Cinta pertama memang berjuta rasanya sehingga membuat yang bersangkutan mabok berat tanpa perlu minum miras. Luapan emosi bagai semburan lumpur Lapindo menggerus indera dan rapat membungkus rasio. Gombloh berdendang jorok, “Tahi kucing pun rasa coklat.” Apalagi kentutnya. Biar habis makan pete sepiring penuh, baunya seperti parfum yang sebotol kecil sejuta rupiah harganya.
– o –
Seorang gadis jatuh cinta kepada seorang pemuda. Ia tidak pernah menanggapi nasehat teman-temannya juga orangtuanya yang mengingatkan kekasihnya belum mempunyai pekerjaan tetap. “Cinta kami mengatasi segala masalah,” katanya menyitir slogan klise novel percintaan. Ia tidak mau tahu bahwa cinta perlu diberi makan. Mereka menikah. Mereka terlihat bahagia. Dua tahun berselang suaminya belum juga (mau) bekerja. Perempuan ini yang bekerja sebagai guru terpaksa sering berhutang untuk membeli susu kaleng anaknya. Sekarang ia sedang mengandung anaknya yang kedua.
Teman-temannya tidak berani bertanya apakah ia masih mencintai kekasihnya karena tidak ingin melihatnya menangis. Karena, ia pernah bercerita dengan mata berembun, suatu siang dari kamar tidurnya ia mendengar perbincangan suaminya dengan teman yang datang berkunjung. “Bekerja? Buat apa? Buat apa aku punya istri kalau ia tidak bisa menyenangkan aku? Gajinya dan sampingan memberi privat les sudah cukup buat hidup.”
– o –
Suatu malam menjelang pukul 9 saya ke Pasaraya Blok M mencari makan. Saya makan tanpa selera karena pikiran butek. Baru saja atasan saya memberitahu ia tidak bisa menghadiri rapat semesteran besok pagi karena mendadak harus ke luar negeri. Bahan presentasinya langsung dikirim via imel ke laptop saya. Saya harus menggantikannya. Saya pusing karena presentasi itu harus dilakukan dalam bahasa Inggris, sesuatu yang belum pernah saya kerjakan. Maka sejak keluar dari kamar hotel benak saya mulai berlatih, berpikir dalam bahasa Inggris formal, bukan Inggris cowboy. Selesai makan saya masuk ke lift untuk turun ke lantai dasar.
Sepasang remaja ada di dalam lift. Mereka berdiri merapat diri, kepala saling menempel. Kami hanya bertiga, tidak ada orang lain dalam lift. Lalu, saya melihat wajah mereka berhadapan. Kemudian, mereka berciuman lip-to-lip dengan tenang namun bekepanjangan. Saya juga tenang menyaksikannya dan kelenjar hormon saya tidak enjot-enjotan akibat pemandangan ini. Waktu pintu lift terbuka, saya berjalan keluar dan sampai di lapak-lapak yang menjual vcd bajakan baru saya kaget. Astaganaga, ternyata saya masih ada di Jakarta! Kesibukan otak saya “berbicara” dalam bahasa Inggris membuat saya lupa tidak sedang berada di luar negeri sehingga saya bisa tenang menyaksikan kedua remaja itu berciuman dalam jarak yang sangat dekat dengan saya.
– o –
Ketika 2 orang jatuh cinta, dunia mendadak mengerut drastis. Rasanya di dunia ini tidak ada orang lain kecuali diri mereka berdua. Orangtua, handai taulan, teman-teman, rekan-rekan kerja dianggap tidak ada. Perkataan atau nasihat orang-orang di sekitarnya terdengar seperti suara angin semilir. Mereka lupa ada orang-orang yang hidup dekat dengan mereka, yang akan ikut terlibat apabila percintaan ini sudah mengarah ke sebuah titik, pernikahan. Bagi orang Kristen sebuah pernikahan hanya boleh terjadi satu kali sepanjang hidup. Pernikahan adalah titik di mana yang bersangkutan tidak bisa melangkah balik. Karena itu orang-orang dekat mereka akan berusaha mengingatkan apabila dalam merajut kisah kasih mereka lupa untuk melihat, apalagi mulai menyiasati, perbedaan-perbedaan di antara mereka yang kelak berpotensi merusak kisah pacaran mereka, terlebih lagi mengandaskan bahtera perkawinannya. Mereka tidak ingin kita menuruti anjuran konyol Kahlil Gibran yang mengatakan, “Jika cinta sudah memanggilmu, pasrahlah dan menyerahlah walau pisau di balik sayapnya akan melukaimu.” Mereka akan berusaha membangunkan kita dari mimpi indah apa pun risikonya. Teman sejati tidak pernah menghalangi Anda, kecuali ketika Anda berjalan menuju jurang.
