitu peduli. Aku hanya mengangguk, menulis menu dan balik ke coffee bar.

Menambahkan tomat kecil segar diatas salad yang tersusun baik, memberi olive oil beberapa sendok. Sempurna. Bacon yang digrill sudah bisa diangkat. Memotong beberapa potong dadu keju, lalu meletakkannya diatas bacon. Keju lumer diatasnya. Dan tampak enak sekali. Mengantarkan pesanan itu, mempersilahkan tamu-ku untuk menikmatinya.

Tidak tahu jam berapa Hayden akan datang. Aku memasukan CD ke dalam player. Lembut lagu-lagu mulai mengalun di dalam coffee shop. Cukup lembut, cukup nyaman, cukup supaya aku tidak bisa mendengar pembicaraan tamu-ku. 

Mereka duduk cukup lama. Aku akui, aku terganggu. Aku menghakimi wanita itu. Tidak seharusnya dia duduk di sana. Aku memperhatikan mereka dari pantulan kaca di dinding coffee shop. Mereka tidak akan menyadari aku memperhatikan mereka.

Windbell.
Oops.
Dan mulai berdatangan.

'Luna... Seperti biasa?'
Dia mengangguk. Ceria seperti biasa. 'Satu cangkir, Kei.'
'Mochaccino?' Tanyaku, dan dia mengangguk.
Aku memberikan satu cangkir mochaccino yang paling biasa yang kubuat untuknya. Anehnya dia selalu menyukai minuman ini. Dia tidak lagi tertarik untuk mengobrol. Mengambil cangkir mocchacino-nya, dia berjalan ke meja yang di depan coffee shop. Di sana dia membaca majalah yang aku tebak, pasti Bazaar, Vouge atau sejenisnya. Dia memang sangat sophisticated. Aku sudah terbiasa. Menyesuaikan diri, remember? Jika mereka datang, hanya ada dua pilihan. Memulai pembicaraan, atau memberi waktu tanpa diganggu.

Coffee shop sudah cukup ramai. Namun setiap aku melayani dan membuat pesanan, aku selalu melihat ke arah itu. Melihat ke arah meja dimana pria dan wanita itu masih duduk. Aku bisa menebak, wanita muda itu sangat gelisah. Sesuatu yang bertentangan dengan hati nuraninya kah? Dan lelaki itu menghiburnya? Aku tidak tahu, bagiku, dia bukan seorang lelaki yang mau membujuk wanita seperti sekarang ini. Namun, tentu saja aku salah. Wanita itu, entah kenapa, hampir menangis. Dan lelaki itu terlihat sangat menyayanginya. Dan berusaha meyakinkan sesuatu padanya.

Seorang anak kecil, memanjat untuk duduk diatas kursi coffee bar, membuyarkan lamunanku.
'Bolehkah aku minta soda, tante?'
Aku mengangkat alisku, melihat ke sekeliling. Mencari dimana orang tua-nya, atau siapa yang datang bersamanya.
Dan disana, melambaikan tangan padaku. Memberikan izin bagiku untuk mengabulkan permintaan teman kecil ini. 'Boleh, dengan es?'
'Tidak usah, yang dingin aza.'
Aku mengangguk. 'Ini, superstar.' Aku iri dengan pipi merah merona-nya yang sehat sekali.

Milkshake...
Espresso...

Cangkir di rak mulai berkurang satu persatu.

Windbell.

'Kamu datang...' Sambutku antusias.
Dia datang. Min. Terlihat lebih kurus. 'Kei... Mau frappe, frappe. Dingin.'
Meraih shaker, mug, aku membuat frappe-nya. Coklat instan yang cara pembuatannya dikocok dengan shaker, kesukaannya.
'Kei, mana koran?' Tanyanya buru-buru. Dengan buru-buru aku menyerahkan koran pagi ini untuknya.
Dengan satu tangan ia membalik halaman demi halaman koran itu, dan tangan yang lain memegang gelas frappe-nya. 
'Ada apa sih?'
'Sssttt, tar dulu, tar dulu.'

