Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Budhisme, Atheisme, dan Pelajaran tentang Konsistensi (by paijobudiwidayanto)

Budhisme, Atheisme, dan Pelajaran tentang Konsistensi
Dipublikasi Artikel blog by paijobudiwidayanto

Berikut ini kembali debat saya dengan orang tertentu. Topik yang
diangkat adalah tentang Budhisme kemudian sedikit berpindah ke
pluralisme. Semoga bermanfaat! Sekali lagi nama-nama yang terlibat
diskusi bukan nama asli.  
Dai:
Budhisme pada dasarnya adalah kata lain dari ateisme.
 
Byne:
menarik nih. kalau boleh tahu apa alasan dari pendapat tersebut ?
 
Dai:
Ok, terlepas dari ketidakkonsistenan budhisme, dalam budhisme the
ultimate reality adalah nothingness. So, kalau memang benar demikian
bagaiman Tuhan ada? Apakah tuhannya budhisme itu nothingness?
 
Saya bilang budhisme tidak konsisten karena dia mengatakan
"nothingness" sebagai the ultimate reality sementara dia setiap saat
berbicara seolah-olah "nothingness" itu adalah "something". So, dia
membabat kakinya sendiri.
 
Byne:
hmm...saya ada bertanya tentang soal ini kepada mereka, dan jawabannya
sebagai berikut :
 
Topik ini bersifat meditatif, dan kata 'nothingness' kalau didiskusikan
dan berupaya dijelaskan secara intelektual, maka artinya bukanlah
seperti apa yang dimaksud, malah nanti menjadi 'something'. Otomatis
menjadi bukan the ultimate reality.
 
Nothingness hanya bisa diselami oleh batin yang hening.. dan jika kita
berupaya menjelaskannya, maka itu bukan nothingness yang
sebenarnya..itu
hanya pendekatan.
 
Buddhisme pada dasarnya adalah agama meditatif, tetapi juga memiliki
sisi intelektual. Jadi keseimbangan antara keduanya. Ini adalah panduan
yang penting sebelum menyelami istilah atau tenet-tenet dalam Buddhism
 
Nothingness adalah suatu kondisi dan juga realita yang mendasari segala
sesuatu. Banyak literatur Buddhis yang sudah mengupas hal ini. Tetapi
realita nothingness hanya benar-benar dapat dipersepsi dengan meditasi
 
Menghubungkan nothingness dengan Tuhan terutama dalam konsep samawi
adalah tidak tepat dan juga tidak nyambung. Karena kedua konsep itu
berakar dari dua hal yang sangat berbeda. Menyama-nyamakan sesuatu yang
berbeda adalah sesuatu yang sia-sia.
 
Ivan Taniputera
 
Dai:
Pada saat mereka mengatakan nothingness adalah sesuatu yang hanya bisa
diselami dengan batin yang hening, bukankah itu mereka menjelaskannya
dengan menggunakan intelektual? Terus apa itu "batin yang hening"?
Mengapa berbeda dari sesuatu yang intelektual? Tahu darimana ada
perbedaan? Perbedaannya dimana?
 
Kembali lagi ke pembedaan antara sesuatu yang "intelektual" dan
"batin". Definisikan dulu kedua istilah itu! Apa hubungan antara
keduanya? Terus tahu dari mana bahwa demikianlah hubungannya?
 
Darimana dia tahu bahwa "nothingness" itu adalah sesuatu yang mendasari
segala sesuatu ya? Pake batin? Lalu apa itu batin? Bagaimana kalau
batin
saya mengatakan bahwa tidak ada yang namanya nothingness alias saya
percaya pada "nothingness of nothing"? Dan kalau beberapa saat kemudian
batin saya mengatakan bahwa tidak ada yang namanya "nothingness of
nothing" lalu saya percaya akan "nothingness of nothingness of
nothing"?
 
Kalau memang orang Budha percaya bahwa Tuhan ada, lalu siapa/apa tuhan
itu menurut mereka?
 
 
Byne:
wah,...aku harus copy paste perntanyaan ini ke ybs dulu bos....
 
terlepas dari hal ini semua....
 
apakah bila mereka terbiasa makan dengan nasi sedangkan kita terbiasa
makan roti, apakah mereka itu keliru karena berbeda dengan kita?
Padahal
baik makan nasi atau roti, semuanya bisa membuat bertahan untuk hidup?
 
atau apakah kita memang dituntut oleh kepercayaan yang kita anut ini
untuk bersikap HOMOGEN? sehingga sulit untuk menerima hal yang
berbeda?.
 
Atau karena kita selalu digiring untuk bersikap SUPERIOR? sehingga
semua harus di sama ratakan?
 
Dai:
Apakah maksud anda terlepas dari perbedaan perdapat dan anda mau
berbicara tentang topik lain yaitu soal superioritas kebiasaan makan?
Atau anda sementara membandingkan antara perbedaan pandangan dengan
perbedaan kebiasaan makan lalu mengambil kesimpulan bahwa karena kita
berbeda kebiasaan makan dan tidak ada kebiasaan makan yang superior
maka
di antara pendapat berbeda tidak ada yang superior? Kalau memang
demikian, saya tidak tau apakah anda sadar kesalahan logika macam apa
yang anda sementara lakukan. Pertanyaan lain juga adalah tahu dari mana
kalau kebiasaan makan yang satu tidak lebih superior dari pada
kebiasaan
makan yang lain?
 
Tapi coba asumsikan dulu sebentar bahwa apa yang anda lakukan bukan
merupakan kesalahan logika. Anda melakukan persis apa yang anda
tuduhkan
orang lain lakukan yaitu merasa superior. Kalau anda tidak merasa
superior mengapa anda menginginkan saya dan orang lain yang seperti
saya
untuk berpandapat bahwa tidak ada pendapat yang superior? Bukankah
dengan melakukan itu anda sendiri merasa bahwa pandangan bahwa "tidak
ada pandangan yang superior" adalah pandangan yang lebih superior dari
pandangan bahwa "ada pandangan yang superior"? Siapa yang lebih
konsisten? Saya atau anda?
 
Terus, kalau memang anda mau beranalogi mengapa anda membandingkan
perbedaan pandangan dengan perbedaan antara kebiasaan makan nasi dan
kebiasaan makan roti? Kenapa anda tidak membandingkannya dengan
perbeda?
 
Tentang sulit menerima perbedaan, saya tidak mengerti maksud anda.
Apakah anda mengatakan bahwa saya tidak bisa menerima perbedaan? Tahu
darimana kalau saya tidak bisa menerima perbedaan? Siapa yang
mengharuskan bahwa kalau kita menerima perbedaan pandangan maka kita
harus menganggap semua pandangan itu sama dan tidak ada yang superior?
 
Kalau memang demikian standar anda, maka anda sementara melakukan
persis seperti yang anda tuduhkan pada saya yaitu anda tidak bisa
menerima bahwa saya berbeda pandangan dari anda. Anda tidak bisa
menerima kalau saya menuntut sesuatu yang homogen (kalaupun tuduhan
anda
benar). Dengan kata lain anda sementara menuntut saya untuk homogen
dengan anda dan menganggap semua pendapat setara. Apakah anda dituntut
oleh kepercayaan yang anda anut untuk bersifat HOMOGEN seperti itu?
Please be consistent my friend! Please!
 
Lalu apa kepercayaan anda dan tahu darimana bahwa kepercayaan anda itu
benar
 
Byne:
(Tidak ada jawaban sejak 14 Agustus 2008)