Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Bagaimana milioner hidup? Bagian 2
Pada bagian pertama sudah saya paparkan tentang hasil penelitian yang ada di buku The Millionaire Next Door. Tentu saja pembahasan dengan bahasa saya dan cara saya. Saya akan lanjutkan empat hal lain yang menjadi hasil penelitian tersebut tetang ciri khas milioner:
4. Orang tua mereka tidak memberikan tunjangan ekonomi.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut delapan puluh persen milioner Amerika adalah generasi pertama. Dengan kata lain, mereka menjadi milioner atas usaha mereka sendiri bukan warisan dari orang tua. Tujangan ekonomi dari orang tua ternyata membuat anak-anak mereka memiliki gaya hidup diatas kemampuan mereka sendiri. Banyak anak-anak milioner yang hanya memiliki pendapatan sedikit tetapi memiliki dua mobil, baju yang sangat bagus, rumah yang besar dengan biaya perawatan yang tinggi. Mereka bisa membiayai itu semua karena mendapatkan uang atau tunjangan ekonomi dari orang tua mereka. Akibatnya begitu tunjuangan itu dihentikan maka mereka menjadi miskin bahkan sangat miskin. Mereka berusaha memiliki gaya hidup seperti sebelumnya tetapi penghasilan mereka tidak mencukupi.
Sementara mereka yang tidak memiliki tunjangan ekonomi akan berjuang keras untuk memenuhi kehidupan mereka dan terus menghemat supaya mereka bisa bertahan hidup. Mereka sangat berhati-hati jika akan berhutang karena tidak ada sumber di luar dirinya untuk membayar hutang. Jadi mereka mempunyai kemampuan yang sudah terasah untuk menghasilkan uang dan berinvestasi. Berbahagialah mereka yang saat ini tidak mendapatkan tunjangan ekonomi dari orang tuanya karena mereka justru memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk menjadi kaya.
5. Anak-anak mereka yang sudah dewasa memenuhi kebutuhan ekonomi sendiri.
Saya cukup heran ketika melihat banyak orang keturunan yang menjadi kaya. Apakah karena mereka memiliki kemampuan lebih baik, diciptakan Tuhan khusus untuk berbisnis atau jaringan yang sudah sangat luas? Akhirnya keheranan saya terjawab ketika melihat mereka sudah dilatih sejak kecil. Sudah menjadi pendangan umum ketikamelihat mereka membantu orang tuanya sejak kecil. Ketika ke ITC Mangga Dua saya menuju ke salah satu took. Saya cari-cari penjual di toko tersebut tetapi yang saya temukan anak berusia sekitar 10 tahun. Ketika saya menanyakan harga sebuah pakaian, dia pun menjawab. Ketika saya mulai menawar, dia pun bisa menurunkan harga. Anak kecil sudah dilatih untuk mandiri secara ekonomi. Memang akhirnya kakaknya datang dan meralat harga yang sudah diturunkan adiknya itu. Saya pun pergi karena harganya dinaikan lagi oleh kakaknya.
Mereka yang menjadi milioner justru melatih anaknya untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Hal ini bukan karena pelit tetapi karena mereka mengetahui itu penting supaya anaknya bisa bertahan hidup. Saya jamin, anak yang saya temui di ITC tersebut tidak akan kesulitan mencari kerja. Bahkan dia akan pandai berbisnis. Dia tidak akan menghambur-hamburkan uang. Berbeda dengan orang-orang yang saya temui di dalam suatu lingkungan dimana mereka mendapatkan tunjangan dari orang lain. Begitu tunjangan atau bantuan tersebut dihentikan mereka kembali menjadi miskin.
Gaya hidup anak-anak milioner tersebut tentu saja membuat orang tuanya tetap menjadi milioner. Tidak terjadi pemborosan yang tidak perlu bahkan mereka mendapatkan tambahan penghasilan karena anak-anak mereka bekerja dengan baik. Bukan hanya itu saja, gaya hidup anaknya menjadi jaminan buat orang tua mereka akan masa depan anak-anak tersebut. Mereka menjadi tenang di masa tua, tidak perlu merisaukan anak-anak mereka karena sejak awal sudah dilatih bagaimana caranya hidup. Sementara mereka yang memanjakan anak justru menjadi kuatir ketika memasuki masa tua, kawatir anak-anak mereka tidak mampu bertahan hidup.