Dan dia berteriak.
Yeah, kaya ga tahu min aja. "Yey Yey Yey"-nya itu memenuhi @Double Esspresso. Dia tidak peduli ada yang tertawa melihatnya. Dengan buru-buru aku menghampirinya, dan melihat apa yang membuatnya begitu. Siapa yang tidak tertular dengan antusiasmenya? Siapa yang bisa menghindari si berisik ini?
Sudut kanan bawah, halaman 11 di Koran pagi itu.
'Awesome, kamu masuk, Min?' Tanyaku gembira.
Min mengangguk, 'Praise the Lord.'
'Masih finalis, Kei.' Lanjutnya.
Meraih koran dari tangannya, aku membacanya dengan seksama. 'Lawanmu berat juga Kei, ada Lasgon nich.'
Min mengangguk. Mulai mengambil persediaan makananku dengan santainya.
'Mau baca hasilnya?' Tanyanya cuek.
Aku mengangguk. Dia mengeluarkan satu file yang tersusun rapi dari dalam tas-nya, memberikannya padaku. 'Tolong kritik dan sarannya, Kei.'
Lalu dia duduk, tenggelam dalam membaca novel baru pemberian "sanke"-nya, The Host. Mungkin Min memang tahu aku tidak terlalu suka mengobrol, dan tahu kehadirannya sudah membuat aku senang. 
 
Aku membaca kata demi kata. Hanya beberapa halaman. Namun aku sungguh-sungguh berada di "dalam" halaman-halaman, dunia Min. Setiap kalimatnya, menimbulkan pertanyaan. Pertanyaan yang kuajukan untuk diriku sendiri. Aku bukan penilai yang baik, aku mengingatkan diriku. Namun aku menyukainya.

Setelah selesai membacanya, aku meletakkan artikel itu di atas meja coffee bar. Tidak mengganggu Min yang serius dengan Meyer-nya. Aku meletakkan sebotol air mineral disamping gelas frappe-nya yang sudah kosong. Dia diam saja. Dia berbeda sekali jika dia serius, aku berkata dalam hatiku.

Aroma pahit yang misterius dari coffee memenuhi @Double Esspresso. Kental, akrab sekali. Seperti itulah yang juga aku rasakan dengan Min di sini. Aroma kopi yang kental, sarat dengan kepekatan. Satu kesamaan dengan sahabat-ku ini.

Aku membalik halaman Koran pagi itu sekali lagi. Nah, aku tidak salah baca. Aku bisa memberikan dukungan padanya. Pada Min. Aku menulis sebuah alamat, alamat dimana aku bisa memberikan satu suara voting untuk karyanya.

Perasaan ini asing sekali, perasaan yang timbul saat ingin mendukung Min. Perasaan peduli, perasaan seolah apa yang dia harapkan, penting buatku. Aku merasa tanganku dingin, perasaan ini sudah lama tidak ada dalam kehidupanku.

Perlahan waktu berlalu. Aku melihat kearah meja itu.
Wanita dan pria itu, sudah pulang. Saat mereka keluar dari pintu coffee shop, aku sempat melihat, tangan pria itu diletakkan dibahu wanita yang bersamanya. Ada kesan memiliki didalamnya. Pandangan itu membuatku muak. Muak karena aku tahu, wanita itu mencuri posisi orang lain. Posisi yang adalah “kehidupan” bagi seorang wanita yang lain.

‘Kei, sanke dah jemput. Aku pulang ya.’ Bola matanya sangat gelap dan terlihat cemerlang.
Aku mengangguk. ‘Salam untuk sanke, Min.’
Dia mengumpulkan buku dan artikelnya, menyusunnya dengan rapi. Memakai jaketnya dan berjalan keluar, setelah membayar.

Bagaimana mungkin aku merasa kesepian setelah dia pergi? Aku menertawakan diriku sendiri.

