Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Doa yang Efektif
Tentunya setiap kita pernah mengalami suatu kekecewaan terhadap “doa yang kita panjatkan” , dimana doa tersebut tak kunjung juga mendapatkan jawaban. Sebagian kita pasti “frustasi” dan akhirnya melemahkan ketekunan kita dalam berdoa, bahkan tragisnya ada pula yang akhirnya meninggalkan doa dan menjauh dari Tuhan.
“Pada tahun pertama kerajaannya itu, Daniel, memperhatikan dalam kumpulan Kitab jumlah tahun yang menurut firman Tuhan kepada nabi Yeremia akan berlaku atas timbunan puing Yerusalem, yakni tujuh puluh tahun. Lalu aku mengarahkan mukaku kepada TUHAN Allah untuk berdoa dan bermohon, sambil berpuasa dan mengenakan kain kabung serta abu” (Dan. 9:2-3)
Dari seorang Daniel kita dapat belajar bagaimana menjadikan doa itu efektif dan bukankah doa adalah senjata utama bagi kita orang percaya?. Langit tidak bergerak sebelum Daniel berdoa, Malaikat langit pun tak dapat menerobos doanya. Akan tetapi, diperlukan ketekunan dalam melaksanakan semua itu. apabila kita sedang memanjatkan suatu doa yang tak langsung dijawab, itu mungkin bukan karena doa kita tidak berada dalam kehendak Allah. Mungkin saja karena ada pemimpin setan yang ada di langit sana yang menghalangi jawabannya. Jadi apa yang harus kita perbuat? Doakan agar ia menyingkir dari jalan.
“Pada waktu itu aku, Daniel, berkabung tiga minggu penuh. Makanan yang sedap tidak kumakan, daging dan anggur tidak masuk ke dalam mulutku dan aku tidak berurap sampai berlalu tiga minggu penuh” (Dan. 10:2-3)
Karena usaha yang dilakukannya maka Daniel dikunjungi oleh Gabriel, penghulu Malaikat Allah. Gabriel memulai pesannya dengan kata-kata yang membersarkan hati :
“Lalu katanya kepadaku:”Janganlah takut, Daniel, sebab telah didengarkan perkataanmu sejak hari pertama engkau berniat untuk mendapat pengertian dan untuk merendahkan dirimu dihadapan Allahmu, dan aku datang oleh karena perkatanmu” (Dan. 10:12)
Daniel sudah berdoa selama duapuluh satu hari dan doanya di dengar sejak hari pertama ia panjatkan. Akan tetapi, jawabannya baru datang pada hari ke duapuluh satu. Apakah alasan dari penundaan tersebut?
“Pemimpin kerajaan orang Persia berdiri duapuluh satu hari lamanya menentang aku; tetapi kemudian Mikhael, salah seorang dari pemimpin-pemimpin terkemuka, datang menolong aku, dan aku meninggalkan dia di sana berhadapan dengan raja-raja orang Persia” (Dan. 10:13)
Alasan dari penundaan itu adalah karena Gabriel dihadang terutama oleh “pemimpin kerajaan orang Persia”, yang tak lain adalah setan yang ditugasi oleh Iblis dengan tugas rangkap dua: menghalangi maksud Allah dan memaksa kehendak iblis di kerajaan Persia. Kemudian untuk memenuhi misinya, Gabriel mengatakan kepada Daniel tentang apa yang akan terjadi pada masa depan;
“Lalu aku datang untuk membuat engkau mengerti apa yang akan terjadi pada bangsamu pada hari-hari yang terakhir, sebab penglihatan ini juga mengenai hari-hari itu” (Dan 10:14)
“Lalu katanya: “Tahukah engkau, mengapa aku datang kepadamu? Sebentar lagi aku kembali untuk berperang dengan pemimpin orang Persia, dan sesudah aku selesai dengan dia, maka pemimpin orang Yunani akan datang. Namun demikian, aku akan memberitahukan kepadamu apa yang tercantum dalam Kitab Kebenaran” (Dan. 10:20-21)
“Pada waktu itu juga akan muncul Mikhael, pemimpin besar itu, yang akan mendampingi anak-anak bangsamu; dan akan ada suatu waktu kesesakan yang besar, seperti yang belum pernah terjadi sejak ada bangsa-bangsa sampai pada waktu itu. Tetapi pada waktu itu bangsamu akan terluput, yakni barangsiapa yang didapati namanya tertulis dalam Kitab itu” (Dan. 12:1)
Apakah hal itu akan terjadi apabila Daniel menyerah dan meninggalkan doanya? Namun, dengan ketekunan yang “konsisten” Daniel tidak menyerahkan inisiatif kepada musuh. Ia sendiri memilih medan peperangan dari doanya. Ketika dihadapkan dengan lawan, ia bertekun. Kadang-kadang tentangan Iblis adalah salah satu indikasi terbaik bahwa kita sedang berdoa sesuai kehendak Allah.
