Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Mengasihi Allah Mendahului Segala Kasih

Altur Palentinus's picture

 

 

 

Dalam sebuah permainan komputer tentang strategi pemerintahan di zaman romawi kuno (caesar 3), pemain yang bertindak sebagai gubernur harus membangun beberapa aspek agar permainan dapat dimenangkan. Aspek-aspek tersebut meliputi pertanian, komersial atau perdagangan, kelautan, peperangan, dan keharmonisan atau cinta.

 

Masing-masing aspek dikuasai oleh dewa yang memegang kendali untuk menghancurkan atau memberkati aspek yang dibangun oleh gubernur. Untuk terus menjaga agar dewa-dewa tersebut mendukung aspek yang sudah dibangun, maka sang gubernur harus mendirikan banyak kuil dan terus menyelenggarakan festival persembahan, jika tidak maka kekalahan pun akan terjadi karena kemurkaan para dewa.

 

Allah kita tentu jauh berbeda dengan dewa-dewa dalam permainan itu. Allah kita mengerti setiap kelemahan dan ketidakmampuan manusia, tetapi juga menghukum kesalahan manusia dengan adil. Kisah kemurkaan Allah kepada manusia untuk pertama kalinya adalah saat Adam dan Hawa manusia pertamatidak mengindahkan perintah-Nya dengan memakan buah larangan. Akibatnya mereka mendapat murka Allah.

 

Dalam murka-Nya, Allah tetap menunjukkan kasih-Nya kepada manusia yang Dia ciptakan. Allah sendiri yang menggantikan pakaian manusia dari dedaunan dengan pakaian dari kulit binatang lalu mengenakannya kepada mereka untuk menutupi ketelanjangannya (Kejadian 3:21). Allah tidak serta merta membinasakan manusia yang mengecewakan-Nya. Dia menunjukkan kasih-Nya yang tidak terbatas itu.

 

Sayang sekali, manusia sering terjebak dalam anggapan bahwa Allah, bisa disogok dengan persembahan-persembahan. Seperti permainan di atas. Kita sering melakukan hal-hal baik dengan alasan karena mengasihi Allah, tetapi ada alasan tersembunyi agar Allah juga memberi hal-hal baik pada kita. Jika kita memperoleh sebaliknya, sering sekali kita kecewa.

 

Mengasihi Allah dengan berbagai alasan kepentingan pribadi bukanlah kasih sejati melainkan kasih jika, seandainya, atau kalau. Mengasihi Allah di atas segalanya adalah hukum terpenting dan mendahului segala kasih yang ada di muka bumi. Hukum pertama yang Tuhan ajarkan adalah mengasihi Allah dengan segenap hati, dan kasih yang serupa dengan itu adalah mengasihi sesama manusia, tetapi bagaimana pun juga mengasihi Allah mendahului kasih kepada sesama manusia.

 

Mengasihi orang tua karena terlebih dahulu mengasihi Allah, mengasihi pasangan karena terlebih dahulu mengasihi Allah. Mengasihi sahabat, tetangga, bahkan orang tidak dikenal sekalipun karena kita terlebih dahulu mengasihi Allah. Bahkan mengasihi bumi dan isinya adalah karena terlebih dahulu mengasihi Allah. Mengasihi Allah mendahului segala kasih di dunia.

 

Lagu-lagu rohani dan kotbah Kristen sering kali hanya menekankan tentang mengasihi Allah agar Dia memberi hal-hal baik bagi kehidupan, atau karena Dia telah memberi hal-hal baik kepada manusia. Jika saja dalam kehidupan tidak ada hal-hal baik terjadi, apakah kita tetap mengasihi Allah? Atau hal yang lebih jauh, jika kita tidak mendapat ampunan, dan tahu hukuman berat menanti, apakah manusia masih berani mengatakan mengasihi Allah?

 

Tentu seharusnya manusia harus tetap mengasihi Allah, karena Allah adalah Allah. Dialah pencipta alam semesta, pemberi nyawa, serta pengatur cakrawala dan musim di dunia. Dia juga pemelihara setiap ciptaan-Nya. Allah yang tidak terselami oleh pikiran. Allah yang menentukan manusia diselamatkan atau dibinasakan.

 

 

Bagaimana Alkitab mengajarkan tentang mengasihi Allah? Bukan dengan persembahan-persembahan, bukan dengan perbuatan baik, bukan dengan nyanyian dan puisi, tetapi dengan pertobatan kita. Karena semuanya itu akan secara otomatis dilakukan ketika kita mengasihi Allah. Sebab mengasihi Allah mendahului segala kasih di muka bumi.

 

 

 

(Pernah Diterbitkan Warta Perkantas Padang)

__________________

____________________________

Menulis Itu Belajar, Menulis Itu Mengajar