Submitted by clara_anita on

Pagi ini adik bungsuku yang duduk di kelas 1 SMU belum juga berangkat sekolah. Padahal biasanya dia paling rajin berangkat pagi-pagi sekali. Dengan gelisah ia berjalan hilir mudik. Selidik punya selidik, ternyata ia tidak berani minta uang jajan ekstra untuk membeli coklat valentine. OSIS sekolahnya ternyata memprogramkan aksi tukar menukar coklat antar siswa. Tiap anak wajib membawa coklat dengan harga minimal tertentu untuk ditukarkan dengan teman lain.

Singkat kata, si kecil akhirnya berhasil "mengintimidasi" kakak-kakak dan ibunya untuk memberikan uang jajan ekstra demi coklat valentine. Bukan hanya coklat untuk acara OSIS yang berhasil dibelinya, tapi juga coklat untuk sahabat-sahabatnya di sekolah. Semangat berbagi si kecil sepertinya memang lebih besar daripada kakaknya yang tergolong "medit" untuk urusan bagi-bagi coklat.

Antusiasme si kecil untuk berbagi coklat menggelitik saya. Apakah sebenarnya ia benar-benar memahami arti hari kasih sayang? Apakah ia hanya terseret arus komersial saja?

Ah, adikku manis memang generasi yang lebih banyak mempelajari hidup dari televisi dan tabloid-tabloid remaja yang penuh dengan sisi-sisi komersial yang terkadang meninggalkan makna yang hakiki kehidupan itu sendiri. Adikku sayang ,yang entah malang atau beruntung, belajar mengasosiasikan kasih sayang pada hari valentine dengan memberi coklat lewat program-progran populer di televisi dan majalah remaja.

Ah, paling tidak adik belajar berbagi dengan sesamanya.

Semoga saja ia juga menyadari

hadiah valentine yang setiap hari dikirimkan TUHAN padanya

udara segar yang dihirupnya

sinar matahari yang menghangatkannya

setiap hal kecil yang dapat membuatnya tertawa

ataupun kisah-kisah pahit yang medewasakannya

Semoga ia belajar

TUHAN memberi kasihnya pada setiap detik kehidupannya

bukan hanya saat hari kasih sayang

Bila ia memperingati hari Valentine nanti

Semoga ia tak pernah lupa mengingat dan mensyukuri kasih TUHAN setiap hari

Amin