Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Awalan menge- dan penge-

bennylin's picture

Awalan menge- dan penge- merupakan awalan yang tricky untuk dicari akar katanya. Hal ini dikarenakan akar katanya dapat berupa salah satu dari ketiga hal di bawah:
-kata bersuku satu (mis. mengebom, mengecat, dll) dan kata "tahu" (mis. mengetahui, pengetahuan, dll)
-awalan "meng-" yang berpasangan dengan kata berawalan "e" yang bersuku banyak (mis. mengejek, mengeja, dll)
-awalan "meng-" yang berpasangan dengan kata berawalan "k" yang mengalami peluluhan - (mis. mengelola, mengenal, dll)
*selain itu masih ada satu jenis lagi, yakni yang akar katanya merupakan bentukan dari kata depan "ke"+kata dasar, misalnya "mengedepankan, mengesampingkan, mengemukakan, dll"

Masalahnya sekarang adalah bagaimana mengenalinya? Jangankan orang asing yang belajar bahasa Indonesia, orang Indonesia sendiri saja belum tentu mengetahui akar kata "mengepul". Apakah "pul", "epul", atau "kepul"? Sebagai orang Indonesia, saya tahu kata "pul" tidak ada, karena kata-kata bersuku kata satu sedikit jumlahnya dan cenderung tidak bertambah. Lalu bagaimana seseorang yang memiliki pertanyaan seperti itu dapat menemukan jawabannya? Terpaksalah kamus yang besar dan berdebu itu dibuka.

Pertama-tama entri "epul" dicoba diperiksa. Ternyata di antara "epsilon" dan "er" tidak ada kata "epul". Pencarian singkat untuk kata "kepul" membuahkan hasil.

kepul n gumpalan asap (awan) yang tampak tebal;

Jadi ternyata akar kata "mengepul" adalah "kepul". Terima kasih kepada kamus tebal yang jarang dibuka.

Oke. Sekarang bagaimana dengan "mengembara", "mengemis", dan "mengeram"? Buka lagi kamusnya.

kem.ba.ra → embara
em.ba.ra, meng.em.ba.ra v pergi ke mana-mana tanpa tujuan dan tempat tertentu

(entri "kemis" tidak ditemui)
emis [tanpa pemenggalan suku kata, em.is atau e.mis?], meng.e.mis [ternyata e.mis] v 1 meminta-minta sedekah; 2 ki meminta dengan merendah-rendah dan dengan penuh harapan

ke.ram, meng.e.ram v 1 tinggal saja (di rumah), tidak pergi ke mana-mana 2 ki tinggal terkurung (di penjara)
eram, meng.e.ram v 1 duduk mendekam untuk memanaskan telur agar menetas (tentang ayam, burung); ki lama sekali; 2 duduk menderum, mendekam; 3 turun; lengkung (tentang lantai, tanah, jalan)4; cak tinggal di rumah (tidak pernah pergi ke luar rumah); mengurung diri di rumah

Dari ketiga contoh di atas bisa dilihat bahwa:
- kata "mengembara" memiliki akar kata "embara", sedangkan kata "kembara" - yang juga dijumpai di samping kata "embara" - dialihkan ke entri "embara"
- kata "mengemis" memiliki akar kata "emis", dan tidak dijumpai bentukan "kemis"
- kata "mengeram" tidak jelas apakah akar katanya "keram" atau "eram" karena tidak ada pengalihan di antara keduanya dan keduanya memiliki makna harafiah dan kiasan yang berbeda, dengan makna pertama "keram" serupa dengan makna keempat "eram".

Lalu apakah penting untuk mengetahui akar kata sebenarnya dari kata "mengeram"? Jawabnya adalah tidak, karena ketiga kata di atas tidak pernah dijumpai dalam bentuk bebas alias tanpa imbuhan; "embara", "emis", dan "keram"/"eram" hanya dijumpai dalam bentuk turunannya, yakni jika dilekati dengan awalan dan/atau akhiran.