Jika kita tidak berpendapat, “Luka karena cinta adalah luka yang paling nikmat,” marilah kita duduk sejenak menelisik perbedaan-perbedaan yang mungkin ada yang selama ini luput dari perhatian kita. Bukan untuk mendapatkan alasan memecat kekasih kita, tetapi untuk bersama mencari solusinya.
- o -
1** Adat-istiadat
Suatu malam saya diajak Pak Pendeta melayat seorang jemaat Tapanulinya yang meninggal. Ada peralatan orkes di sebuah panggung di depan rumah. Begitu rombongan kami tiba, para musisi memainkan sebuah lagu rohani. Oleh tuan rumah kami dipersilakan masuk ke rumah. Ruang depan itu kira-kira berukuran 4 x 5 meter dan lantainya ditutup tikar. Kami duduk berkeliling bersandar dinding. Setelah duduk baru saya menyadari yang ada dekat di depan saya bukanlah sebuah peti mati, tetapi sebuah tempat tidur kayu berkaki pendek. Di atas dibaringkan jenasah ibu tuan rumah. Tubuhnya ditutup selimut sampai ke dada, wajahnya ditutup kain tipis transparan. Saya merinding. Saya menoleh sekeliling melihat wajah teman-teman. Mereka tampak santai. Tentu saja, mereka berasal dari etnis yang sama dengan almarhumah. Sedangkan saya? Inilah pengalaman pertama saya di Medan.
Seorang nenek masuk dan duduk bersimpuh dekat kepala jenasah. Ia menyingkap kain penutup wajah almarhumah sehingga saya ikut melihatnya. Ia membelai wajah itu dengan sayang. Mencium dahinya. Lembut mengucapkan kalimat-kalimat yang tidak saya kenal di telinganya. Menggumankan sebuah lagu. Kasih yang ditunjukkan membuat saya berpikir ia adik almarhumah. Ia menutup kembali wajah itu dengan kain. Syukurlah, saya lega. Kalau saja ia lupa, pasti malam itu saya akan mendapat mimpi indah. Nenek itu masuk ke dalam.
Sesaat kemudian ia keluar membawa setumpuk piring kaleng dan membagi-bagikan kepada kami. Bersama dengan 2 orang, nenek juga membagikan nasi dan lauk. Lamat-lamat saya mencium bau formalin. “Aduh Nenek, sudahkah tadi di belakang Nenek mencuci tangan dengan sabun?” tanya saya dalam hati.
“Saya keluar saja. Saya sudah makan,” bisik saya ke tetangga sebelah yang penatua.
“Jikalau piring sudah dibagi, apalagi oleh keluarga tuan rumah, jangan menolak makan,” ia balas berbisik. “Bagi orang Batak, itu penghinaan yang tidak termaafkan.”
Kasihanilah saya ya Tuhan, kuatkanlah tubuh ini agar mual tidak menggocoh perut hamba ketika menelan hidangan ini.
Waktu kami pulang, saya melihat banyak pelayat duduk di luar rumah. Beberapa orang menyalami kami. Agaknya mereka kerabat dekat almarhumah. “Jika saja sebelum berangkat tadi saya tahu duduk di luar rumah bukan sebuah ketidaksopanan, pasti saya tidak mengalami penyiksaan batin. Malah saya bisa belajar jadi singer,” kata saya kepada penatua itu. Ia terkekeh.
Karena itu kemudian saya rajin bertanya kepada teman-teman dari etnis ini apabila saya akan melayat sehingga saya bisa mendatangi keluarga yang berduka dengan nyaman tanpa membuat mereka tersinggung.
– o –
Apakah bila dua orang berasal dari satu etnis tidak akan muncul perbedaan? Belum tentu. Budaya setempat atau pola pikir masyarakat di mana ia tinggal, bisa merubah sebuah adat istiadat yang pernah diakrabinya walaupun tidak terlalu signifikan.
Setiap tahun kami berempat pulang ke Jawa untuk berlibur selama 14 hari. Tahun itu pada waktu kami berada di kota kelahiran kebetulan ada seorang famili istri punya gawe menikahkan anaknya. Kami diundang untuk datang di malam widodaren sekalian reuni keluarga. Saya terkejut ketika sampai di gedung pertemuan itu. Yang hadir sekitar 200 orang. Saya dikenalkan dengan banyak orang dan diberitahu bagaimana memanggil mereka. Dalam tradisi Jawa sebutan yang menunjukkan posisi seseorang dalam keluarga terhadap kita tidak sulit. Saudara tua ortu kita panggil Pakde dan Bude. Sedangkan saudara muda ortu kita panggil Paklik atau Bulik. Tidak demikian dalam adat Tionghwa.
