Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

BISA MELAWAN PIKUN? – Oma Etik

Purnomo's picture

           Sabtu 12 September 2015 aku diajak beberapa penatuaku ke Wisma Lansia MM di Salatiga. Untuk apa? Jadi wartawan, memotret dan menulis laporan perjalanan di pesbuk. Gaklah, kamera hapeku tak punya flash. Gapapa, pokoknya ikut saja daripada kamu di rumah, anggap saja rekreasi.


          Sewaktu rombongan gerejaku sedang beracara dengan para penghuni panti di aula, aku blusukan di kamar-kamar yang penghuninya tidak ikut acara karena sudah sulit duduk.
         "Dulu di Semarang tinggal di mana, Tante?" tanyaku di sebuah kamar.
         "Di Sekayu. Tahu Sekayu? Itu di Jalan Pemuda. Saya dulu sekolah di Holland School Jl.Pemuda."

          Aku menjawab, "Kalau kita keluar dari Sekayu, sampai di jalan Pemuda, di sebelah kanan ada bioskop Gris?" Dia mengangguk. "Di sebelah bioskop Gris ada gedung Perpustakaan Pemerintah Daerah." Dia tidak menunjukkan reaksi. "Di seberang jalan ada bioskop Royal." Dia mengiyakan. "Di sebelah bioskop itu ada Kampung Basahan yang ada pedagang es yang laris sekali." Dia tampak bingung.



            Semua bangunan yang aku sebut itu sekarang sudah tidak ada lagi. Kalau dia tidak bingung aku mau menanyakan apakah dia tetangganya NH Dini - penulis kondang yang sekarang tinggal di sebuah panti werda di Semarang.

            Aku mengambil foto jadul yang tergantung di dinding dan membawa ke tempat tidurnya. "Ini papa mama Tante dan cici?" Dia mengiyakan. "Papa kerja apa?"
           "Saya tidak tahu," jawabnya.
           "Jaman dulu orang yang bisa membuat foto pasti uangnya banyak. Masa Tante tidak ingat?"
           "Tidak tahu," jawabnya tanpa berusaha mengingat.
           "Cici sekarang di mana?"
           "Tidak tahu. Dulu juga di sini lalu pindah karena tidak kerasan."

            Aku ambil foto lainnya, gambar seorang perempuan muda. "Ini foto siapa?"
           "Tidak tahu," jawabnya.
           "Coba diingat dulu."
           "Tidak tahu," jawabnya segera.
            Dari nama yang dicantumkan di situ, aku tahu itu foto dirinya. Tetapi dia tidak berusaha mengingat-ingat. Jendela-jendela di kamar ingatannya telah menutup satu persatu dan agaknya dia tidak pernah mengerahkan tenaga untuk berusaha membukanya.
 
             Sewaktu di aula acara makan sedang berlangsung, aku bergabung. Ini kebiasaan jelek, tak perlu ditiru. Belum sempat aku makan suap pertama, seorang penatua pria menghampiri aku.
            "Kamu ditanyakan oleh Etik. Dia tanya kamu masih main gitar tidak."
            "Etik siapa?"
            "Adiknya pendeta Salatiga almarhum."
            "Embuh aku tidak ingat," kataku tanpa berusaha mengingat-ingat. Buat apa buang energi di otakku?

             Seorang penatua perempuan memberi tambahan input, "Etik dulu guru Sekolah Minggu di gereja kita. Temannya Kiki. Mereka perawat di RS Panti Wilasa."
             Eureka, jendela itu sekarang terbuka. Langsung aku membawa kotak nasiku ke meja Etik, penghuni baru panti ini.
            "Masih mengarang lagu?" tanyanya langsung tanpa prolog. "Lagu-lagunya sudah dibukukan?"
            "Heran aku, kamu kok masih ingat? Berapa umurmu sekarang?" tanyaku.
            "65 tahun. Dulu aku mengajar Sekolah Minggu bareng sama Kiki dan Purwi."

            "Ya ya aku ingat sekarang. Kamu bertiga aku datangi di asrama perawat Panti Wilasa, aku ajak ikut ritrit GSM di SPWK Magelang, lalu kamu bertiga mengajar di Pos Citarum yang aku jadikan PLSM - Pusat Latihan Sekolah Minggu - dan di situ aku yg mengajari calon=calon GSM menyanyi."
            "Sudah banyak lagu yang kamu karang?"
            "Gak tahu banyaknya seberapa. Aku tidak rapi menyimpan. Kamu masih ingat lagu ini?" Lalu aku menyanyikan sebuah lagu.

Awan putih, awan putih
bentukmu lucu sekali
sebentar seperti merpati
sebentar seperti kelinci.

                Sebuah jendela di ruang ingatanku telah terbuka kembali. Melalui jendela ini aku bisa melihat masa-masa awal aku mengajar Sekolah Minggu. Aku belum pikun karena bantuan teman-temanku yang rajin membantu aku me-recall memory di hardiskku yang sudah banyak “blank spot”nya.