Masih banyak lagi contoh-contohnya. Dari catatan saya ada lebih dari 150 bentukan yang memiliki awalan "menge-" atau "penge-" yang banyak di antaranya sangat jarang kita jumpai. Jika Anda tertarik, Anda dapat membantu saya mencarikan makna dari kata-kata berikut ini, karena terus terang, membuka kamus dan mengetikkannya memakan waktu yang terlalu lama untuk saya :)

  • mengedangkan
  • mengelantang
  • mengelikir
  • mengembus
  • mengempang
  • mengempaskan
  • mengendap
  • mengentakkan
  • mengepang-ngepang
  • mengepul
  • mengerat
  • mengerikan
  • mengerumit
  • pengerah
  • pengeretan
  • pengerip

Selamat berpusing ria!

NB: Kamus yang digunakan adalah KBBI Pusat Bahasa Edisi Ketiga

 

Update:

Dari pengamatan saya, kata "mengenyahkan" (kata dasar "enyah"), dalam ejaan bahasa Indonesia yang lama ternyata ditulis "dinjahkan" (kata dasar "njah" atau ekuivalen dengan ejaan bau "nyah"); berarti, terjadi perubahan dari kata "nyah" menjadi "enyah" (yang saya duga) dikarenakan kata tersebut lebih sering berpasangan dengan awalan "meng(e)" sehingga huruf  "e"-nya ikut ke kata dasarnya. Hm... menarik...

bennylin's picture

update

NB:

mengelikir->kelikir (via dikelikir)
mengendap->endap (via endapan)
mengepang-ngepang->kepang
mengembus->embus (via berembus, embusan), hembus(?)
mengempaskan->hempas
mengentakkan->hentak

varian baru… meng+kata berawalan (h) yang luluh karena efek bahasa Jawa (silent ‘h’)

 

terpujilah Tuhan,

Benny 

Risdo M S's picture

Mengemis

Kayaknya perlu jg belajar latar belakang sosiologis-nya pak Ben, setahu saya kata mengemis itu berasal dari kebisaan pesantrenan jaman dulu. Biasanya para Santri itu puasa pada hari Senin dan Kamis (Senen dan Kemis, dalam logat Jawa). Lalu pada hari Kamisnya mereka berkeliling minta bantuan sukarela penduduk sekitar untuk keperluan pesantren. Dari situlah istilah "ngemis" muncul. Mungkin beberpa kata lain perlu dilacak juga... wah memang kompleks juga bahasa kita. Hehe

Eirene Humin.

__________________

Eirene Humin.

Ulah's picture

Penggunaan Bahasa

Beberapa hal yang dapat saya komentari:

1. Bahasa merupakan ilmu yang berkembang.  Setiap saat selalu ada perubahan dan tidak monoton. 

2. Menurut yang saya pelajari ada beberapa penggunakan awalan yang mengalami nasalisasi.  Dalam rumusan nasalisasi, setiap kata dasar yang diawali dengan hurup K, P, T, dan S akan luruh dan mendapat imbuhan sengau. Hal yang berbeda adalah untuk kata asing.  Nasalisasi tidak otomatis terjadi.

3. Dari contoh yang disebutkan ada yang perlu mendapat revisi. Bukan mengebom tetapi membom dengan kata dasar bom; Bukan mengecat tetapi mencat.  Mengetahui dari kata ketahui (yang mengalami nasalisasi).

Note: Dulu kita mengenal awal me- tetapi pelajaran Bahasa dari Pusat Bahasa mengatakan bahwa saat ini awalan adalah meng-.

ferrywar's picture

akar kata dan kata

Ada perbedaan antara "akar kata" dan "kata". CMIIW.

Dalam hubungannya dengan imbuhan, "kata" disebut "kata dasar", misalnya "membulatkan", adalah kata "bulat" yang mendapat imbuhan berupa awalan "me" dan akhiran "kan". Maka kata "bulat" adalah kata dasar dari kata "membulatkan".

Kalau "kata" mempunyai arti, "akar kata" tidak. Tetapi meskipun "akar kata" tidak punya arti, tetap mengandung arti tersembunyi yang samar-samar masih terlihat jejak maknanya. Sebagai contoh, akar kata dari kata "bulat", adalah "lat". "Lat" punya makna yang samar yang bermakna "menggulung", "melingkar". Itu terlihat secara samar juga pada kata "ulat", "gulat", "silat" dsb. Tentu saja tidak semua kata yang mengandung "lat" mempunyai akar kata tsb.  "Kuwalat", "alat", "cialat", "srimulat" nampaknya tidak. Akar kata adalah bahasan yang ruwet dan subtil dari para ahli bahasa. 

Tapi kita tetap bisa bebas mendiskusikannya disini.