Aku mengingatkan diriku untuk bersiap-siap. Sudah hampir jam makan malam. Segerombol mahasiswa, teman-teman yang pulang dari kantor. Mereka akan mudah gelisah jika membuat mereka menunggu terlalu lama. Mereka datang dengan tingkat kejenuhan dan kepenatan yang tinggi.

Keramaian itu menghiburku.

Aku menunggu Glass menjemputku, malamnya. Dia tidak pernah mengizinkan aku pulang sendirian lagi di malam hari. Aku tidak membantahnya. Glass tahu cara menemaniku, tanpa menggangguku, tanpa membuatku takut. Aku menggunakan kata takut, benar.

Glass sedikit terlambat. Selesai membersihkan coffee bar, menyusun kursi keatas meja, mematikan semua lampu dan lilin-lilin, dan menutup pintu coffee shop, Glass belum sampai. Aku duduk dikursi coffee shop yang diletakkan diluar. Mengecek pesan masuk di ponsel. Bertanya-tanya, kenapa malam itu Glass terlambat.

Saat memutuskan untuk meneleponnya, mungkin perasaan khawatir itu, aku tidak menyadari Glass sudah berdiri disampingku. Aku terkejut, namun wajahku menampakkan kelegaan.
Sorry, aku telat.’
Dia membantuku membawa barang bawaanku. Baru detik itu aku menyadarinya.

Jika ini diibaratkan pada part sebuah lagu, maka ini adalah intro penutupnya.
Ending Intro.
Seorang wanita berdiri tak jauh dari sana. Jelas, dia datang bersama Glass. Aku memalingkan wajahku, menatap Glass, meminta jawaban.
‘Kei, ini Louis. Teman.’
Aku mengulurkan tangan pada Louis. Bersalaman. Tangannya mungil dan lembut.

Sungguh bodoh. Keira, kamu sungguh bodoh.

Tanpa suara aku berjalan, berdampingan dengan Louis. Louis ditengah, Glass di samping Louis. Aku diam sepanjang perjalanan. Louis sangat menyenangkan. Glass bercerita banyak padanya. Hal-hal yang tidak kuketahui. Aku mendengarkan. Dalam situasi seperti ini, aku akan diam. Aku bahkan tidak akan bersusah payah untuk ikut bergabung dengan pembicaraan. Louis gadis yang menyenangkan, namun dia disini. Di samping Glass. Tidak ada alasan aku menyukainya.

Dan, tentu saja. Glass lebih dulu mengantarkan aku sampai ke rumah. Tentu saja.

Louis dengan ceria mengucapkan selamat malam. Menunggu Glass, di depan pagar pekarangan rumahku. Glass menemaniku hingga pintu.

‘Kei, aku tahu…’
‘Jangan, jangan coba.’ Aku memalingkan wajahku. Menatapnya. Menantangnya. Aku sadar, aku mulai marah.
‘Dia memakai Prada, Glass. Tidak ada gadis yang memakai Prada untuk berjalan kaki sejauh itu, hanya untuk diantar pulang.’
‘Dan coba tebak, gaunnya? Vera Wang, mungkin?’

Glass menatapku, membiarkan aku selesai. Aku tahu dia marah. Dia marah karena kemarahanku.
‘Aku hanya lelah, maafkan aku.’ Kataku.
Aku melangkah masuk ke dalam rumah, belum menutup pintu.
‘Glass, begini, aku akan menutup pintu ini. Karena apapun yang akan kukatakan lagi, akan aku sesali besok. Jadi, antarlah tuan putri itu pulang.’

Dan aku menutup pintu itu. Glass tidak berpaling, saat aku menutup pintu. Ia menatapku.

Aku membaca kata demi kata. Hanya beberapa halaman. Namun aku sungguh-sungguh berada di "dalam" halaman-halaman, dunia Min. Setiap kalimatnya, menimbulkan pertanyaan. Pertanyaan yang kuajukan untuk diriku sendiri.

ending intro

Malam ini, mungkin aku akan menjawab pertanyaan itu satu persatu.