6. Mereka ahli dalam membidik peluang pasar.
Fokus para milioner adalah mengembangkan kekayaan mereka bukan meningkatkan status social mereka. Sementara yang satu memikirkan tentang mobil yang baru, gaya hidup yang mewah, sang milioner justru mencari peluang-peluang baru. Dia berjalan ke tempat-tempat yang tidak terduga dan menemukan peluang pasar. Saya mendengar kisah Bob Sadino dari teman saya. Saat itu dia berjalan melihat peternakan kuda (bukankah orang yang mengutamakan status social tidak mungkin pergi ke tempat seperti itu?). Dia melihat kuda makan kangkung yang bagus. Bob pun mengintruksikan untuk memilih kembali kangkung yang ada. Seleksi, yang bagus dimasukan ke supermarket sedangkan yang jelek menjadi makanan kuda. Dia menggunakan system Quality Control sehingga menghasilkan pangsa pasar yang baru.
Sang milioner pun tidak akan kesulitan mencari modal. Bukankah dia memiliki uang yang cukup untuk memulai usahanya? Bukan hanya itu, karena dia tidak mengutamakan status maka dia bisa bergaul dengan orang-orang menengah kebawah dan mengerti kebutuhan mereka. Ketika dia sedang mengobrol dengan orang-orang di jalan maka dia melihat mereka adalah calon konsumen. Dia hanya tinggal mendengarkan dan meresponi dengan bisnis baru. Itulah mengapa mereka menjadi ahli dalam membidik peluang pasar.
Sementara itu mereka yang bergaul dengan orang-orang kaya juga membahas tentang bisnis baru. Tetapi kebanyakan dari bisnis tersebut sudah ada di pasar. Mereka hanya mengetahui tentang konsumen dari kata orang. Wajar kalau usaha mereka sering kandas di tengah-tengah jalan. Mereka cenderung mengikuti booming dan bisa dikatakan terlambat. Misalnya lagi booming factory outlet, mereka pun membuka foactory outlet tetapi sudah terlambat dan sudah anyak pesaing di dalamnya.
7. Mereka memilih pekerjaan yang tepat.
Ternyata pekerjaan seorang milioner sangat bervariasi. Bahkan diantara mereka ada yang menjadi pengendara truk. Ha? Mungkin Anda heran tetapi begitulah mereka hidup. Mereka memilih pekerjaan yang mereka senangi bukan sekedar gajinya besar. Tetapi mana mungkin seorang pengemudi truk bisa jadi milioner? Mungkin itu yang Anda tanyakan. Itu bisa terjadi karena mereka tidak hanya sekedar pengemudi truk. Mereka memiliki saham atau investasi di bidang lain. Investasi itu dibiarkan oleh mereka dan akhirnya menjadi sangat besar. Tetapi mereka memilih tetap membiarkan dan hidup hanya dari pekerjaannya yaitu pengemudi truk. Sebenarnya bisa saja dia beralih profesi apalagi dia mempunyai banyak uang.
Mereka yang menjadi milioner tidak takut kehilangan pekerjaan dan tidak tergantung pada penghasilan dari pekerjaan mereka. Mereka bisa berpindah kerja sesuka mereka dan sesuai dengan keinginan mereka. Yang menjadi alasan pertama mereka bekerja adalah mereka suka pekerjaan itu. Sementara beberapa orang yang pura-pura kaya justru sangat tergantung pada pekerjaan mereka. Alasan utama mereka bekerja adalah mendapatkan penghasilan lebih banyak lagi tidak peduli mereka suka atau tidak dengan pekerjaan tersebut. Tentu saja mereka sangat takut kehilangan pekerjaan mereka karena mereka tidak mempunyai cadangan uang untuk hidup setelah kehilangan pekerjaan.
Bagitulah ciri khas milioner hidup. Saya ambil intinya dari buku tersebut dan saya terangkan secara bebas supaya menjadi sederhana dan mudah dipahami. Jika ingin yang lebih detail saya sarankan belilah buku tersebut dan bacalah 365 halaman di dalamnya termasuk kata pengantar dan lampiran-lampiran. Saya tahu saya belum menjadi milioner tetapi saya yakin saya sudah on the track. Jika Anda belum menjadi milioner, pastikan Anda sudah on the track, pada jalurnya. Menjadi milioner itu bukan suatu dosa tetapi lebih baik dibandingkan menjadi pemboros.
Small thing,deep impact
- Sri Libe Suryapusoro's blog
- 6001 reads