Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Di Mana Allah ketika saya menikmati (3)
Dikutip sebagian dari buku Mari Menikmati!
2. Membuang semua kenikmatan sementara. Cara pandang kedua ini dimiliki oleh orang-orang yang menganut agama dengan fanatik. Umumnya mereka mengajarkan bahwa kalau mau mendapatkan kenikmatan yang tertinggi/kekal seharusnya menjauhi dan membuang kenikmatan sementara yang hanya membuat manusia berdosa dan menjauhi Penciptanya. Pemikiran ini hanya berpusat kepada manusia yang jatuh dalam dosa.
Mereka melihat bahwa semua kenikmatan sementara hanya membuat manusia jatuh dalam dosa dan bahkan melawan Penciptanya. Maka lebih baik jauhi semuanya dan buang segala keinginan untuk menikmati segala kelimpahan, segala kepuasan dan kenikmatan. Contohnya: jangan menginginkan kekayaan karena keinginan untuk menjadi kaya membuat manusia melakukan begitu banyak perbuatan dosa. Maka hindarilah untuk menjadi kaya dan kalau sudah terlanjur kaya, bagi-bagilah hartanya.
Dalam pemikiran mereka, yang lebih berguna adalah kenikmatan kekal yang sudah disediakan oleh Pencipta. Yang di dunia tidak bisa dibandingkan dengan yang ada di surga. Maka lebih baik memikirkan kenikmatan dan kepuasan yang kekal yang ada di surga dengan banyak beribadah, berdoa dan berkorban dalam melayani Pencipta. Semakin membuang kenikmatan sementara dan semakin berkorban dalam hidup ini, maka semakin besar kenikmatan kekal yang akan didapatkan. Di dunia tidak apa-apa menderita, sakit, miskin dan hidup lebih sulit daripada orang-orang lain, karena itu yang seharusnya dialami oleh orang-orang yang tidak mengikuti dunia yang berdosa.
Kenikmatan mereka di dalam kesementaraan ini adalah waktu bisa menerima dan menjalankan hidup yang sulit dan menderita, dimana tidak semua orang sanggup melakukannya. Di samping itu kenikmatan didapatkan pada saat beribadah, saat-saat di mana mereka merasakan ada penyertaan, penghiburan dan perlindungan Allah. Mereka bisa merasakan ketenangan dan persetujuan dari Allah atas hidup mereka yang tidak sama dengan orang-orang berdosa yang hidup hanya untuk memuaskan nafsunya. Dan kenikmatan yang tertinggi yaitu waktu memikirkan dan mengharapkan kenikmatan kekal yang dijanjikan akan dinikmati.
Kalau dilihat, Allah dijadikan alasan untuk tidak menikmati semua kenikmatan sementara. Allah dianggap tidak menghendaki umat yang percaya untuk menikmati segala kesenangan dan kenikmatan di dunia ini. Allah hanya mau umatNya menikmati dalam ibadah kepadaNya dan yang ada di dalam kekekalan nantinya.
Cara pandang ini adalah cara pandang yang dualistis. Cara pandang yang membagi hidup ini menjadi dua bagian: rohani dan duniawi. Kenikmatan kekal dianggap rohani dan diwakili dangan ibadah dan doa, sedangkan kenikmatan sementara dianggap duniawi.
Kesulitan dari cara pandang ini, ibadah di dalam dunia yang berdosa ini seharusnya sudah dicemari oleh dosa juga. Betulkah ibadah mereka adalah yang paling benar dan tanpa cacat/dosa? Karena kenyataannya orang-orang yang kelihatan beragama dengan fanatik ternyata juga melakukan perbuatan-perbuatan yang radikal dan bahkan mengorbankan hidup banyak orang. Kalaupun tidak melakukan perbuatan-perbuatan radikal, maka biasanya mereka memandang rendah orang-orang lain dan bahkan menghina orang-orang yang tidak memiliki pandangan/kepercayaan seperti mereka.
Kesulitan selanjutnya adalah, mengapa Allah mencipta dunia ini? Ketika dunia ini dicemari oleh dosa mengapa terus dibiarkan? Apakah dunia ini hanya dipakai Allah untuk menguji umatNya? Ataukah kuasa Allah tidak sanggup menandingi kuasa dosa yang menguasai segala kenikmatan? Sepertinya aneh kalau Allah mencipta dunia ini dan melarang manusia untuk menikmatinya. Dan tetap menjadi suatu keanehan kalau sesudah manusia jatuh dalam dosa membuat manusia dilarang menikmati semua kenikmatan.
Dikutip sebagian dari buku Mari Menikmati!
http://roielministry.blogspot.com/ (blog mirror)
- Baron Arthur's blog
- 5613 reads