Menghitung 1-100 dalam bahasa asing tidak akan mampu membuatku tertidur.

 

 

__________________

logo min kecil

joli's picture

@Minmerry.. Masuk Finalis ya.. Congratulation..

Kei, Keira bisa cemburu ama Louis ya? karena pakai Prada? or karena dia berjalan di samping Glass? he.. he.. he.. makin cantik bila Kei cemburu, tambah tembem kali pipinya kalau cemberut..     peace Kei.. he.. he..

Aku membaca kata demi kata. Hanya beberapa halaman. Namun aku sungguh-sungguh berada di "dalam" halaman-halaman, dunia Min.

Oii, apa pendapat Kei tentang my sohib,  Minmerry? asik ya setiap kali membaca tulisannya? perasaan yang sama, ya sama dengan Joli setiap kali membaca tulisan double espresso di pasar klewer.

Ooo ini tho yang di tunggu Minmerry, di hari Sabtu kemarin? Pengumuman finalis? Si Minmerry masuk Finalis??? Ho.. Ho.. Ho.. Congratulation Min..

Joli mau ikutan Vote tulisan Min ah.. Dimana? di majalah? or di mana?

Ayuk ayuk Vote untuk Minmerry.. bila menang bisa makan minum di warungnya Keira GRATIS..


minmerry's picture

Jol, Perasaan Keira thdp Min

Jol, Perasaan Keira thdp Min :

Aroma pahit yang misterius dari coffee memenuhi @Double Esspresso. Kental, akrab sekali. Seperti itulah yang juga aku rasakan dengan Min di sini. Aroma kopi yang kental, sarat dengan kepekatan. Satu kesamaan dengan sahabat-ku ini.

Hayo,sekarang Kei nanya balik, bagaimana pendapat Joli ... ?? Hehe.

Praise Lord...

Iya, setelah seminggu deg-deg-an, akhirnya keluar juga, pengumuman finalis untuk Aplaus Abdi Mahakarya. Maci finalis, hehe... Voting untuk mendukung terpilihnya juara favorit...

Iya nich, kalo menang, Keira akan traktir semua di @Double Esspresso. Dan akan menempelkan artikel Min di Board Coffee Shop. How excited, right?

Keira uda coba untuk Vote, click disini: Vote For Min

Karena tulisannya cukup panjang, ada 2 page. Di page ke 2, bagian bawah, ada kolom u Voting.

Karya temen-temen finalis yang lain juga oke-oke lho, bisa dibaca juga... Hehe.

 

Gimana, yoghurt, salad, ama sandwich Keira kali ini enak ga, Jol?

^-^

__________________

logo min kecil

joli's picture

VOTE Minmerry, GRATIS di double Esprresso

Dah Vote untuk Minmerry..

click disini: Vote For Min

Sabtu besok main ke double espresso ah.. cobain salad GRATIS kan Min? kan Joli dah vote

 

minmerry's picture

@Free... Free... , Jol

Asssssyyikkkkkk................

Ditunggu yak Jol...

Wuah Keira mesti belanja banyak nich ke pasar klewer... Selada, tomat kecil, melon, kentang... Pake slice salmon ga yah? Pake ah, salad with salmon, soooo healthy... Ah ya, keju...

Tenang... Semua masuk ke tagihan Min. Joli ga usa isi dompet, bawa clutch kecil yang manis aza... Dah ga sabaran liat new hair cut Joli....

 

 

^-^

__________________

logo min kecil

hai hai's picture

Vote FOR Minmerry!

Cerita yang indah dan gaya bercerita yang benar-benar khas! Yo kita dukung! Vote! vote! Vote! Vote!  

click disini: Vote For Min

Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak

__________________

Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak

minmerry's picture

Ko Hai Hai, Thanks! Thanks! Thanks!

