Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Stockholm Syndrome

y-control's picture

23 Agustus 1973, bank Kreditbanken di kota Stockholm, Swedia dirampok dan para karyawannya disandera selama 5 hari oleh perampok. Namun, anehnya, saat penyanderaan itu diakhiri dan para perampoknya ditangkap oleh polisi, para sandera justru membela mereka. Rupanya, 5 hari yang mereka alami bersama perampok itu telah menciptakan sebuah hubungan simpati khusus di hati para sandera. Fenomena psikologis itulah yang kemudian disebut sebagai sindrom Stockholm, yaitu ketika seseorang justru jatuh hati pada orang yang hendak mencelakainya.

Dalam hidup sehari-hari, kita juga bisa menemukan banyak orang dengan kecenderungan seperti para sandera bank di Stockholm ini. Kecanduan misalnya. Di zaman ini, makin banyak hal yang bisa membuat orang kecanduan tanpa ia menyadarinya. Kecanduan bukan hanya tentang rokok, narkoba, alkohol, judi, pornografi, tapi juga kecanduan utang, bahkan kecanduan marah dan kecanduan dendam. Ada orang yang sudah batuk-batuk tapi masih tetap tak henti-hentinya mengisap rokok. Ada juga orang yang pernah merasakan ngerinya dikejar-kejar debt collector, tapi setelah masalahnya selesai, ia tetap tak mau mengubah gaya hidup borosnya. Ia tetap suka berutang ke sana kemari sehingga jatuh ke lubang yang sama. Penderitaan justru jadi candu. Sama halnya, meski tahu kalau marah itu bahkan bisa bikin pusing, sesak nafas, sulit tidur, dijauhi teman, bahkan melakukan hal-hal ngawur, tapi sebagian orang tetap tidak bisa melihat cara lain berekspresi selain marah. Aneh bukan?
 
Ketika bangsa Israel terjepit di antara Laut Merah dan kejaran pasukan Firaun atau ketika mereka bosan makan manna, mereka justru mengeluh karena telah merdeka, dan membayangkan kehidupan sebagai budak adalah jauh lebih enak. Seperti para sandera perampok di Stockholm, mereka telah terlalu biasa hidup dalam perbudakan dan ancaman. Padahal, apakah Mesir akan menyambut ramah jika mereka kembali? Bisa jadi bangsa Israel akan lebih disiksa dari sebelumnya.
 
Kapan orang mulai simpati pada keadaan yang merugikan dirinya? Menurut saya, adalah saat mereka mulai merasa bahwa situasilah yang membuat penderitaan itu. Saat orang bersimpati dengan mengatakan bahwa pornografi itu hanya selingan, utang adalah karena kebutuhan, marah/dendam adalah reaksi wajar yang pasti juga akan dilakukan semua orang, itulah saat mereka mulai justru jatuh cinta pada hal-hal negatif di dalam hidupnya. Tapi, ingatlah bahwa simpati Anda tidak akan mengubah konsekuensi yang harus Anda jalani. Sebelum Anda berhenti menyalahkan situasi, Anda tidak akan pernah bebas dari penderitaan yang diakibatkan oleh sikap-sikap negatif yang masih ada di hidup Anda.
KEN's picture

Hey!

Saya tidak perlu simpati manusia!!! Apalagi manusia seperti Anda!

Saya hanya perlu simpati Tuhan, itu pun jika Tuhan berkenan!