Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Antara Musik Blues dan Kitab Ratapan
Pernah denger musik blues nggak? Beberapa waktu lalu, di acara Kick Andy pernah mengupas soal musik blues. Ternyata, musik blues yang asalnya dari Amrik dan berakar dari musik bangsa Afrika ini adalah musik tradisional kaum kulit hitam di sana. Mungkin kalo di Indonesia kayak musik keroncong kali ya? Tapi, beda sama musik pop yang lebih biasanya dinyanyiin sambil ketawa-ketawa. Musik blues justru tercipta saat para bangsa kulit hitam di Amrik sana menderita karena harus hidup sebagai budak. Walau begitu, kalo kita kini mengenal berbagai jenis musik seperti rock n roll, jazz, R n B, dll, semua jenis musik itu juga dipengaruhi oleh blues. Wow, siapa yang nyangka musik yang diciptakan dalam penderitaan bisa memberi pengaruh demikian besar?
Mirip kayak musik blues, di Alkitab kita, juga kenal yang namanya kitab Ratapan. Tau nggak, kitab ini unik sekali loh. Kitab Ratapan ini sebenarnya adalah syair lagu bangsa Yahudi yang ditulis ketika mereka sedang dalam pembuangan, dan setelah Bait Allah di Yerusalem dihancurkan. Kitab Ratapan sendiri termasuk karya sastra yang sangat indah dan sulit. Dalam teks aslinya, pasal-pasal dalam kitab ini tersusun dalam bentuk akrostik abjad Yunani secara berurutan. Akrostik maksudnya: misalnya, huruf pertama dari pasal 1 adalah A, maka di baris kedua, huruf pertamanya adalah B, baris ketiga huruf pertamanya C, dst. Dalam terjemahan Indonesia, ini memang sudah nggak keliatan. Tapi kita bisa liat kalo dalam pasal 1, 2, 4, dan 5, terdiri dari 22 ayat. Hanya pasal di tengah, yaitu pasal 3 yang terdiri dari 66 ayat (3 kali lebih panjang dari lainnya). Uniknya, di tengah nyanyian ratapan itu, justru di pasal 3, yang ayatnya 3 kali lebih panjang itu, tertulis satu nyanyian penghiburan. Ya, tampaknya pasal 3 memang adalah inti kitab Ratapan. Walau bangsa Israel sedang sangat menderita, tapi justru di tengah penderitaan itu Tuhan memberi penghiburan. Keren ‘kan?
Yang namanya kesusahan, masalah, kesulitan, bahkan penderitaan hidup sebenarnya emang nggak kudu jadi hal yang aneh. Ibu kita dulu melahirkan kita dengan kesakitan. Waktu bayi kita juga sering nangis saat laper, haus, atau kesakitan. Waktu kecil, kita mestinya juga sesekali jatuh, kejedot, dan sakit lainnya. Tapi, ada kalanya kita menganggap diri kita adalah makhluk yang paling sengsara di dunia. Hanya karena kita gak laku-laku, gak punya kerja, lagi ada masalah sama orang, gak punya inilah itulah, dll. Kita anggap diri kita sangat menderita. Lihatlah para budak kulit hitam yang meski dibelenggu derita tapi bisa menciptakan musik keren bernama blues. Coba liat penulis kitab Ratapan yang meski bangsanya sangat menderita tapi bisa nulis kitab yang sangat indah dan memberkati. Dari sini, ada satu tantangan bagi kita: bisa nggak waktu kita merasa sakit atau sedih kita tetep bersyukur bahkan mengucapkan hal-hal yang baik dan positif?
- pemuda desa's blog
- Login to post comments
- 5394 reads
Rada Kecewa
Kirain mo ngupas soal blues lebih dalam :(
Buat ice breaker atau drama di kelas (sma), biasanya ada yang seperti kitab ratapan gitu, namanya Improv Game Alphabet. Jadi kita bikin dialog yang kudu nyambung, tapi dialognya mesti diawalin dengan alfabet yang berurutan. Kalo lawan bicara kita mulai dari A, kita harus nyambung dengan mulai pake huruf B, gitu selanjutnya.