Ko hai hai, makasih ikutan Vote For Min  Yey. Yey. Yey....

Makasih untuk dukungannya. Batas Vote adalah tanggal 12 (hari Rabu) Agustus Jam 5. Pengumumannya, tgl 16 Agustus 2009. Itu malam penganugerahannya. Moga-moga ga hujan, jadi bisa spend saturday night sambil menunggu pengumuman, bisa melihat stand-stand kreatif yang sudah disediakan panitia.

After dari acara pengumuman panitia, may be Min bisa langsung nyusul ke @Double Esspresso. Janji untuk mentraktir Joli, dan semua yang uda vote u Min. Semoga min bisa menyusul ke @Double Esspresso with some good news...

Again, Thx Ko...

^-^

__________________

logo min kecil

sandman's picture

@Min.. sepertinya

Green salad dan  sandwich boleh tuh :P

 

Karena kita sungguh berharga bagi-Nya dan Dia mengasihi kita.

__________________

minmerry's picture

@ Sand, sandwich...

Hahaha... Pas khan? Pas khan?

^-^

__________________

logo min kecil

sandman's picture

@min hmmm

asa gimana gitu... :p

 

Karena kita sungguh berharga bagi-Nya dan Dia mengasihi kita.

__________________

minmerry's picture

@Sand

Espressonya, how? how?

 

^-^

__________________

logo min kecil

billy chien's picture

@minmerry

ikutan vote ah , minm aku juga dapet kan min?

click disini: Vote For Min

 

__________________

Kerjakanlah Keslamatanmu dengan takut dan gentar...

dennis santoso a.k.a nis's picture

ngopi di double espresso

suatu hari gue ngopi di kafe ini. duduk di sudut yang sejuk di bawah AC dan meng-order americano buat nemenin baca2 majalah. sudut tempat aku bersembunyi mempunyai jendela kecil dan aku bisa melihat seorang cewek bertampang jelek di luar kafe ini yang (kayaknya) sedang mempromosikan sesuatu.

"vote buat artikel bla bla bla pak... mari bu... tolong sedikit waktunya... silakan dik", begitu kira2 riuh rendah yang kudengar. penasaran, gue hampiri seorang yang gue lihat sudah memenuhi permintaan si jelek itu. "hmm, not bad", pikir gue.

later on gue jadi pengen nanya pada si jelek tadi... "kamu suka menulis rupanya. pernah bikin novel?". dia keliatan heran, mungkin karena seorang asing tiba2 bertanya. dia menjawab, "aku sudah menulis dua buku", dan kutanya lagi, "boleh kubaca?".

dan inilah yang kutipan dari yang kubaca:

Tenang. Seperti Seattle kecil, sebuah kota kecil di daerah pinggiran pulau, Pearl City. Kota ini, sebuah kota kecil yang dipenuhi dengan gedung-gedung indah. Kota kecil yang menghanyutkan banyak pikiran dengan ketenangannya. Keseluruhan penjuru kota ini terlihat menjadi rangkaian mutiara yang tiada batasnya pada malam hari, dengan jutaan lampu-lampu dan sinar bulan yang setia menghiasinya. Dan bila pagi, sinar matahari tepat menyinari setiap sisi perairan yang mendampingi pulau itu, membuatnya menjadi mutiara yang lebih menyilaukan, putih dan yang selalu bersinar hangat - mutiara tanpa batas, tidak seperti malam yang lembut, tapi sama indahnya. Sebuah kota yang indah seperti dongeng, juga sebuah kota yang penuh dengan cerita…

Saat kamu berjalan melewati setiap jalannya, suara angin akan menemanimu berjalan untuk membiarkan dirimu merasakan udaranya yang sejuk, menenangkan. Naungan pohon yang berbaris di setiap pinggiran jalan, memperhatikan, menemani setiap langkah yang melewatinya. Memperhatikan senyum, tangis, terkadang kesepian.
Sebuah perjalanan lagi…


Karena akan selalu ada perbedaan saat manusia melewati hari-harinya, dimanapun, kapanpun… Seperti waktu yang tidak berhenti berjalan, begitu pula langkah-langkah yang selalu menemani harapan yang datang.