Seorang dosen mencolek saya. “Hayo, masih ingat kamu harus memanggil aku apa?” tanyanya menggoda melihat saya bingung. Ibunya punya adik lelaki yang adalah ayah mertua perempuan saya. Biasanya kami hanya saling menyebut nama tanpa embel-embel. “Embuh,” jawab saya.
Putri bungsu saya menarik-narik tangan saya. Wajahnya keruh. “Baru saja diberitahu, sudah lupa harus memanggil apa. Piye to kamu ini?” begitu ia ditegur berulang kali karena ia tetap saja ber-Oom dan ber-Tante. Saya membawa kedua puteri saya ke sudut gedung memisahkan diri. Lalu kami berbincang-bincang sendiri dan asyik bergurau.
Seorang encim tua dalam pakaian kebaya berjalan mendekati tempat duduk kami. Ah, pasti ia mau memanggil kami untuk makan. Kami terkejut ketika ia sudah di depan kami jarinya menunjuk-nunjuk si bungsu sambil memarahinya dalam nada tinggi. Apa yang membuatnya marah? Ia melihat si bungsu yang masih SD itu berdiri di atas kursi untuk mengobrak-abrik rambut saya yang merupakan kesukaannya untuk mengungkapkan rasa jengkel sekaligus sayangnya kepada saya. “Anak tidak sopan! Kamu harus ingat, anak itu tidak boleh memegang kepala bapaknya. Itu kurangajar. Kamu bisa kuwalat. Rejeki jauh, jodoh seret!”
Kami bertiga membeku. Saya tidak suka melihat sikapnya itu. Saya terpaksa diam karena ia termasuk sesepuh keluarga besar ini. Ketika ia berjalan meninggalkan kami, puteri sulung saya yang sudah SMA berdiri. “Nenek ini perlu dihajar,” katanya sewot. “Bapak-bapaknya sendiri apa urusan dengan dia. Apa hak dia memarahi adik? Biar aku beritahu dia siapa yang sebetulnya kurangajar.”
Wah gawat, cewek Medan tensinya naik. Tangannya saya tarik sehingga ia terduduk kembali. Saya menoleh si bungsu. Wajahnya pucat. “Sekarang kita berada di kuil Siauw Liem Sie yang tidak kita akrabi tata kramanya. Sudahlah, anggap saja nenek itu sudah pikun sehingga dia mengira kita ini anak-cucunya sendiri,” saya mencoba menghibur mereka.
– o –
Sudah 7 tahun saya meninggalkan Medan ketika SMS itu masuk. Seorang pemuda Tapanuli mantan murid remaja Sekolah Minggu saya, yang meminta gitar kesayangan saya untuk kenang-kenangan, yang bapaknya mengerjaiin saya saat pertama kali saya melayat orang Batak, bercerita tentang gadisnya yang Tionghwa. Ia tidak tahu bagaimana caranya menempel orangtuanya yang jelas tampaknya tidak suka melihat ia menjalin cinta dengan puterinya. Singkat jawab saya. “Daripada kamu bingung, daripada kamu stress, tinggalkan gadis itu, cari yang lain dari etnismu.” Orang cari pacar itu ‘kan bukan untuk cari penyakit jiwa? Kalau kita mencari pacar untuk menjadi pendamping hidup kita agar kita hidup bahagia, hentikanlah sejenak kesibukan peluk-cium kita. Ajaklah ia duduk untuk membicarakan perbedaan-perbedaan yang ada dengan jujur dan tanpa prasangka. Bukan saja yang ada di antara kita berdua, tetapi juga yang ada di antara dua keluarga. Jangan lupa, sebuah perkawinan dalam masyarakat negeri ini masih mengikutsertakan keterlibatan masing-masing keluarga.
Jika Anda merasa canggung untuk menghormati orangtua kekasih Anda dengan mengepalkan tangan sambil membungkukkan badan seperti adegan dalam filem silat Hongkong, ceritakanlah kepada sang kekasih. Juga kebiasaan-kebiasaan keluarganya yang tampak aneh bagi Anda. Bersendawa panjang saat makan bersama, misalnya. Pikirkanlah bersama solusinya atau bagaimana Anda harus menyikapinya.
Jika Anda keberatan berlutut sungkem di hadapan orangtuanya ketika mereka merayakan sebuah peristiwa istimewa karena menurut Anda itu tidak Alkitabiah, ceritakanlah kepada sang kekasih jauh-jauh hari. Mungkin saja orangtuanya memberitahu Anda lewat anaknya, mereka tidak berkeberatan Anda mengganti ritual itu dengan mencuci kaki mereka berdua.