Disini kita menemukan dua unsur yang saling melengkapi dalam kehidupan Daniel;
Pertama, ia telah mengembangkan suatu kehidupan doa sejak muda. Ini begitu penting baginya, bahkan ancaman untuk dilempar ke sarang singa tidak membuatnya mundur. Ia menjalani waktu doa yang tetap sepanjang hari.
Kedua, Daniel tidak berdoa menuruti pikirannya sendiri, tetapi lebih untuk memenuhi tujuan Allah sebagaimana di ungkapkan dalam Kitab suci.
Suatu masalah yang serius dengan banyak orang percaya adalah kita meremehkan pengaruh dan potensi kita sendiri. Namun, dalam pengertian tertentu, alam semesta berputar di sekeliling kita. Ketika kita berdoa, langit bergerak. Ketika kita bertekun dalam doa, tujuan surga terpenuhi. Dan ketika kita berhenti berdoa, tujuan Allah terhalang.
Satu fakta yang sangat penting bagi kehiduapan doa kita muncul dari gambaran insiden-insiden di atas. Namun, sayangnya hanya sedikit dari kita yang berusaha untuk mengatasi hal ini. Kenyataanya begini: untuk naik dari bumi ke tahta kuasa Allah, doa kita harus melewati suatu wilayah yang dikuasai oleh musuh kita. Ini jelas berlaku pada doa Daniel dimana doa-doanya ditentang oleh pemimpin setan di langit yang disebut “pemimpin kerajaan Persia”. Namun pada akhirnya, doa Daniel dilakukan dengan tekun menyebabkan pemimpin setan ini menyerah. Ke-efektifan doa Daniel tidak bermanifestasi dalam dunia nyata. Ia tidak berurusan dengan manusia; ia mneyingkirkan kekuatan setan di langit yang menentang maksud Allah. Tertantang oleh teladan Daniel, kita perlu mengajukan pertanyaan tertentu sebelum berdoa:
- Apakah doa saya didasarkan pada Kitab Suci atau hanya sekedar keinginan sendiri?
- Apakah saya memanjatkan doa yang agresif dan penuh kuasa yang akan mencapai tahta ALLAH?
- Ketika saya berdoa, apakah saya siap untuk berurusan dengan kekuatan spiritual setan di langit dan bukan sekedar situasi pada tingkat manusia semata-mata?
Konflik rohani tanpa dapat dihindari akan menguji karakter kita, Daniel memberi kita tiga teladan yang menantang :
Pertama, doa Daniel menuntut harga yang harus ia bayar. Dengan melakukan puasa pantang selama tiga minggu, ia mengorbankan kesenangan jasmaninya sendiri.
Kedua, ia tidak tunduk pada perasaan tanpa harapan, walaupun kenyataannya tidak ada bukti yang berwujud bahwa Allah mendengar doanya dan jawabannya sedang dalam perjalanan. Ia terus mencurahkan isi hatinya dihadapan Allah.
Ketiga, karena keberanian dan keteguhan Daniel, maka pekerjaan berikutnya dari tujuan Allah bagi Israel dilepaskan. Kehidupan doanyalah yang memberi dia posisi unik dalam sejarah bangsanya.
Pelajaran apa yang dapat kita petik dari kehidupan doa Daniel :
1. Sejak masa mudanya, doa merupakan jalan hidupnya, bukan sebagai kegiatan ke agamaan. Ia menyediakan waktu dan tempat yang tetap setiap hari semata-mata untuk berdoa.
2. Daniel tidak mengimprovisasi doanya sendiri tetapi dorongan doa asli untuk berdoa yang datang dari ayat-ayat profetik. Ia berdoa demi terpenuhinya kehendak Allah bagi umat-Nya, sebagaimana di ungkapkan dalam Kitab Suci.
3. Doa Daniel menuntut penyangkalan diri dan disertai dengan puasa. Dalam Khotbah di bukit, Yesus berkata kepada murid-murid-Nya “ketika kamu berdoa…ketika kamu berpuasa…”. Ia tidak mengatakan, “Jika kamu berdoa” atau “Jika kamu berpuasa”. Ia menganggap murid-murid-Nya mempraktekkan keduanya berdoa dan berpuasa. Ada kalanya doa saja tidak cukup, tetapi perlu diberikan secara supra alami dengan berpuasa.
4. Daniel berkomitmen penuh untuk berdoa, walaupun ia diancam dan dilemparkan ke sarang singa tidak menyebabkannya goyah.
Hal ini menghasilkan suatu fakta yang sering diabaikan oleh setiap kita selama berlangsungnya konflik rohani: doa yang efektif menguji karakter kita dan memerlukan komitmen yang tulus serta harga yang harus kita bayar.
Thank and GBU
- arharahadian's blog
- Login to post comments
- 3989 reads