 

Miyabi's picture

BLOG GOBLOG

Hahahaha...

Ga ada tuh yg namanya awalan menge- dan penge-. Pun bahasa Indonesia mengenal kata dasar, namun tidak mengenal akar kata (radiks).

Yang benar itu bukan awalan menge- dan penge- melainkan me(N)- dan pe(N)-.

N adalah nasalisasi. Bagaimana perubahan-perubahan bentuk dari N, akan tunduk kepada hukum bunyi. Silakan perdalam fonologi untuk memahami hukum bunyi.

Anda musti memahami Linguistik Umum dulu untuk memahami Fonologi. Dan Fonologi musti dikuasai dulu untuk memahami Morfologi.

Blog ini mencoba memahami morfologi, namun cuma mengandalkan common sense.

__________________

".... ...."

ferrywar's picture

betul

Memang betul, awalan "me" ada tapi "meng" dan "men" (dll)tidak ada, dan  cuma nasalisasi dari awalan "me".

Soal "akar kata", tidak seperti dalam bahasa Inggris yang cukup jelas jejaknya, memang bahasa Indonesia tidak dikenal. Tapi kalau kita amati contoh saya "lat" pada "bulat", "gulat", "ulat", apa tidak mungkin sebenarnya ada hanya "tidak kentara"? CMIIW.

"bur" pada "kabur", "sembur", "semburat", "burai" yang terlihat samar-samar ada jejak arti: muncrat, menyebar, keluar.

"sah" pada "desah", "basah", "susah", "resah" yang mengandung konotasi kesedihan, tangis, kemurungan.

Atau cuma kebetulan?

 

 

Miyabi's picture

@ferrywar: duality of patterning

"Lat" pada "gulat", "bulat" atau "ulat adalah contoh duality of patterning. Khusus dalam duality of patterning, sebuah tanda bisa dipecah menjadi dua bagian aa, bb sehingga bisa dikombinasikan dengan penggalan lain ab, ba untuk menghasilkan tanda baru yg bermakna mirip.

Misalnya kita sudah kenal tanda "panadol", maka ketika saya berniat mencipta obat sakit kepala milik saya sendiri, saya bisa mencipta tanda yang mirip misalnya "panamia", atau "panayabi". Dalam hal ini, "pana-" bukanlah akar kata dari panadol, panamia ataupun panayabi. Begitu pula "-mia" bukan akar kata dari "basomia", "sotomia", "pizzamia".

Ada juga kata-kata dalam bahasa Indonesia yang merupakan serapan dari bahasa sansekerta dan kebetulan bahasa ini mengenal akar kata.  Penyerapannya pun melalui tahapan panjang,  misalnya dari sanskrit ke beberapa era bahasa Jawa terlebih dahulu. Dalam hal ini, wilayahnya lebih ke Etimologi dan Linguistik Bandingan Historis, dan jauh dari wilayah kajian Morfologi. Morfologi lebih mengurusi yang sedang berlaku sekarang.

__________________

".... ...."

ferrywar's picture

memang samar

Yang penting, adakah kesamaan arti itu? Kalau ada, maka kita bisa bilang itu adalah akar kata. Kalau tidak ada, maka bisa diragukan. 

gulat-bulat-ulat-silat-jilat memang ada kemiripannya.

Tapi kalau kita tengok alat-selat-kilat jadi ragu-ragu mengatakan ada.

Memang dalam bahasa Indonesia tidak begitu jelas soal ada atau tidaknya akar-kata ini. Sebaliknya, akar kata dan duality of patterning dan double articulation di dalam bahasa Inggris sangat nyata.

Tapi sekalipun hanya samar-samar, ketika menciptakan puisi, akar kata itu sering kita campurkan dalam rima, asosiasi dan konotasi untuk memperoleh efek atau greget yang kita kehendaki.

Sebenarnya saya masih tak bosan-bosannya menerawang mencari. Misalnya, bukankah suara kelining lonceng mempunyai asosiasi bening? Bukankah desah nafsu dekat sekali dengan asosiasi basah? Apalagi malam dan kelam, tenggelam dan selam. Memikat dengan dekat dan lekat. 

Nampaknya itu bukan artikulasi ganda, Miya - nampaknya ada jejak akar-kata yang masih membayang dalam kesadaran kita ketika berbahasa Indonesia.