Percayalah, orangtua kekasih kita juga tidak akan berkeras kepala mempertahankan adat mereka apabila keberatan kita dikemukakan dengan sopan dan hormat tanpa merendahkan adat istiadat mereka. Kata Napoleon Hill, “Selama Anda belajar untuk menghargai mereka yang tidak sependapat dengan Anda, selama Anda dapat mengatur kata-kata Anda pada mereka yang tidak Anda kagumi, selama Anda membentuk kebiasaan melihat sisi kebaikan di balik keburukan yang ada pada orang lain, maka Anda akan sukses dan bahagia.”
Begitu pula yang pasti telah dilakukan oleh pengirim SMS itu kepada saya. Setahun kemudian saya mendapat kabar dari pendetanya yang berlibur ke Jawa dan berkunjung ke rumah saya, ia telah menikahi gadis cinta pertamanya itu dan hidup berbahagia.
(bersambung)
PS : Menyenangkan sekali apabila para pembaca situs ini yang berasal dari berbagai etnis juga mau membagikan adat-istiadatnya sehingga membantu mereka yang sedang menjalin percintaan dalam mencari solusi perbedaan-perbedaan di antara mereka.
Normal
0
MicrosoftInternetExplorer4
Normal
0
MicrosoftInternetExplorer4
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt;
mso-para-margin:0in;
mso-para-margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:10.0pt;
font-family:"Times New Roman";}
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt;
mso-para-margin:0in;
mso-para-margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:10.0pt;
font-family:"Times New Roman";}
Serial Cinta Pertama,
bagian ke-1: Cinta pertama jangan membuat bodoh.
bagian ke-2: Cinta pertama terganjal mitos.
@purnomo: bicara soal cinta.....
Bicara soal cinta,.... saya jadi ingat cinta pertama saya saat SMA dulu, yaitu guru bahasa Inggris saya. Orangnya anggun, berwibawa (katanya dulu mantan pramugari). Namanya Bu Constantine. Sampai-sampai di halaman belakang buku latihan bahasa Inggris saya saya sering membuat puisi-puisi cinta (dalam bahasa Inggris) untuk bu guru saya itu...
Shalom!
(..shema'an qoli,..adonai..)
(...shema'an qoli, adonai...)
bu constantine?
saya juga waktu sma diajar bahasa inggris oleh guru dng nama sama, bu constantine.. apa ebed dulu sekolah di regina pacis?
@y-control: yang benar, nih?
Ah, yang benar, nih y-control? Saya tidak bersekolah di regina pacis, sih. Tapi bu Constantine itu memang bukan guru asli di sekolah saya, pindahan dari mana gitu, saya lupa. Nah, kalau bro y-control kurang-lebih sejaman dengan saya, bisa jadi memang kita membicarakan orang yang sama. Orang agak tinggi, tapi nggak tinggi banget. Rambutnya pas seleher gitu, agak bergelombang, berkaca-mata. Pokoknya penampilannya anggun banget. Dia punya anak gadis satu, namanya Adeline (panggilannya adek), di sekolah yang sama dengan saya, tapi beda kelas. Aduhh,...saya jadi gugup nih, bro. Ngetik saja sampai gemetaran ini, hi..hi... Jangan-jangan memang benar dia. Ampuunn, dah. Betul kalau orang bilang first love never dies. Kalau memang iya nih, benar-benar seperti kata pepatah: asam di gunung, garam di laut, ketemu di SS, ha..ha..ha..
Shalom!
(..shema'an qoli,..adonai..)
(...shema'an qoli, adonai...)
mirip
saya duduk di bangku sma tahun 96-99 di solo.. waktu itu bu cons berambut pendek seleher dan berkacamata, cuma saya tidak tahu nama anaknya... mungkin aja memang kita bicara orang yang sama... hanya kalo bagi saya bu constantin itu saya ingat sebagai guru yang agak galak tapi juga ngajarin nyanyi 'i'm nobody's child.. i nooobody's child" dan "morning has broken lalalala.. praise for the morning.." hehehe..
@y-control: Aduhh,..jangan-jangan itu memang dia....
Gusti Allah,....senang menyanyi lagu-lagu barat jugakah, bro? Saya tamat SMA sebelum anda, tapi tidak jauh sekali. Perkiraan terbaik saya, saat anda sedang SMU itu putrinya sedang kuliah, makanya tidak bro jumpai di sekolah. Nama beliau juga bukan nama yang umum. Ya ampunn, jangan-jangan memang itu benar dia, bro!
Aduhh Gusti, kalau sampai itu memang bu Constantine cinta pertama saya dulu, benar-benar ujian yang berat bagi saya. Jujur saja, bro, dulu saja bayangannya itu sangat sulit hilang dari pikiran saya, bahkan bertahun-tahun setelah saya tamat SMA. Baru setelah saya menemukan istri saya sekarang, bayangan itu betul-betul bisa saya lupakan. Kaput!
