Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

ADA LANTAI YANG HILANG

Purnomo's picture

              Menghindari pemakaian angka 4 dan 13 menunjukkan pelakunya masih percaya takhayul.  Orang Kristen tak boleh percaya takhayul. Tetapi, seandainya kita memiliki sebuah hotel, apakah kita berani mempergunakan angka-angka itu untuk menomori pintu kamarnya dengan risiko tidak laku?


              Suatu hari setelah menjemput cucuku dari sekolah aku bawa dia ke RS Telogorejo. Rumah sakit ini punya bangunan baru yang megah. Aku masuk ke lift bangunan itu. Karena tombol-tombol yang menyala di panel lift bukan lantai yang aku tuju, aku menyuruh cucuku yang baru kelas 1 SD itu, "Pit, pencet nomor 5."

              Setelah dia memencet nomor 5 dia menengadahkan kepala ke arahku,
              "Kong, nomor 4 tidak ada."
              "Dulu ada masa sekarang tidak ada."
              "Kamu lihat sendiri."

              Ternyata memang nomor yang ada di panel itu: 1, 2, 3, langsung 5, 6 dstnya.
              "Pasti sudah dihapus sama yang punya rumah sakit ini."
              "Mengapa?"

              Cici yang berdiri di belakangku berkata kepada temannya angka itu dalam lafal bahasa ibu mereka berbunyi 'si' yang juga bisa berarti 'mati'. Tapi aku pura-pura tak mendengarnya ketika menjawab pertanyaan cucuku.
              "Suatu hari setan pencabut nyawa mengamuk di sini. Semua yang sedang ada di lantai 4 dicabut nyawanya. Dokter, jururawat, pasien dan tamu, mati semua sekaligus. Semua rohnya tidak bisa keluar dari lantai itu dan menjadi setan."
              "Lalu orang-orang tidak berani ke lantai 4 karena takut sama setan?"
              "Dulu setan cari orang sehingga orang takut. Sekarang terbalik, orang-orang yang cari setan. Banyak orang ke lantai 4 itu untuk menemui setan-setan itu, minta pintar, minta duit, minta sembuh, minta jodoh sehingga yang punya rumah sakit ini marah."

              "Mengapa?"
              "Karena tidak ada orang yang mau ke lantai lain. Rugi. Jadi nomor 4 dilepas supaya orang tidak bisa ke sana lewat lift ini."
              "Tapi lantai 4 itu masih ada?"
              "Masih, tidak pernah hilang kok. Bisa kita cari lewat tangga. Tapi kapan-kapan saja."
 
              Tak tahu aku apa yang terpikir oleh orang-orang yang masih banyak tersisa di lift itu setelah kami keluar dari lift itu. Yang aku tahu tidak ada seorang pun yang bercakap-cakap ketika aku mendongengi cucuku.

              Menghindari pemakaian angka 4 dan 13 menunjukkan pelakunya masih percaya takhayul.  Orang Kristen tak boleh percaya takhayul. Tetapi, seandainya kita memiliki sebuah hotel, apakah kita berani mempergunakan angka-angka itu untuk menomori pintu kamarnya dengan risiko tidak laku?

Andy Ryanto's picture

Alasan Bisnis

Om, dulu juga saya berpikir seperti itu, harusnya orang Kristen tidak perlu percaya tahyul.  Tetapi dalam hal ini, jika pertimbangannya adalah bisnis, sepertinya ok-ok saja.  Bukan soal percaya atau tidak percaya, berani atau tidak berani, beriman atau tidak beriman.  Seorang produsen harus memenuhi permintaan konsumen, jika konsumen tidak suka pada salah satu spesifikasi produk, maka sebagai produsen adalah wajar untuk mengganti atau menghilangkan spesifikasi produk yang tidak disukai konsumen tersebut, dan dalam hal ini adalah nomor rumah atau nomor lantai tertentu.  Sama seperti kita tidak bisa memaksakan konsumen membeli donat topping coklat kalau mayoritas konsumen sukanya lemper ayam.  Contoh lainnya dalam fashion, jika pada suatu periode tertentu konsumen tidak suka model baju berwarna putih, masakan sebagai pemilik perusahaan garmen kita harus tetap memaksakan untuk tetap produksi dan memasarkan model pakaian berwarna putih.  Dan saya yakin jika pemilik rumah sakit tersebut membangun rumah sakit di USA atau di Afrika, maka kemungkinan besar akan tetap menggunakan angka 4 tersebut, karena konsumen disana tidak akan mempersoalkan hal tersebut.

Purnomo's picture

Andy Ryanto: untuk alasan bisnis aku setuju.

Yayasan yg menaungi RS ini sewaktu mendirikan Rumah Duka Tiong Hoa Ie Wan, menomori ruang2nya dengan abjad.

RS Kristen Siloam Karawaci juga tidak punya lantai ke-4.

Tetapi apabila angka2 horor itu tidak melibatkan orang lain, sebaiknya kita belajar berani memanfaatkannya, misalnya nomor hape yang mengandung angka "666".

Kita tunggu pendapat dari blogger lain.