One man's rebel is another man's freedom fighter
PB, selain blues masih ada jenis musik lain yang harusnya
ikut dibahas oleh Pemuda Desa, yaitu musik India. Bangsa Negro dan Israel ketika menciptakan blues dan Kitab Ratapan sudah berabad-abad yang lalu kejadiannya. Sekarang ini bangsa India masih meniru mereka. Waktu senang, mereka nyanyi. Waktu menderita, mereka juga nyanyi. Tidak percaya? Beli DVD filem India.
PD baru saja menulis sudah dapat komentar dengan nada minor. Semoga PD tidak kabur.
Salam.
@Purnomo: Swara, Sloka, Pantun dan Blues
Hahaha, Purnomo, saya punya teman akrab dari sejak beberapa tahun lalu, orang Nepal. Dia bersekolah di India dari sejak SD.
Dia kaget waktu saya bilang film2 India itu terlalu sering diputar di Indonesia, sampai saya yang tidak suka filmnya pun tahu nama 1-2 artis/aktor terkenal film India seperti Amitabh Bachan. Tapi giliran saya yang kaget, menemukan bahwa banyak kata India sama persis dengan kata di bahasa Indonesia (walaupun sebelumnya sudah tahu secara teori bahwa bahasa kita turunan dari Sanskrit). Sampe2 saya beberapa kali diajarinya menulis Sanskrit, tapi karena otak saya sudah tidak selincah dulu lagi, kita berdua akhirnya menyerah dalam mengajar-belajar sanskrit. Hahaha.
Kata "suara" di dalam bahasa Indonesia setahu saya berasal dari kata "swara" bahasa India, yang dipakai dalam bidang musik, yang berarti kumpulan nada. Sloka itu sendiri artinya adalah lagu. Belum lagi bicara soal kata2 yang sama atau mirip seperti kancana, ma-kana-n, ke-miri, singa (shiv-a), pati, garam, samudra, dll.
Tapi berbeda dengan musik blues, saya belum pernah liat/dengar orang India atau Indonesia berimprovisasi dengan lagu seperti halnya orang hitam dengan musik bluesnya. Satu2nya yang mirip dalam improvisasi setau saya adalah soal pantun. Saya ingat dulu ada acara di TVRI "Berbalasa Pantun" di mana para pesertanya harus bisa improvisasi membuat pantun balasan dalam hitungan detik. Saya pikir musik blues mirip sekali seperti "berbalas pantun". Bedanya lirik atau syair yang dibuat akhirnya dilantunkan atau diharmonisasikan dengan melodi yang sedang dimainkan. Tapi tentu ada juga pantun2 yang dilantunkan dengan melodi. Karena toh kuncinya adalah di lirik atau di syair, sedangkan melodi tidak akan jauh pergi ke mana2.
One man's rebel is another man's freedom fighter
Terima kasih
untuk tanggapannya. Salam
Blueberry Hill....
Salam kenal pemuda desa.... :)
Setuju sekali. Salut dengan kekritisan anda yang bisa "melihat" kemiripan perjalanan hidup bangsa Israel dan kaum kulit hitam, yang sama-sama bisa membuahkan seni dari pergumulan hidup. Namun senada dengan komennya om plainbread di atas, sebenarnya tadi saya berharap bahwa akan ada bahasan yang lebih dalam mengenai bluesnya...
Some other time perhaps?
".... I found my thrill...., on Blueberry Hill...., on Blueberry Hill...., when I, found you....."
Dari: "Blueberry Hill", sebuah lagu blues terkenal di tahun '40-an. Saya menyukai versi yang dinyanyikan oleh Elvis Presley.....
Shalom!
(...shema'an qoli, adonai...)
(...shema'an qoli, adonai...)
Pembaca dan Penulis
Pembaca selalu mengharapkan lebih dari penulis sementara penulis mungkin gak mengharapkan apa2 dari pembaca selain supaya pembaca bisa menikmati hasil karyanya.
Jadi penulis gak enak. Enakan jadi komentator hihi
Aluuu pemuda desa, salam kenal yak.. ayo diteruskan nulisnya, Hannah suka baca tulisan kamu.
"For those who believe, no proof is necessary. For those who don't believe, no proof is possible." - Stuart Chase
“The Roots of Violence: Wealth without work, Pleasure without conscience, Knowledge without character, Commerce without morality, Science without humanity, Worship without sacrifice, Politics without principles.” - M. Gandhi