Saya biasanya senang joke dengan siapa saja, bro. Itu sudah jadi pembawaan saya. Namun, tanpa bermaksud menghianati istri saya yang tercinta, sejak saat percakapan pertama kita mengenai beliau, saya jadi suka melamun sendiri, ditanya tidak menjawab, dan jadi sulit untuk berkonsentrasi. Semua jadi kacau.
Mas Purnomo memang betul. Cinta pertama bisa bikin orang jadi bodoh. Sekarang baru saya sadari betul itu. Benar-benar membuat orang jadi bodoh, doh, doh, doh, banget. Tolol. Tidak rasional. Goblok. Pokoknya semuanyalah. Ya seperti saya sekarang ini....
Shalom!
...shema'an qoli, adonai...
(...shema'an qoli, adonai...)
YC & Ebed, Guru bahasa asing?
Komentar Anda berdua membuat saya terlempar ke masa lalu ketika saya duduk di kelas 1 SMA. Guru bahasa asing saya juga mempesona. Ia guru bahasa Perancis dengan wajah Timur Tengah. Suaranya merdu dan berlagu ketika ia mengucapkan kalimat-kalimat Perancis. Saya sering malu karena saking terpesonanya ketika ia memberi saya pertanyaan, saya tidak tahu apa yang ia tanyakan. Biarpun mata terbuka lebar, telinga tidak berfungsi karena seluruh RAM otak sedang dipakai oleh aplikasi imajinasi. Imajinasi seandainya ia jadi cinta pertama saya.
Sweet memory.
mau lihat sekarang?
waduh, kang ebed... pokoknya asal melamunnya jangan sambil nyetir aja gpp hehe..
oya, saya coba googling2 dan akhirnya ketemu juga wajah bu constantin yg sekarang lho! jujur saja, saya sendiri pangling, bukan hanya dengan beliau tapi wajah-wajah beberapa guru yang dulu sempat mengajar saya di sma. tidak menyangka ternyata 10 tahun itu cepat sekali
coba klik aja di sini
@y-control: matursuwun, bro...
Waduhhh,...makasih banget bro,..mmmuaachhh, mmuuaachhh, mmmuaaaach,....sayang telkomflash sy gak 'kuat' mendownloadnya. Ok, demi bu constantine saya akn cari waktu ke warnet (he..he..)
(...shema'an qoli, adonai...)
(...shema'an qoli, adonai...)
coba deh, fotonya
bu constantin
@y-control: hah ?!?!?
walah.. tak seperti imajinasiku >.<
terkejut ( o.O )
-anak kecil berbicara, didengarkah?-
Satu lagi pendapat seorang anak kecil yang tersasar ke dunia orang dewasa dan memberanikan pendapat.
-anak kecil berpendapat, didengarkah?-
kurus
semula saya juga hampir tidak percaya itu bu constantin, tampak sangat kurus, mungkin dia pernah jatuh sakit keras.. saya kurang tahu.. tapi semoga memang ini bu constantin yg dimaksud ebed
@y-control&raissa: thank you...
@y-control: Saya jadi agak bingung bro. Orang bilang mata itu ciri khas seseorang. Nah, matanya itu memang mirip, tapi saya agak kesulitan mengenali ciri-ciri lainnya. Seingat saya dulu orangnya lebih berisi. Kalau anda saja sudah 10 tahun lewat, saya lebih lagi, ha..ha.. Memang waktu yang sangat lama, dan seseorang bisa banyak berubah. Apalagi saya tidak punya foto pribadinya. Wah, agaknya harus inspeksi langsung ke Solo nih, he..he... Anyway, thanks bro y-control. Kita hanya saling mengenal di dunia maya, namun anda mau meluangkan waktu untuk 'mengobati' rasa penasaran saya. Itulah yang paling penting sekarang, karena a friend in need, is a friend indeed. Thks Bro!
@raissa: Iya, Sa, saat saya pertama melihatnya juga agak sulit mengenalinya. Namun seperti kata pepatah, "Kecantikan seorang wanita memancar dari dalam dirinya". Dan dari postinganmu, saya juga yakin kamu (&user-user female lainnya) juga memiliki inner beauty tersendiri...
(...shema'an qoli, adonai...)
(...shema'an qoli, adonai...)
hmmm... jadi inget Mery...
Padahal kami sudah tunangan, di hadapan orang tuanya saya selipkan cincin emas putih dengan permata yg indah dan mungil di jari manisnya, sebagai tanda cinta saya kepadanya, walaupun tanpa acara pertunangan yg 'wah'.
Sehari sebelum hari raya imlek, saya diundang makan bersama dengan keluarganya, bila saya ingat kembali sungguh bahagia sekaligus menyakitkan.
Dialah cinta pertama saya sampai detik ini.
Tapi gpp mas Purnomo, blog anda memang top, salut.