Terkadang, hidup manusia menyimpan begitu banyak duka, diatas segalanya, setiap kali, setiap hari, dari sanalah muncul sedikit harapan. Mungkin sebuah, mungkin dua, mungkin itu harapan untuk diri sendiri, mungkin untuk orang-orang yang sangat kita kasihi. Harapan yang menjadi satu-satunya alasan untuk menghadapi hidup ini. Tidak ada batas untuk itu semua, tidak ada cermin yang memperlihatkan masa depan sebuah harapan. Tapi kisah yang diperlihatkan sebuah cermin selalu jujur. Sebuah benang merah mengikat semua harapan yang ada didunia ini, dan bersyukurlah untuk itu, karena Tuhan memilih benang merah yang di sebut dengan Percaya.

gue berenti membaca sampe situ. majalah yang tadi kutinggalkan mendadak menjadi terlihat menarik lagi. sambil baca majalah, iseng2 gue tulis versi gue dari tulisan si jelek tadi:

sebuah kota kecil di daerah pinggiran pulau, seperti seattle kecil, pearl city.

dipenuhi dengan gedung2 indah dan suasana tenang yang menghanyutkan, sesuai namanya, pearl city terlihat seperti rangkaian mutiara dengan jutaan lampu pada malam hari. sementara ketika pagi dan matahari mulai muncul dengan malu2, sisi perairan kota ini akan berkilau menyilaukan. sungguh seperti dalam dongeng dan cerita indah pengantar anak2 tidur, sebuah kota yang penuh dengan cerita.

sering aku berjalan dan membiarkan pesona kota ini membius pikiranku. dia akan meniupkan angin sejuk yang menerpa kulitku dan menenangkan hatiku. naungan pohon2 yang seakan berbaris di setiap pinggiran jalan seolah memperhatikanku. mereka seakan bertanya kenapa aku tersenyum, kenapa aku menangis, kenapa aku terlihat kesepian.

sebuah perjalanan lagi... itu jawabku pada pohon2 ramah itu. entah mereka mengerti atau tidak, pikirku; karena manusia berbeda dari pohon. kami selalu berjalan, dimanapun, kapanpun, seperti waktu yang tidak pernah berhenti, berusaha menggapai suatu harapan baru dalam tiap langkah kecil kami. berusaha... karena harapan biasanya baru muncul ketika kami merasa susah. ketika kami merasa duka. entah untuk diri sendiri ataupun untuk orang2 lain yang sangat kita kasihi. wahai pohon2 yang ramah, seperti kamu butuh oksigen dan sinar matahari untuk tumbuh, kami membutuhkan harapan. harapan yang walau kami sendiri kadang tidak tahu seperti apa bentuknya. banyak harapan yang terikat satu sama lain oleh suatu tindakan percaya.

"ya, kadang jadi manusia memang rumit koq", kataku sembari tersenyum membalas tatapan penuh kasih sang pohon. tapi setidaknya harapan membuat kami bisa bersyukur, pada Dia, yang menciptakan manusia dan pohon.

lalu gue sadar kopi gue sudah abis dan si owner kayaknya dah gelisah karena rupanya banyak yang butuh meja. so gue bergegas pergi dengan sedikit sungkan.

minmerry's picture

@Dennis

Bukankah semalem uda diultimatum, soal "jelek" itu sudah "selesai"?

Kog masi muncul disini?

Trus, mana adaaaaa yang langsung nodong dengan sadis, "Jelek, lo uda pernah nulis novel?"

Yang stupidnya lagi, si imut yang lagi promosi didepan coffee shop Keira (nis, imut.... bukan jelek!!!!) itu bilang, "Udah... Ada 2 dari sekian lama....."

Ckckck...

 


 

^-^

__________________

logo min kecil