Lagu ini yg sering saya dengar bila mengingat dia
http://www.indowebster.com/merindumu_delon.beri.nilai.1
>>>=GOD=LOVE=YOU=>>
If Not Us, Who?
If Not Now, When?
Cintaku nggak bisa dilupakan...ooh NO(keluh kesah Penonton)
Dari balik layar monitor,
Berbicara tentang masalah cinta (tak peduli apapun alurnya)seringkali malah bisa terasa bagaikan mengorek sebuah luka lama.Masalahnya tidak semua orang mempunyai kisah cinta yang mulus dan indah.Kisah cinta yang dikenang oleh orang-orang yang mengenangnya selalu berkisar antara kisah cinta yang indah (luar biasa berkesan) dan kebalikannya,kisah cinta yang menyakitkan.
Bagaimanakah dengan para pembaca sekalian, apakah anda merupakan orang-orang yang cukup beruntung untuk memiliki sebuah kenangan Cinta yang indah, sehingga dirasa pantas untuk disimpan di dalam hati selamanya?
Berbicara tentang masalah cinta, biarlah kiranya kita melupakan sekejap pertanyaan-pertanyaan membosankan di atas.Pada kesempatan kali ini, saya hendak menggunakannya untuk berbagi sedikit cerita serta mengajak para pembaca agar bisa turut menyelami pengalaman Cinta ala seorang Penonton.
Bagi seorang penonton, mencari seorang kekasih dapat digambarkan sebagai sebuah proses ritual yang penting.Mungkin ada di antara pembaca yang berpikiran," penonton ini berasal dari jaman batu kalee....,cari pacar ajee masih pake ritual-ritual segala....".
Saya serius......memang cara saya yang terkesan terlalu "memilih-milih" calon pacar atau pasangan hidup dinilai oleh sebagian orang sebagai sebuah cara kuno yang ketinggalan zaman.
Ada yang bilang, "oiii..penonton....keburu tua loe.....milih melulu seh!!"
Eiit...tunggu dulu, stop, jangan pojokan dirikuu......please dengarlah penjelasanku.....
Berdasarkan survey terhadap pasangan muda yang melangsungkan pernikahan di tahun 2007-2008 di Australia, tergambar bahwa kemungkinan terjadinya sebuah perceraian dari setiap total 5 pasangan nikah, terdapat kecenderungan 2 pasangan akan memutuskan untuk mengahiri ikatan pernikahan dengan cara perceraian.
Memang jumlah total pasangan muda yang dimasukan kedalam survey tersebut hanyalah berjumlah +/- 300.000 pasang saja dari sekitar Sydney (NSW).Survey tersebut juga merupakan kelanjutan daripada survey Dept.pertumbuhan penduduk yang secara rutin dilakukan setiap tahun guna memantau pertambahan jumlah penduduk di negara bagian NSW.
Yang ingin penulis tekankan disini adalah, adanya data-data hasil survey yang menunjukan kecenderungan pertambahan angka perceraian terhadap pasangan muda.Melihat data-data hasil survey tersebut, terus terang......perceraian seakan-akan telah menjadi sebuah hal yang BIASA (ngeri nggak tuh?).
Nah berhubung penonton belum berkesempatan untuk mengikat sebuah ikatan pernikahan, nggak salah donk kalau tindakan-tindakan pencegahan dilakukan guna menghindari ancaman perceraian di kemudian hari,Saya tentunya memilih untuk lebih extra berhati-hati dalam memilih seorang "calon", ketimbang hubungan pernikahan seorang Penonton buyar di tengah jalan.
Bagi yang sedang menjalani masa-masa pacaran......
Berbahagialah, karena saat-saat itu akan selalu terkenang didalam ingatan anda (jika sampai berahir dengan pernikahan).Masa pacaran memang seringkali digambarkan dengan kiasan "Dunia Milik Berdua".Pada saat pacaran, sepasang manusia akan berusaha mati-matian untuk memikat lawan jenisnya, agar bisa sampai kepada tahap pelaminan (kalau normal lhooo...).
Nah.....
Berhubung hukum yang dipakai adalah; mine is yours ..and yours is mine....maka keinginan untuk "memiliki" si lawan jenis seringkali terlihat/terasakan bagaikan sebuah "kekangan".Banyak anak-anak muda yang mengeluh tentang hal ini ,dimana setelah mempunyai seorang pacar atau kekasih...rasanya kok jadi nggak bebas yah....?
Ini nggak boleh....itu nggak boleh....dan sebagainya.....
Jangan menanyakan, kenapa kita seakan-akan merasa "ingin memiliki" kekasih kita secara sepenuhnya di saat pacaran, saya penulis juga kurang jelas sebabnya....
Pokoknya pingin banget deh untuk memilikiiii si Doi.......
Para pembaca yang pernah merasakan berpacaran tentunya tahu donk apa yang dimaksud oleh Penonton.
Yang heran adalah....meskipun kita tahu bahwa diri kita seakan-akan terkekang dan kehilangan kebebasan....
BUT...Tapi....
Rela deh........asal demi yayang.....apa pun akan aku lakukan deh.......he he he
Singkat cerita...Penonton ahirnya sempat berpacaran deh.Sempat menikmati panas dingin api asmara dan sempat mencicipi first kiss segala lhoo......trus sempat first hug (mana duluan seh...ciuman pertama duluan atau pelukan pertama?)......pokoknya semuanya komplit satu paket deh....titik.
Pada saat itu nggak tahu kenapa.....pokoknya segalanya terasa menyenangkan dan bergairah.Kalau mau pergi ke mall, pasti deh ada yang menemani.Kalau mau ke kantor, pasti deh ada yang anter-jemput.Pokoknya nggak pernah merasa kesepian lagii.......
Segalanya indah...berbunga--bunga....ooo..oo....pelangi dimana-mana.....oooo.....bau keringat serasa parfum...oooo....naik-naik ke puncak gunung.....tinggi-tinggi sekali......(kok jadi nyanyi?)
Sampai suatu ketika...
Pada suatu hari hubungan cinta yang sudah dijalani selama kurang lebih 2 tahun, 3 bulan, 1 minggu,3hari, 12 jam, dan 25 menit.....terpaksa...dengan sedih hati harus berahir.
Nggak jelas kenapa hubungan cinta kita tidak dapat dipertahankan.Segala hal-hal indah yang pernah kita lewati bersama,perlahan tapi pasti berganti bagaikan neraka dunia.Coba bayangkan jika kita harus selalu berdebat dengan seseorang yang seharusnya menjadi seorang yang paling kita cintai......mana tahaan???
Si Yayang yang tadinya ku sayang-sayang......ku panggil "kamu" gara-gara menyebalkan.....
Tidak ada lagi rasa ingin menemani sang kekasih untuk pergi ke mall, atau untuk pergi nonton bioskop berduaan di malam minggu, dan juga rutinitas-rutinitas lainnya...
Aku berusaha menghilangkan bayangan dirinya dari pikiranku....
Foto-foto telah ku bakar....
Kaset, VCD, dan lagu-lagu telah ku buang jauh-jauh.....
Surat-surat telah ku kunyah dalam-dalam......
Apa daya ingatan tentang diri'nya masih tetap setia menempel di dalam ingatanku......
Apakah itu tandanya aku masih mencintaimu?
From OZ....far...far...away..
xxx
@Penonton, memori cinta pertama tidak bisa terhapus
Apakah itu tandanya aku masih mencintaimu?
Bagi saya, jawabnya “yes” tetapi hanya dalam memori saja, tidak dalam dunia nyata. Cinta pertama harus dikarantina dalam “hardisk” kita. Bila tidak, bisa menjadi virus ‘rindu yang terlarang’ dan merusak cinta yang berikutnya. Apalagi bila kita sudah berkeluarga. [selanjutnya lihat respon saya untuk komentar Ms.Joli]
Thx telah berbagi pengalaman.
@Ken, Mery pada banyak orang
Ken, cinta pertama yang kandas sangat menyakitkan. Saya mengalami, tetapi jauh lebih ringan daripada yang Ken derita. Jika kita tidak kuat, kita bisa tergoda melakukan hal-hal yang negatif yang merugikan diri sendiri atau mantan kita. Kasus pembunuhan adalah yang paling parah. Bisa berupa membunuh diri sendiri atau mantan atau orang yang diperkirakan menjadi penyebabnya.
Serial tulisan yang saya buat belum tentu bisa menjadi solusinya. Tetapi setidaknya saya ingin mereka yang sedang mengalami kepahitan ini bisa mengerti bahwa putus cinta tidak berarti putusnya sebuah kehidupan. Setidaknya, kandasnya cinta pertama dapat dijadikan sebuah pembelajaran untuk mendapatkan cinta berikutnya. Setidaknya, kita menyadari bahwa apa yang terjadi tidak lepas dari rencana Tuhan yang indah buat kita.
@mas purnomo
Saya dengan segala hormat, tulisan anda yg ke 2... saya tunggu....
>>>=GOD=LOVE=YOU=>>
If Not Us, Who?
If Not Now, When?
Cintaku seperti coklat..
Cinta pertama jangan membuat bodoh
Emang Cinta pertama ternyata bisa membuat bodoh ya, tahi kucing bisa berasa coklat.. weekkk.. nggilani..
Beruntung Joli udah lupa apa itu cinta pertama, yang pasti nggak seperti tahi kucing lah.. kalau seperti itu nggak akan lupa seumur-umur..
Cinta yang sekarang-lah yang Joli ingat.. cinta seperti Coklat oleh-olehnya mas Bule.. sekardus coklat beraneka rasa.. ada rasa manis strawbery, ada rasa kecut lemon, ada rasa wisky yang memabukakn, kadang nemu juga rasa pahit pekat dan legit.. bayangkan rasa pahit yang pekat juga legit.. meleleh dimulut namun tetap pahit rasanya, meski coba di nikmati.. tetaplah pahit.. namun ya pahit-pahitnya coklat tetap enak kali.. seperti pahit-pahitnya cinta.. begitukah Purnomo?
Cerita bersambung neh.. semoga para pembaca beruntung bila sambungan-nya adalah cerita cinta pertama si "anak medan"..
@Joli, tak perlu menunggu lama
Cinta pertamalah yang mendorong saya untuk mulai menulis artikel. Dia adalah sumber inspirasi saya. Ketika saya mempublikasikan Operet Natal Anak, semua teman bilang lagu-lagunya jelek. Hanya dia yang bilang “lagumu bagus”.
Tetapi saya harus menghentikan pertumbuhan cinta saya. Kami mempunyai beberapa perbedaan yang sulit dijembatani dan bila memaksakan sebuah pernikahan, kami akan kandas di tengah jalan. Kami tetap bersahabat karena kami berjemaat di gereja yang sama. Sakit memang, tetapi apa boleh buat. Ketika saya menikah ia datang, demikian sebaliknya. Setelah menikah ia pindah kekota lain.
Kenangan kepadanya tidak pernah hilang dan terus mendorong saya menulis. Suatu saat kenangan ini muncul dengan kuat. Saya tidak tahu mengapa. Di mana tempat tinggalnya saya juga tidak tahu. Saya kuatir sesuatu yang buruk sedang menimpa dirinya atau keluarganya. Karena itu untuk beberapa hari saya berdoa untuknya, untuk suaminya (yang juga saya kenal) dan anak-anaknya (yang saya tidak tahu jumlahnya).
Beberapa tahun kemudian ketika cuti pulang kampung saya mendengar dari teman-teman suaminya mengalami sakit parah dan sulit tertolong. Tetapi Tuhan mengasihinya. Sebuah mujizat terjadi dan ia sembuh. Saya bertemu orangtuanya yang memberi saya alamatnya dan berpesan agar mengunjunginya bila kebetulan saya bertugas dikota itu. Tetapi saya tidak melakukannya.
Setelah saya kembali kekota saya, suatu hari ibunya mengundang saya untuk hadir dalam syukuran ulang tahunnya. Saya datang bersama istri dan anak-anak saya. Surprise. Saya bertemu dengannya. Tetapi yang membuat bingung, semua tamunya seumur dengan yang berulang tahun. Yang tidak seumur hanya saya dan seorang teman yang datang bersama istrinya. Ketika saya menyatakan keheranan saya kepada teman itu, istrinya yang dokter menjawab dengan berbisik, “Tamu yang lebih muda itu mantan-mantan calon menantunya.” Kami cekikikan. Memang, setelah saya mundur dari gelanggang, suaminya yang jadi berikutnya. Tetapi setelah satu tahun, ia juga mundur.
Dalam pidatonya, bunda bercerita bahwa ia dulu dikenal galak terutama dalam mendidik anak-anaknya. Ia mengawasi pergaulan anak-anaknya dengan ketat. E, waktu mengucapkan kalimat ini beliau menoleh ke arah kami. Puteri sulung saya yang duduk di belakang saya mencolek bahu saya sambil berbisik, “Sudah tahu mamanya tidak senang kamu datang, kamu maksa manjat pagar halaman setinggi 2 meter. Ya dia makin anti sama kamu. Tetapi untungnya mamanya galak. Kalau tidak, aku ga jadi lahir di dunia ini.” Ibu dokter itu cekikikan. “Pur, anakmu nuruni kamu ya. Senang melucu.”
Untungnya? Tidak, saya kurang sependapat dengan anak saya. Tuhan yang mengatur, bukan “untung”nya. Dia, saya, teman saya, hidup bahagia. Pasti ketika kepahitan itu terjadi kami tidak tahu apa maunya Tuhan. Tetapi sekarang setelah sekian lama semua berlalu baru kami bisa mensyukuri kandasnya kisah cinta pertama kami.
Salam.
Tanya dong..
Cinta pertama apakah harus dengan pacar pertama? Saya sih gak terlalu mempunyai memori yang banyak tentang pacar pertama saya. Malah pacar ke-4 saya yang lekat menempel dalam space memori saya. Apakah itu aneh atau janggal?
Karena kita sungguh berharga bagi-Nya dan Dia mengasihi kita.